SUARA PEMBARUAN DAILY, 28 April 2004
Tajuk Rencana
Kapolri Harus Tegas Selesaikan Kerusuhan Ambon
AMBON rusuh lagi. Berita ini tentu menyedihkan dan mengejutkan karena sejak
kesepakatan damai disetujui 2002, Ambon dan sekitarnya dinyatakan aman. Darurat
sipil di provinsi itu baru dicabut tahun 2003 lalu. Namun, Minggu (25/4), kembali
terjadi kerusuhan yang dipicu oleh kasus bentrokan antarwarga. Sampai hari ini lebih
dari 20 orang tewas dan ratusan orang cedera. Kantor, sarana pendidikan dan gereja
yang sudah direhabilitasi ikut dibakar. Konon, aksi itu dilakukan karena massa Front
Kedaulatan Maluku/Republik Maluku Selatan (FKM/RMS) melakukan pawai di
beberapa ruas jalan guna memperingati HUT Ke-54 Kemerdekaan RMS.
Kita perlu mendesak pemerintah agar segera mengangkat Menko Polkam dan Menko
Kesra definitif, bukan Menko ad interim. Maksudnya, kedua Menko itu selama ini
sangat membantu dan berkonsentrasi menyelesaikan masalah kerusuhan di Ambon
dan Poso. Terlepas dari siapa yang menjadi penyebabnya, meluasnya kerusuhan
secara cepat menunjukkan situasi Ambon seperti api dalam sekam. Artinya,
perdamaian yang didengungkan selama ini hanya bersifat semu dan sandiwara. Tidak
mencerminkan keadaan sesungguhnya. Apalagi ada kelompok yang memanfaatkan
situasi yang terjadi.
DALAM konteks ini kita mencermati pernyataan Gubernur Maluku, Karel Ralahalu,
yang mengingatkan semua pihak agar tidak membuat pernyataan-pernyataan yang
bisa memperkeruh suasana. Artinya, ada kelompok memanfaatkan situasi itu untuk
kepentingannya. Ia juga minta agar dikotomi pro-NKRI (Negara Kesatuan Republik
Indonesia) dan pro-FKM/RMS dihilangkan. Karena, bila ada kelompok yang mengaku
pro-NKRI, kenapa harus membakar gedung-gedung dan sekolah-sekolah? Kita mau
mengatakan, kerusuhan Ambon tidak terlepas dari situasi politik nasional saat ini,
terutama menjelang pemilihan pemimpin nasional.
Dalam konteks inilah kita bertanya kepada Kapolri apakah sudah dilakukan penelitian
yang mendalam dan komprehensif, apakah kelompok FKM/RMS betul-betul ada atau
ada yang merekayasa agar ada kelompok seperti ini? Kalau pun sudah ada penelitian
mendalam, harus segera diumumkan dan harus diambil tindakan tegas, siapa
sebetulnya kelompok yang menamakan diri FKM/RMS itu. Kalau tidak, situasinya
akan berlarut-larut. Dalam kacamata kita, sebetulnya kelompok-kelompok seperti itu
tidak terlalu banyak dan tidak perlu dibesar-besarkan.
Kita juga perlu mencermati dampak lain dari pengiriman aparat keamanan baik dari
TNI maupun Polri ke Ambon. Kalau tidak ada koordinasi yang baik, jangan-jangan
mereka malah dimanfaatkan oleh organisasi atau kelompok tertentu yang dapat
memicu pertikaian dan kerusuhan lebih lama. Oleh karena itu, kita mengatakan
dengan tegas bahwa kelompok separatis yang menamakan diri FKM/RMS dan
kelompok lain yang memanfaatkan situasi, harus ditumpas. Untuk itu, perlu dilakukan
dialog rutin dan berkelanjutan dengan mereka untuk mengetahui apa latar belakang
gerakan mereka.
KITA mendesak agar aparat keamanan bertindak tegas kepada siapa pun yang
melakukan kerusuhan dengan tetap memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Bila
ada isu bahwa kepolisian membela kelompok tertentu dan TNI membela kelompok
lain, anggap saja hal itu upaya mengadu domba keduanya dan seharusnya tidak perlu
terjadi. Aparat kepolisian harus bertindak profesional untuk mengatasi gangguan
keamanan di Ambon.
Dalam konteks itulah, kita mendukung jiwa "Kesepakatan Maluku" tahun 2002 yang
bertekad menghentikan pertikaian, melakukan rekonsiliasi dan rehabilitasi. Ternyata
kesepakatan itu tidak bermakna sehingga perlu melaksanakan agenda berikutnya.
Rekonsiliasi tentu bukan menghapus kenangan pahit dan fakta yang menyakitkan
hati, melainkan bertekad menciptakan hubungan baru antarmanusia demi
membangun masa depan yang lebih baik. Rekonsiliasi harus diciptakan dulu, baru
kemudian dilanjutkan rehabilitasi mental, sosial, sarana dan prasarana.
Last modified: 28/4/04
|