MEMBENAHI PESANTREN |
Pondok Pesantren (PP) dapat dikatakan sebagai cikal bakal model pendidikan Islam di Indonesia. Ada kurang lebih 14.600 pesantren di Indonesia yg tercatat di DEPAG, yang kebanyakan berada di rural area. Pesantren juga menjadi andalan orang tua yg tidak memiliki cukup dana untuk menyekolahkan anaknya. Sebagian besar pesantren tidak bersifat komersial, sejalan dg ajaran Islam yg menganjurkan agar mempermudah jalan bagi para penuntut ilmu. Dahulu pesantren lahir begitu saja, tanpa mempedulikan perlunya lisensi dari pemerintah, tp sekarang ini kebebasan untuk mendirikan pesantren sepertinya agak dibatasi sejalan dg isu terorisme yg dikaitkan dg aktivitas di pesantren. Beberapa pesantren yg diselidiki, dimatai2 bahkan tak jarang dituduh tanpa ada bukti sbg antek teroris Banyak pesantren yg telah bermetamorfosis menjadi lebih modern dg menambahkan kurikulum diknas ke dalam madrasah2 yg mereka dirikan, pun pesantren yg mengajarkan keprofesian tertentu kpd santri, seperti Pesantren Darul Fallah, Darun Najah, Hidayatullah, dll. Fenomena ini membuktikan bhw pesantren tidak mau ketinggalan kereta kemajuan. Namun tetap saja kita tdk bisa memungkiri data yg menunjukkan bhw kualitas lulusan pesantren atau madrasah berada di bawah lulusan sekolah umum, terlihat dari angka UAN dan kelulusan di UMPTN. Opini masyarakat pun belum bisa kita dobrak. Masih beredar anggapan yg meremehkan pesantren sbg lembaga pendidikan yg bonafide. Dan sekarang muncul ghirah baru di kalangan mahasiswa kita untuk lebih memperdalam Islam. (Insya Allah saya akan bahas dalam lain kesempatan.). Fenomena ini pun seharusnya memicu pesantren untuk bergiat. Saya sebagai orang pesantren ingin melakukan autokritik krn selama ini kebanyakan kritik muncul dr orang di luar pesantren. Oke, sedikit banyak yg akan sy ceritakan mungkin agak subjektif, shg tidak bisa digeneralisasikan dg pesantren yg lain Saya tdk akan menjelaskan panjang lebar ttg pesantren saya krn sedikit telah sy bahas dlm profile. Ada beberapa hal yg menjadi highlight pembahasan : 1. Subject yg diajarkan dan metode pembelajaran 2. Managemen dan Pendanaan pesantren 3. Pesantren dan society Topik tersebut insya Allah akan saya bahas secara bertahap. |
Subject yang diajarkan di Pesantren tidak saja banyak tapi pun tumpang tindih. Dalam kasus PP yang mengintegrasikan kurikulum Diknas, Depag dan local content (PP), terdapat mata ajaran yg sebenarnya sama isinya, misalnya dalam kurikulum Depag tdpt materi Aqidah Akhlaq, di kurikulum PP pun tdpt Akhlakul banin wal banaat. Pun materi Bahasa Arab sejalan dg pelajaran mahfuuzot, mutholaah, nahwu shorof di pesantren. Jika materi di pesantren dimaksudkan untuk menambah bobot materi Depag, mk seharusnya tdk ada duplikasi dan outcome-nya semestinya siswa sangat fasih berbahasa Arab. Demikian pula dg materi Fikih, siswa pun seharusnya menjadi siswa yg benar2 plus. Yang patut direform adalah : content dan sistem evaluasi yg harus terdefinisikan dg jelas. Jika suatu subject adlh alat untuk mempelajari ilmu yg lain, misal bahasa, mk target yg hrs diraih siswa hrs jelas. Misal dg menguasai Bhs Arab, siswa dpt memahami makna Al-Qur'an, membaca hadits, memahami literatur Arab, berkomunikasi dalam bahasa Arab. Sistem evaluasi hrs dapat mengukur ability dan achievement siswa. Barangkali patut pula memikirkan test kemampuan bahasa semacam TOEFL or TOIEC untuk bhs Arab. Fikih dan akhlaq seharusnya bisa diukur dg pengamalan ibadah dan personality siswa. Benarkah dia sholat minimal 5 kali sehari, bagaimana sikap, motivasinya dlm belajar, relasinya dg teman, guru dan orang sekitarnya. Evaluasi pembelajaran Al-Qur'an juga semestinya terukur dg betulkah tajwid siswa, lancarkah bacaannya, berapa jam dia membaca Al-Quran per hari, berapa juz yg dia hafal. Untuk mewujudkan itu semua, maka guru pun harus direform. Guru harus ditrain agar memahami betul apa tujuan subject yg diajarkannya, bgmn mencapainya, dan bgm mengevaluasinya. Harus pula mulai dikembangkan Teacher Appraisal System. Selain tentunya memberikan gaji yg layak kpd mereka. Namun hal terakhir ini sepertinya sulit diterapkan di pesantren krn kehidupan zuhud yg mereka jalani. Banyak pelajaran berharga yg saya dapati dalam diri asaatidz yg mengabdi di pesantren. Kesederhanaan hidup salah satunya. Bahwa rizki dari Allah sebenarnya sangat cukup. Yang terpenting kembangkan image untuk tidak iri thd harta orang lain. Kehidupan mereka juga merupakan cermin berharga bagi para santri. Ngaoya, Juli 2005 |