RIWAYAT SUNYI
kepada Megawati
 

Oleh :
Eddy A. Efendy



 
 
 
 

23 Januari 1946, saat beduk maghrib tiba
istriku terbaring di kamar tidur.
Lampu padam atap atas kamar runtuh.
Mega yang gelap dan berat melepaskan bebannya.
Air hujan ngalir ke penjuru kamar seperti sungai.
Dokter dan juru rawat mengusung Fatmawati, ia basah kuyup.
Di antara kegelapan dan rintik hujan itu, anakku iahir

aku luruh ketika air mata
kau seka dari balik kerudung hitammu
letnan satu Surindo Suparjo suamimu itu,
terbaring di semak-semak Irian Jaya, 1970,
bersama tujuh orang awak pesawat Skyvan T-701.

matamu nanar, ketika kau jabat jari jemari
perjaka Hassan Gamal Ahmad Hasan,
di pojok restoran Jakarta. 27 Juni 1972,
di bangku kecil Kantor Urusan Agama Sukabumi,
engkau menebar senyum.
satu setengah jam lebih, mega pun runtuh
dari balik atap ranjang pengantin itu.

saat beduk mahgrib tiba, Maret 1973,
pria Ogan Komering Ulu, Palembang,
berkata lirih, "aku Taufik Kiemas,
aktivis GMNI, pengagum ayahmu, ingin menikahimu."
airmatamu keruh.  Dari balik alismu,
ratusan sejarah patah
menyingkap gaun merahmu.

laut diam, daun-daun pagi
memunguti rambutmu. di luar rumah, dari balik pagar
Orang-orang ramai memotong kelaminnya sendiri.
dan di lorong tapal batas itu, - antara Cikini Diponogoro -
aku ciumi rahimmu. Bau amis merebak,
darah ngalir di trotoar mengubah sejarah batu-batu
jadi kota yang mati

Di tepi jalan raya Cikini,
saat beduk maghrib tiba, Mbok Tjitro,
pengasuhmu itu,
Membasuh rambutmu yang panjang
 

1999
 

Republika, 27 Juni 1999

 Sajak-sajaknya yang Lain
 Pesajak-pesajak Lain