MORAL EDUCATION DI JEPANG |
Setiap hari rabu di 2 pekan per bulan, saya mengikuti kuliah yg dikhususkan untuk ryuugakusei, dan terutama bagi peserta Teacher Training. Bulan Juli ini ada suatu kuliah menarik dari Prof Mina Hattori, seorang wanita yg tertarik dengan pendidikan wanita dalam Islam. Beliau pernah mengadakan penelitian di sebuah pesantren putri di Padang. Hari itu, sensei membawa beberapa bundel buku tua yg ternyata adalah textbook moral education (doutokukyouiku) yg dipakai di sekolah Jepang sejak Meiji era. Content dari buku yg dipakai untuk anak SD terkesan sangat sederhana. Anak kelas 1 SD diajari ttg perilaku kecil yg sehari-hari mereka temukan di lingkungannya, misalnya apa yg harus dilakukan jika mereka sedang bermain, dan memecahkan jendela tetangga , maka segera harus minta maaf. Contoh lain jika mendapati hewan terperangkap di dalam ruangan maka harus segera membuka pintu atau jendela untuk meloloskan mereka. Bahan bacaan sangat sederhana dan ditulis dg huruf katakana, dilengkapi dg gambar yg menarik dan berupa cerita dg beberapa tokoh. Ketika membaca itu seolah-olah anak digiring untuk menjadi pelaku utama dalam cerita. Moral education di Jepang saat ini dianggap sangat urgent setelah belakangan ini terjadi dekadensi moral di kalangan pelajar Jepang. Angka bullying, truancy, violancy, dan suicide di sekolah meningkat secara signifikan, terutama di tingkat SMP, sehingga monbukagakusho menekankan kembali pembelajaran moral education dan guru diharapkan lebih memperhatikan personality siswa. Selain ttg moral education sensei juga memperkenalkan textbook sejarah, yg isinya didominasi dengan pesan berbau nasionalisme, pengabdian kpd tenon (emperor) dan beberapa obligatory untuk mengikuti wamil untuk keperluan perang . Setelah perang dunia ke 2 berakhir, textbook mengalami reform, guru di kelas meminta siswa untuk memblok dg tinta hitam bagian yg berkaitan dg pengabdian kepada tenon, kegiatan ibadah di shrine yg juga mengaju kpd penghormatan kpd tenon, dan juga ilustrasi yg bermakna sama. Sehingga mereka hanya mempelajari hal2 yg berkaitan dg hubungan manusia sehari2. |
Buku moral education yg dipakai sekarang adalah buku yg disusun oleh monbukagakusho sejak 10-20 th yg lalu. Judul buku juga dibuat menarik.. Tidak seperti di Indonesia buku PKPn ya judulnya PKPn. Tapi di Jepang judul buku disesuaikan dg isinya. Misalnya untuk kelas 3 SD judul buku adalah "Bagaimana menjaga keselamatan pribadi". Content buku secara garis besar adalah bgm berperilaku di jalan, di dalam kendaraan umum. Apa saja permainan yg aman di dalam kelas ketika hari hujan. Bagaimana mereka berangkat dan pulang sekolah dg aman. Perbuatan apa yg tidak boleh dilakukan di tempat umum yg akan mengganggu orang lain. Sangat berbeda dengan buku PMP yg saya pelajari dulu waktu SD, yg isinya menghafal butir2 Pancasila, atau menghafal norma2 baik di masyarakat tp pada kenyataannya lupa untuk menerapkannya. Demikian pula dg buku agama yg isinya dominan hafalan ayat dan bacaan yg membosankan. Menurut saya sdh waktunya kita memperbaharui textbook yg kita pakai di sekolah. Sebaiknya Diknas tidak saja memberikan penjelasan dg bahasa Undang-undang untuk kepada tim penyusun buku ajar di sekolah, tp lebih kepada practical sentence (Sy mencoba mempelajari UU Sisdiknas 2003 dan puyeng juga membayangkan bentuk kongkritnya di lapangan). Bahasa yg dipakai dalam textbook sebaiknya menyesuaikan dg bahasa anak. Guru pun hendaknya memberi kesempatan anak untuk berpendapat lain, mengomentari materi dan pun mendengarkan pendapat temannya.. Sebab anak sebenarnya tidak hanya belajar dari sekolah tp dia pun belajar dari lingkungannya. Meidai, Juli 2005 |