BAU KEMATIAN

Oleh :
Endang Supriadi





di sini, di dada yang segera busuk ini
tengah bermukim seribu kegaduhan dan pekik
kelelawar. juga suara kran air yang tak
dimatikan, bertumpuk-tumpuk di benak yang
paling dalam. dan pada diamku, ada sebuah
cermin yang kotor. seperti serbuk belerang
yang ditiup angin atau seperti kepak sayap burung
yang mengatup dan membuka di udara, begitu risih

aku sujud dibalik malam, mengupas irama jengkrik
dan bau kematian. hutan yang tertidur telah
mencuri semangatku. tapi sebuah cahaya dari
seekor kunang-kunang yang terbang sendiri,
telah meneteskan gambar-gambar sebuah perjalanan
yang berujung pada sebuah telaga. aku ingin
bertanya pada keranda waktu: seperti apakah
kematian yang tak ditangisi oleh mayatnya sendiri?

di sini, di dada yang segera busuk ini
aku sedang menikmati proses peleburan diri
ke dalam suasana yang baru. dan engkau,
takkan percaya kalau aku tak mengundang bulan
atau matahari untuk menyaksikan ketiadaanku
tapi aku telah merasa bahwa kematian ini amatlah
berharga bagi para cacing, dan embun yang membungkus
diriku di dalam kubur.
 

Jakarta, 2000
 

Kompas  - on-line (02/06/2000)
 

  Sajak-sajaknya yang Lain
 Penyair-penyair Lain