Media Indonesia, Rabu, 17 Desember 2003
Politik dan Keamanan
Kewenangan 'Superbody' Majelis Rakyat Papua Ditiadakan
JAKARTA (Media): Pemerintah menolak usulan agar Majelis Rakyat Papua (MRP)
memiliki kewenangan yang membuatnya menjadi lembaga superbody, seperti dapat
menolak keputusan gubernur atau DPRD (badan legislatif provinsi).
Penolakan itu tercermin dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang
Pembentukan MRP yang telah diserahkan Departemen Dalam Negeri (Depdagri)
kepada Presiden Megawati Soekarnoputri 4 November lalu.
RPP yang kini tinggal menunggu kedatangan presiden (dari lawatan ke luar negeri)
untuk didiskusikan dan diambil keputusan itu merupakan penjabaran dari
Undang-Undang (UU) No 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
"Kewenangan yang sifatnya superbody ditiadakan. Coba, beri saya penjelasan,
bagaimana suatu lembaga majelis rakyat dapat membatalkan keputusan gubernur
dan DPRD. Terlebih, amanat UU tidak sampai seperti itu," kata Menteri Dalam Negeri
(Mendagri) Hari Sabarno kepada wartawan di Gedung Depdagri, Jakarta, kemarin.
Mendagri menjelaskan, dalam RPP itu pengaturan mengenai bentuk lembaga dan
fungsi MRP tidak jauh berbeda dengan yang diamanatkan oleh UU No 21/2001. MRP
tetap menjadi representasi kultural dan tidak memiliki kewenangan politik yang
berlebihan. MRP hanya diberi kewenangan politik yang sifatnya terbatas.
"MRP itu terdiri dari perwakilan adat, agama, dan perempuan. Tiap kabupaten
memiliki wakil tiga orang. Fungsi MRP nanti misalnya memberi pertimbangan
mengenai calon kepala daerah. Namun pada saat pemilihan, hal itu tetap diserahkan
kepada DPRD atau kepada masyarakat jika pemilihannya sudah dilaksanakan secara
langsung," paparnya.
Pasal 20 ayat (1) UU No 21/2001 menyebutkan, MRP mempunyai tugas dan
wewenang: a. memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon
gubernur dan wakil gubernur yang diusulkan oleh DPRP, b. memberikan
pertimbangan dan persetujuan terhadap calon anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia utusan daerah Provinsi Papua yang diusulkan oleh DPRP,
dan c. memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Rancangan Perdasus
(Peraturan Daerah Khusus) yang diajukan oleh DPRP bersama-sama dengan
gubernur.
Masih pada Pasal dan ayat yang sama dari UU tersebut, tugas dan wewenang MRP
adalah d. memberikan saran, pertimbangan, dan persetujuan terhadap rencana
perjanjian kerja sama yang dibuat oleh pemerintah maupun pemerintah provinsi
dengan pihak ketiga yang berlaku di provinsi papua khusus yang menyangkut
perlindungan hak-hak orang asli Papua, e. Memerhatikan dan menyalurkan aspirasi,
pengaduan masyarakat adat, umat beragama, kaum perempuan, dan masyarakat
pada umumnya yang menyangkut hak-hak orang asli Papua, serta memfasilitasi
tindak lanjut penyelesaiannya, dan f. memberikan pertimbangan kepada DPRP,
gubernur, DPRD kabupaten/kota serta bupati/wali kota mengenai hal-hal yang terkait
dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua.
Mendagri mengatakan, keluarnya PP tentang MRP itu tidak akan berbarengan
dengan hasil revisi pemerintah terhadap UU No 21/2001 dan UU No 45/1999 tentang
Pembentukan Provinsi Irian Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, dan Kabupaten Paniai,
Mimika, Puncak Jaya, Timika, dan Kota Sorong. Hal tersebut dikarenakan proses
pembuatan PP dan UU berbeda. Pemberlakuan PP cukup dengan tanda tangan
presiden, sedangkan UU harus dibahas dahulu dengan DPR. (MS/P-4)
Copyright © 1999-2002 Media Indonesia. All rights reserved.
|