Ibu meminta kamar selalu terang.
seperti Jakarta, katanya.
Tapi jangan membuat jembatan diatas lubang.
Ujung-ujungnya lubang juga yang menghadang.
Pergilah seperti angin,seru ayah.
Kemana angin bertiup sejuknya selalu terasa
Meski seorang nakhoda krang menghendakiLebih baik tanganmu pendek tapi ulurannya sampai ke rumah.
Ketimbang tanganmu panjang namun tak sampai kehalaman.
Bahkan riskan ditebas pedang,ujar ibu.
Bicara seharum bunga,melangkah selincah kijang,
menolak sehalus bulu tupai,
menghitung hari sesabar usiamu berjalan,
bisik ayah pukul 5 pagiLalu aku menelan kata mutiara mereka dengan hati bergetar.
Di tingkah polusi kehidupan yang menyiram pikiranku,
suara-suara itu berulang-ulang terjaga ditelinga.
Ibu di kanan, ayah di kiri.
Mereka ingin aku tetap berada di jalan yang mereka bangun
dengan kata-kata bijak.
Tetapi garis lain telah mengarahkan langkahku ke jalan seorang bajingan !
Jakarta,1998/1999.
Republika Minggu, 19 September 1999
Mailing List Penyair
Pengirim Yono wardito
Sajak-sajaknya yang Lain Penyair-penyair Lain