|
Deg! Ternyata hidup mereka memang berakhir sampai di sini, batin kubus-kubus kuning itu. Dan dengan suara perlahan mereka mulai berpamitan antar mangga itu sendiri dan juga dengan tetangga-tetangga lain yang berada di wadah-wadah yang berbeda. Ada strawberry, melon, apel, kacang merah. Semuanya. Dan suara mesin penyerut es yang mulai bekerja membuat hati mereka mengkerut. Bahkan semakin ciut ketika bunyi itu berhenti. Datanglah saat penentuan ketika sang pelayan membuka tutup kaca dan mulai menyendoki mereka satu-persatu, menata dengan hati-hati irisan mangga itu di atas gunung es di dalam mangkuk. Duh, dinginnya, sama saja dengan berada di dalam kotak kaca. Dan lengket, seiring dengan disiramkannya susu kental ke sekujur tubuh mereka.
Para mangga yang terpilih itu hanya dapat menatap dengan pasrah wajah si gadis yang semakin besar seiring dengan jarak antara mereka dengan si gadis yang semakin memendek. Namun anehnya, tidak ada satu pun dari mangga-mangga itu yang ketakutan menjelang ajal mereka. Semua terpesona melihat kombinasi yang sempurna antara mata, hidung yang lancip, bibir, dan rona cerah wajah si gadis.
Dengan penuh minat para mangga itu memperhatikan si gadis berulang-ulang mengalihkan pandangannya dari nampan, mangkuk es, dan wadah sendok plastik yang penuh dengan sendoknya. Seolah-olah ada sesuatu yang ingin diutarakannya tetapi ia terlalu malu untuk itu. Sang pelayan memberikan uang kembalian kepadanya dan tersenyum penuh arti. “Sendoknya dua?”
Si gadis mengangkat wajahnya yang kini memerah. Ia mengangguk pelan, merasa jengah.
“Silakan,” sambung si pelayan sambil mengangsurkan dua buah sendok plastik.
Dan mangga-mangga itu – baik yang berada di mangkuk maupun yang masih di dalam kotak kaca – pun bersorak gembira. Mereka yakin si pemuda – Finn – akan turut sependapat dengan mereka, dengan si pelayan, dan dengan si gadis itu sendiri.
Tidak ada Nita di antara mereka.
Tamat
November 2, 2003 |
|