SURAT YANG BELUM SEMPAT TERKIRIM BUAT IBU Oleh : Endang Supriadi Tak bosan kujelaskan lagi padamu, Ibu, bahwa
pikiran-pikiran kami seperti halaman koran hari ini
selalu bersambung ke halaman lain. Tapi, sejak
anak-anakmu tumbuh jadi benalu di rumah sendiri
engkau tak pernah lagi melihat matahari bertengger
di atas kepala kamiKami sudah belajar dari buku, dari sejarah atau
dari para musafir yang mati sia-sia. Tapi kami merasa
telah jadi kecoa dalam tabung. Bagaimana kami bisa
berkata-kata lagi bila lidah kami terjepit pagar
kemunafikan?Di musim menangis ini, engkau tak pernah memagang
sapu tangan. Benang kesabaran dan ketabahan telah
menghapus airmatamu. Tapi, katakan, Ibu, harus di mana
kami tinggal. Harus bagaimana kami berjalan. Sejak
kebebasan terbelenggu oleh kekuatan-kekuatan, kami
jadi lumpuh. Di tubuh kami cuma ada darah dan mata yang
masih bisa bergerak. Entah di mana pikiran kamiOrang-orang belajar menggali sumur dari dalam
rumah sakit. Satu keluarga atau mungkin sendirian
menaiki tangga hari dengan hati was-was dan gelisah
namun kami tetap menanam keyakinan bahwa air matamu bisa
memercikkan api semangat pada kami yang terkungkungTak bosan kujelaskan lagi padamu Ibu, bahwa
kami sudah tak punya tempat untuk melukis wajahmu yang
sejuk. Kami sudah kehilangan ruang dan waktu untuk
bicara. Entah di mana kami terdampar. Semua gelap dan
kami tak bisa melihat. Tengoklah, Ibu, anak-anakmu kini
tengah mengais-ngais kebenaran di jalan berdebu.
Jakarta, April 1998
Sajak-sajak Peduli Bangsa
Pengantar Red:Reformasi terus bergulir, sajak-sajak peduli bangsa bersemangat reformasi juga terus mengalir ke redaksi Republika dari seluruh penjuru tanah air. Perdebatan politik pun tak kunjung selesai, soal sidang istimewa, soal percepatan pemilu, sampai gegap gempita pembentukan partai-partai baru. Tapi, ada yang tak bisa kita lupakan: makin banyak rakyat kecil yang menjerit kelaparan, penganggur yang terus bertambah, harga sembako yang masih tinggi, di tengah perekonomian negara yang terancam bangkrut. Karena itu, sajak-sajak kepedulian pada penderitaan rakyat kecil, sajak-sajak bersemangat penyadaran kemanusiaan, sajak-sajak cinta tanah air, akan lebih dihargai untuk masuk di rubrik ini.Republika Online edisi: 07 Jun 1998
Sajak-sajaknya yang Lain Penyair-penyair Lain