The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Radio Vox Populi


Radio Vox Populi [Ambon], 02-Feb-2006

Instruktur Bom Cimanggis Dituntut 10 Tahun di PN Ambon

Azis Tunny - Ambon

Setelah melewati masa-masa persidangan yang panjang dan maraton, Harun alias Syaiful alias Fathurrobi alias Nazarudin Mochtar, terdakwa kasus terorisme akhirnya dituntut Jaksa Penuntut Umum dengan masa hukuman 10 tahun penjara. Tuntutan hukuman yang dibacakan JPU Arsyad Massry ini berlangsung saat sidang di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (18/1).

Nazarudin, pria kelahiran Cilacap Jawa Tengah ini memiliki track record aktivitas militer yang panjang. Dirinya berada dalam daftar pencarian polisi karena menjadi instruktur kelas pembuatan bom di Cimanggis, Jakarta pada bulan Maret 2004. Juga seorang veteran Poso, dan telah bekerja bersama sebuah kelompok pecahan dari Darul Islam di Sukabumi Jawa Barat, di mana salah satu kader pertamanya adalah Heri Golun, pembom bunuh diri di bulan September 2004 pada pengeboman kedutaan Australia. Nazarudin sendiri berada di Ambon sejak Juni 2004.

Bahkan saat pemeriksaan kasus tindak pidana terorismenya di Maluku, Mabes Polri menurunkan timnya mendatangi Polda Maluku guna memastikan apakah benar Nazarudin yang selama ini dicari-cari atas peristiwa bom Cimanggis benar atau tidak. Setelah didatangi, pihak Mabes Polri pun memastikan bahwa benar Nazarudin yang tertangkap di Ambon adalah buronan Bom Cimanggis yang selama ini mereka cari.

Sementara dalam persidangan di Ambon, Nazarudin yang juga memiliki nama samaran Abu Gar hanya dituntut dengan dakwaan tunggal sesuai Pasal 13 huruf c junto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dalam Pasal 13 disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja memberikan bantuan dan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.

Keterlibatan Nazaruddin terkait dengan kasus penyerangan bersenjata ke Pos Brimob Lokki di Kabupaten Seram Bagian Barat pada 16 Mei 2005 lalu, dan menewaskan lima anggota Brimob Kalimantan Timur serta seorang juru masak di pos tersebut. Meski tidak terlibat langsung sebegai eksekutor di lapangan, namun Nazarudin mengetahui para pelaku penyerangan tersebut dan tidak melaporkannya ke polisi.

Nazarudin mengetahui peristiwa penyerangan dan penembakan pos Brimob di Lokki dari Ustad Arsyad alias Asadullah, otak dari serangkaian aksi teror di Maluku dan Pimpinan Mujahidin Ambon yang masih buron serta diketahuinya pula dari rekannya Abdullah Umamity, salah satu penyerang pos brimob.

Setelah mengetahui peristiwa tersebut, Nazarudin bersama Abdullah selanjutnya melarikan diri ke Desa Wamsisi Pulau Buru, dengan maksud bersembunyi dari kejaran pihak kepolisian. Keduanya ditangkap di tempat pelariannya oleh Detasemen 88 Anti Teror Polda Maluku dengan kedua kaki masing-masing di tembak.

"Terdakwa tidak terlibat langsung dalam penembakan di Lokki, akan tetapi terdakwa mengetahui pelaku-pelaku penembakan bahkan melarikan diri bersama-sama mereka," kata Arsyad Marssy saat membaca tuntutan di depan majelis hakim yang diketuai Jhon Teleuw.

Menurut Arsyad Massry, Nazarudin tidak melaporkan peristiwa penembakan brimob ke pihak kepolisian karena dirinya termasuk salah satu anggota Mujahidin yang telah di doktrin jihad sehingga tidak mau melaporkannya. Peran Nazarudin sendiri dalam kelompok Mujahidin Ambon sangat besar. Dia adalah asisten pelatih perang bagi para anggota Mujahidin di kamp latihan di Pulau Seram, Maluku. Selain itu, dalam keterangan terdakwa dalam persidangan sebelumnya dia berada di bawah ancaman Ustad Arsyad.

"Ustad Arsyad mengatakan tidak boleh katakan kepada orang lain, kalau beritahu saya dan keluarga akan diculik dan di bunuh," kata Arsyad Massry, mengutip ucapan Ustad Arsyad dalam keterangan Nazarudin di sidang sebelumnya.

Disela-sela pembacaan tuntutan tersebut, tiba-tiba saja jaksa menghentikan bacaannya dan meminta ijin ke majelis hakim untuk menghubungi Kejaksaan Agung di Jakarta guna menanyakan berapa besar tuntutan hukuman yang akan diberikan kepada terdakwa. Pasalnya, kata jaksa beralasan, dalam lembaran tuntutan tersebut belum ada tuntutan hukumannya.

"Kami belum tahu berapa masa hukuman untuk terdakwa, jadi kami minta beberapa menit untuk menghubungi kejaksaan agung untuk menanyakan berapa tuntutan hukuman kepada terdakwa," pinta Arsyad Massry.

Setalah mendapat ijin dari hakim, Arsyad Massry kemudian menghubungi pihak kejagung melalui ponselnya sekitar tiga menit. Komunikasi tersebut tetap berlangsung di ruang sidang sehingga menimbulkan tanya oleh sebagian besar pengunjung sidang saat itu.

Setelah selesai berkomunikasi lewat ponsel, Arsyad Massry lalu meminta ijin melanjutkan pembacaan tuntutan dengan diawali pembacaan hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa dalam mendapat hukuman.

Dikatakan oleh jaksa, hal-hal yang memberatkan terdakwa Nazarudin, dia mengetahui peristiwa tindak pidana terorisme namun tidak melaporkannya ke pihak berwajib. Dia juga adalah asisten pelatih perang kelompok Mujahidin. Sementara yang meringankan, terdakwa mengaku bersalah dan memiliki tanggungan keluarga. Setelah itu, jaksa lalu menyatakan tuntutan hukuman yang diberikan kepada terdakwa adalah 10 tahun penjara.

Baik terdakwa maupun penasehat hukumnya menyatakan akan mengajukan pledoi (pembelaan) atas tuntutan hukuman dari jaksa yang akan dibawakan dalam persidangan berikutnya. Usai sidang, Ketua tim penasehat hukum Nazarudin Firel Sahetapy saat ditemui Radio Vox Populi mengaku tidak puas terhadap tuntutan hukuman yang diberikan jaksa sehingga pihaknya akan mengajukan pledoi.

Menanggapi proses sidang yang sempat tertunda sebentar karena jaksa meminta waktu untuk mengontak kejagung, menurut Firel, itu sah-sah saja karena menyangkut dengan institusi kejaksaan. "Kasus terorisme itukan menyangkut masalah keamanan negara, jadi mungkin tidak bisa langsung dikeluarkan oleh kejaksaan agung. Yang jadi masalah bagi kami penasehat hukum adalah bagaimana membela hukum terdakwa," katanya.

Dikatakannya, bukan saja dalam kasus terorisme setiap kali membacakan tuntutan pihak jaksa meminta waktu guna menghubungi kejaksaan agung, dalam kasus makar Republik Maluku Selatan (RMS) yang juga ditanganinya, hal yang sama juga terjadi.

Sebelumnya, tersangka kasus penyeragan pos Brimob Lokki Asep Jaja pada alias Aji alias Dahlan alias Yahya, dituntut hukuman mati oleh JPU dalam persidangan di PN Ambon pada 15 Desember 2005 lalu.

Selain terlibat dalam penyerangan pos Brimob Lokki, veteran Moro Filipina ini juga disidang karena terlibat penyerangan bersenjata di Desa Wamkana Kecamatan Namrole Kabupaten Buru pada 5 Mei 2004 yang menewaskan tiga warga setempat. (VP)

Copyright © 2005 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/lokkie2005
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044