Maluku Media Centre, Rabu, 22/10/2003 19:36:39 WIB
Keinginan ke Mahkamah Internasional Ditolak, Terdakwa RMS
Protes Hakim
Reporter: Daniel Nirahua
Ambon, MMC --- Terdakwa Jhon Rea dkk yang tersandung kasus Republik Maluku
Selatan (RMS) tergolong kasus paling populer di Ambon, saat inni. Setiap kali
perkaranya digelar di pengadilan negeri setempat, tiap kali pula mampu menyedot
penonton terbanyak. Sidang hari Selasa (21/10), juga masih dijubeli pengunjung,
terutama karena hari itu, agendanya adalah pembacaan putusan sela.
Sebelumnya, dalam eksepsi Jhon Rea dkk meminta hakim menjatuhkan putusan sela
bahwa PN Ambon tidak berhak mengadili perkaranya, melainkan harus oleh
Mahkamah Internasional. Nyatanya hakim menolak eksepsinya dan menyatakan PN
Ambon berhak mengadili perkara itu.
Alasan penolakan, menurut Hakim Ketua Hariantja SH, terdakwa merupakan Warga
Negara Indonesia, bukan warga negara RMS sebagaimana pengakuan mereka. Selain
itu, sesuai tempus delicty dan locus delicty perkara masih dalam yurisdiksi PN
Ambon.
Mendengar keputusan hakim, Jhon Rea naik pitam. Dia marah besar. Meskipun tetap
duduk di kursi, suara dan gerak tubuhnya memperlihatkan kemarahan. Suaranya
yang berat terdengar sampai ke luar ruang sidang ketika dia beradu mulut dengan
hakim. "Ini bukan kompetensi PN Ambon!" teriak Jhon. Alasan dia, berlandaskan
Resolusi PBB Nomor 1503 tentang Dekolonialisasi, Pengadilan International berhak
mengadili perkara ini.
Hakim Hariantja menganjurkan terdakwa mengajukan banding. "Anda boleh
berkomentar tapi sebaiknya komentar anda dinyatakan dalam materi banding,"
ujarnya kalem.
Sidang lantas dilanjutkan. Agendanya mendengar keterangan para saksi. Seperti
sidang pekan lalu, kesembilan terdakwa mengenakan kemeja empat corak yang
menggambarkan warna bendera RMS (merah, putih, biru dan hijau). John Rea sendiri
mengenakan kemeja merah.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) A. Sopaheluwakan SH dan Devi Muskita SH
menghadirkan empat orang saksi masing-masing Josias Tuhusula, Ir Jonias
Abraham, Eduward Latuhihin dan Markus Siwabessy. Hanya Josias Tuhusula yang
mengaku warga Indonesia sedangkan tiga saksi lain mengaku warga negara RMS.
Saksi Ir Jonias Abraham mengaku bergabung dengan Jhon Rea sejak 1990. Ketika
hakim memintanya membuktikan keberadaan RMS, dia menyebut Proklamasi RMS
1950 sebagai dasar hukum. Dia juga mengaku diangkat Jhon Rea sebagai wakil
ketua. Apabila ketua berhalangan, dialah yang menggantikan ketua membina
masyarakat Maluku tentang RMS.
Saat ini, kata Abraham, belum dibentuk pemerintahan RMS di Maluku karena masih
bersifat darurat. Dia pun mengidentifikasikan diri sebagai salah satu generasi penerus
RMS. "Sekarang kami generasi keempat, generasi baru yang muncul sejak 1990,"
ujarnya penuh percaya diri.
Diungkapkan, generasi keempat RMS di Ambon bertujuan meminta kembali hak yang
dirampas NKRI. Caranya adalah mengembalikan kedaulatan RMS. Sebagai pengikut
RMS dirinya tidak mengenal NKRI melainkan Negara Indonesia Timur (NIT) dan
Republik Indonesia Serikat (RIS).
"Tetapi bukankah, saudara lulus kuliah memiliki gelar sarjana sebagai Warga Negara
Indonesia?" tantang hakim Hariantja. Abraham berkelit, hal itu semata-mata agar
diterima sebagai mahasiswa, namun jatidiri tetap RMS.
Abraham tampil tak kalah galak dengan bosnya Jhon Rea. Ketika hakim memintanya
menjelaskan tentang RMS, dia tak menurut. Dia balik menyuruh hakim bertanya
kepada pemerintah Indonesia. "Kalau bapak mau tahu, silahkan tanya saja presiden
RI," tegasnya. Jawaban Abraham ini ternyata membakar pengunjung sidang.
Serempak seluruhnya bertepuk tangan dan bersorak.
Saksi lain Josias Tuhusula mengaku, kegiatan yang pernah dilakukan Jhon Rea dkk
hanyalah ibadah. Ibadah sebanyak 10 kali berlangsung di rumahnya di Latuhalat.
Sering mereka berdoa agar Maluku cepat pulih dan kerusuhan cepat selesai.
"Sebagai orang percaya, saya tidak bisa menolak kalau ada orang seiman meminta
beribadah di rumah saya, sekalipun mereka penjahat," kata Tuhusula.
Hal senada, diungkapkan saksi Edward Latuhihin. Menurut dia, ibadah dilakukan
guna mendoakan Maluku jadi aman, bebas dari kerusuhan. "Apakah juga didoakan
untuk cepat merdeka ?" tanya hakim lagi. "Oh, itu tidak ada. Sebab RMS sudah
merdeka sejak 1950," jelas Latuhihin. Sebagai sekretaris RMS, Latuhihin mengaku
diangkat Jhon Rea dengan tugas mencatat pokok-pokok doa setiap kali ibadah.
Saksi Markus Siwabessy berkemeja lengan panjang hijau muda dan celana hijau.
Pria berkumis lebat ini menjawab semua pertanyaan hakim dengan kata "siap"
layaknya seorang prajurit tentara. "Saya kenal Jhon Rea. Kalau ada ibadah, tugas
saya membagi amplop kosong agar diisi uang untuk biaya snack ibadah berikut,"
ungkap Markus.
Seluruh keterangan para saksi dibenarkan kesembilan terdakwa. Tetapi Jhon Rea
meminta Majelis Hakim dan JPU tidak menjebak para saksi. "pak hakim, pak jaksa
seluruh keterangan mereka benar. Tetapi jangan berusaha menjebak mereka karena
mereka tidak tahu apa-apa," pinta Rea.
Seusai memberi kesaksian, para saksi terdahulu dulu menyalami Jhon Rea. Lantas
ketika persidangan selesai, seluruh simpatisan membentuk pagar hidup, mulai dari
tempat duduk terdakwa menuju ruang tahanan. Setiap kali melewati pagar hidup,
Jhon Rea mengepalkan tinjunya sambil memekikkan salam RMS. "Merdeka, Mena
Muria (muka-belakang siap)!". Teriakan Rea dibalas puluhan simpatisan yang
menunggu persidangan berjam-jam.
Pengacara Jhon Rea dkk yang ditolak hakim karena izin praktek telah habis masa
berlaku tetap setia mendampingi para terdakwa. Kepada MMC salah satu pengacara
Richard Ririhena SH mengatakan heran dengan hukum di Maluku sebab ketiga orang
yang diminta memberikan kesaksian dalam persidangan ikut ditahan di penjara.
"Di mana ada saksi yang ditahan di penjara ? Mereka kan bukan terdakwa," kata
Ririhena.
Tapi di tempat terpisah, JPU Sopaheluwakan kepada MMC mengatakan, argumentasi
Ririhena tidak benar. Sebab, ketiga saksi yang ditahan, juga berstatus terdakwa
dalam perkara lain.
"Mereka diminta sebagai saksi dalam perkara Jhon Rea dkk. Sedangkan kasusnya
sendiri belum dilimpahkan kejaksaan ke pengadilan. Kami menunggu perkara Jhon
Rea selesai baru kami limpahkan," jelas Sopaheluwakan. (MMC)
© 2003 Maluku Media Centre, All Rights Reserved
|