SINAR HARAPAN, Selasa, 21 Oktober 2003
ANTARNUSA
Penyegelan Adat di Tual Dicabut
Ambon — Setelah dipasang sejak tanggal 16 September 2003, akhirnya penyegelan
adat oleh warga Kota Tual, ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), dicabut,
Senin (20/10). Meski demikian, polisi akan memproses secara hukum atas
penyegelan tersebut.
Upacara pencabutan pada siang hari tepat pukul 12.00 WIT itu disaksikan oleh ribuan
masyarakat Tual yang sejak pagi sudah memadati sekitar jembatan Watdek, fasilitas
umum yang selama ini disegel warga. Turut hadir dalam acara ritual itu adalah Bupati
Malra Herman Koedoeboen, Ketua DPRD Malra Stev Tapotubun, dan Kapolres Malra
Mangantas Tambunan.
Prosesi pencabutan diawali oleh para raja dengan menggunakan pakaian adat
berwarna kuning serta para tokoh adat lainnya yang menggunakan pakaian adat
berwarna merah mengarak Sad-sad (meriam kuno). Tepat pukul 12.00 WIT, Raja
Dulla, Baldu Hadad, raja paling berkuasa meletakkan Sad-sad itu di tepi jalan di ujung
jembatan Watdek. Peletakan Sad-sad oleh Raja Dulla ini menandakan bahwa
penyegelan itu telah dicabut.
"Peletakan Sad-sad di ujung jembatan Watdek ini sebagai lambang peringatan dari
masyarakat adat Maluku Tenggara kepada pemerintah kabupaten dan DPRD
setempat untuk dapat memimpin kabupaten ini dengan baik," jelas Raja Dulla, Baldu
Hadad kepada SH di sela-sela pencabutan penyegelan adat tersebut.
Sementara itu, Kapolda Maluku Brigjen Bambang Sutrisno mengaku para pelaku
penyegelan adat di Kota Tual tetap akan diproses secara hukum tergantung
perkembangan yang terjadi.
Menurutnya selama ini pihak kepolisian sudah mengetahui para pelaku bahkan sudah
ada pemeriksaan para saksi terkait dengan penyegalan adat tersebut, namun jika
nantinya sudah ada kesepakatan bersama dari masyarakat Tual untuk tidak
memproses secara hukum, tentunya hal itu akan menjadi bahan pertimbangan pihak
kepolisian. (izc)
Copyright © Sinar Harapan 2002
|