Kelas lain yg saya kunjungi adalah kelas 4. Siswa kelas 4 di Jepang sdh mulai mengenal kanji, shg keterangan yg saya tulis dalam kanji dapat mereka pahami.  Seperti halnya anak kelas 1, students di sini pun berani bertanya, dan suasana kelas menjadi ramai. Satu per satu  memperkenalkan nama, hobi dan menunjukkan kebolehannya, mis : salto, bermain yoyo (mainan tradisional jepang). Saya juga diberi kesempatan untuk menikmati makan siang bersama students kls 4. Di Jepang lunch disiapkan oleh sekolah dan tidak ada kantin atau warung di sekitar sekolah. Jadi tidak mungkin jajan di luar. Menu hariannya dirundingkan antara siswa, guru dan orang tua. Sekelompok siswa mengenakan pakaian ala koki dan bertugas melayani siswa2 yg lain. Sensei (guru) pun tetap berada di kelas dan ikut menikmati makan siang bersama
sambil memeriksa tugas siswa, sesekali bertanya dan menjawab pertanyaan siswa. Sungguh suasana yg begitu akrab. Selama makan, terdengar siaran radio dari siswa kls 6 menginfokan menu hari ini, gizinya, kecukupannya, dll.  Saya pun dimintai tanggapan oleh seorang sisw kelas 6 ttg menu hari ini, sebelum siaran radio itu berlangsung. Selesai makan, pemandangan baru lagi yg saya lihat.  Anak2 bergegas keluar kelas, mencuci tangan, mengambil sikat gigi dan gelas mungilnya, kemudian masuk ke kelas....acara gosok gigi bersama dimulai sambil dikomandoi oleh seorang siswa melalui siaran radio, dan didiringi musik soft. hidari....migi.....ue....shita......sungguh program yg multifungsi. Terakhir sebelum pulang, shoji shimashou......acara bersih sekolah.  Anak kls 4,5,dan 6 membimbing anak kels di bawahnya membersihkan toilet, ruang aula, tangga, mengepel ruang kelas.  Sekolah di Jepang tidak memperkerjakan pesuruh untuk membersihkan kelas, tp dibebankan kepada anak dan guru
SEKOLAH DI COUNTRYSIDE
Bulan Mei yang lalu, saya mendapat kesempatan mengunjungi sekolah dasar (shougakko) dan SMP (chuugakko) di Kamiyahagi, Gifu ken. Program yg saya ikuti adalah international study, salah satu program yg sudah cukup lama dilaksanakan oleh pihak educational board Ena city, yg membawahi Kamiyahagi area. Ini salah satu program yg sedang digalakkan monbukagakusho dalam rangka menyiapkan anak2 Jepang menyongsong globalisasi.

Seperti halnya sekolah yg lain di Jepang, Kamiyahagi school pun berfasilitas lengkap, bersih, dan outdoor yg sangat luas. Keadaan ini sangat bertolak belakang dg jumlah siswa yg minim.  Rata-rata kelas berisikan 10-20 anak, dan hanya ada satu kelas per grade-nya. Tidak seperti di Indonesia, ada 1A, 1B, sampai F barangkali. Hal yg membuat saya sangat iri adalah sekolah pun dilengkapi dg slide projector, in focus, video, handy cam, digital camera, peralatan yg serba canggih, yg sepertinya sulit diadakan di Jakarta sekalipun

Saya menyempatkan waktu untuk mengamati kegiatan kelas, berdiskusi dg principal, dan para guru. Kelas 1 SD yg saya kunjungi pertama kali mengingatkan sy pada TK-nya Indonesia.  Suasana kelas sangat fun, bernyanyi, gerak badan, sambil berkenalan dg angka dan huruf Jepang yg rumit. Ketika sy mempresentasikan ttg flora fauna Indonesia, seorang anak bertanya :'jenis mushi (insect) apa yg ada di Indonesia ?" Dan sy kelabakan menjawabnya krn keterbatasan bhs jepang, tp anak yg lain membantu sy dg membawakan ensiklopedi besar berisi daftar mushi yg ada di Jepang.. Subhanallah, mereka mengenal satu per satu, dan bahkan ketika sy mengikuti program home stay di mie ken, sy juga mendapati anak host family memelihara mushi di dalam box khusus yg banyak dijual di toko. Jadi satu pelajaran yg saya dapat : anak tdk disuruh menghafal mati nama2 binatang, tp jg diajak pula  melestarikannya. Dan banyak lagi pelajaran yg bisa didapat dari metode ini, misalnya melatih sense of  responsibility, krn setiap hari binatang2 itu harus diberi makan, dicek kelembaban kandangnya, dll.
Kunjungan berikutnya, adalah SMP.  Sama dg SD, sekolah ini juga sangat luas dengan murid yg sedikit.  Yang memukau dari kunjungan ini adalah para siswa begitu faham tentang kampung halamannya di mana sekarang mereka bersekolah.  Mereka tahu ikan jenis apa yanga ada di sungainya, pohon tertua yg ada di desanya, sakura yg tertua....saya terinspirasi untuk menanamkan juga kepada para murid saya kecintaan dan keinginan untuk melestarikan apa yg ada di kota, desa, kampung tempat mereka dibesarkan dan menikmati masa kecilnya.
Hal kedua yg membuat saya kagum adalah ketika para siswa kelas 2 menyanyikan lagu hymne sekolah, suara mereka merdu sekali. Ini pasti karena pelajaran musik yg serius yg mereka terima, siswa tidak sekedar mengeluarkan suara tapi betul2 menikmati syair, dan mengenal tangga nada dg baik..

Nagoya, Juli 2005

home back