Dua Keanehan Ala Indonesia
Tanggapan-tanggapan Joshua Lainnya
Salam Sejahtera!
Saudara-saudara semua,
Sebelumnya, saya ingin mengatakan bahwa semua tulisan saya sama sekali tidak
dimaksudkan untuk menetapkan Maluku atau Poso sebagai pihak yang mutlak
berada pada pihak yang benar dan adil di hadapan Tuhan. Saya tidak tahu persis
situasi di Poso, tetapi saya tahu persis situasi di Maluku, terutama di Ambon, bahwa
kebenaran dan keadilan sudah hampir tidak bisa ditemui dimana-mana. Komentar
saya kali ini menyangkut keanehan lokal dan nasional ala Indonesia, yang ikut
meramaikan ketidakbenaran dan ketidak adilan di Maluku dan Poso.
Alinea pertama dari Manado Post mengatakan bahwa: "Majelis hakim detaser di
Pengadilan Negeri kelas 1 Ambon yang diketuai Sugeng Riyono, SH mulai
menyidangkan tiga terdakwa penghasut dan perusak Kantor Gubernur Maluku pada
Rabu (3/4) lalu." Dari sini, seseorang tentunya akan berharap untuk mendengar
semacam tuntutan panjang tentang kegiatan penghasutan sehingga mengakibatkan
musnahnya Kantor Gubernur Maluku.
Apa yang dikemukakan kemudian sebagai tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum
(JPU), Lily Pattipeilohy (SH?) atas Yacob Sahetapy (57 th), adalah:
"terdakwa pada hari itu bersama rombongan massa mengamuk di jalan Wem
Reiwaru, tepatnya di belakang Kantor Gubernur Maluku, dengan turut melempari kaca
jendela kantor dan menggoyang-goyang pagar pintu masuk. "Perbuatan itu dilakukan
dalam keadaan emosional massa karena sebelumnya terdakwa turut menyaksikan
delapan korban tewas dan lebih dari 55 orang luka-luka berat/ringan bergelimpangan
di jalan Yan Paays akibat terkena ledakan bom pada pukul 11:30 WIT."
Baru saja saya katakan bahwa kebiasaan Pengadilan NKRI sekarang adalah
"menggantung maling ayam dan melepaskan koruptor, sekarang ini muncul lagi
kegemaran tersrbut" Kalau berkenan dengan "orang kecil yang tak berdaya",
Pengadilan NKRI seperti singa yang mengaumkan KUHP, tetapi jika kena-mengena
dengan yang punya backing pejabat dan uang, KUHP berubah menjadi "Kalau
Untung, Habis Perkara!" Dimanakah "Idiamin Tabrani Pattimura dan Syafruddin alias
Sasa" yang misterius itu??? Masih di dalam scenario dagelan Polisi, TNI atau
Pemerintah NKRI dan belum dimainkan? Sekarang kita ulas ucapan JPU, Lily
Pattipeilohy!
Istilah manakah dari ungkapan: "terdakwa pada hari itu bersama rombongan massa
mengamuk di jalan Wem Reiwaru, tepatnya di belakang Kantor Gubernur Maluku,
dengan turut melempari kaca jendela kantor dan menggoyang-goyang pagar pintu
masuk," yang bisa dikategorikan sebagai "tindakan penghasutan"? Jika terdakwa
dapat digolongkan sebagai penghasut, mengapa "tombongan massa" tidak ditangkap
sebagai penghasut, karena melakukan tindakan yang sama? Apa itu menghasut dan
berapa lamakah waktu yang dibutuhkan untuk menyuntikkan sebuah hasutan
hasutan? Apakah JPU punya bukti yang berkaitan dengan "waktu" tersebut?
Jangan-jangan, JPU hanya menggunakan gaya PDSM (Polda Maluku dan Kodam
Pattimura) yang menangkap pemuda Kristen belasan tahun dengan bersenjatakan
panah, di antara puing-puing rumah dan desanya, lalu menuduhnya sebagai
provokator, tetapi gembong pemilik dan penyiar radio SPMM dibiarkan lolos?
Bagian dakwaan JPU yang lain berbunyi: "Perbuatan itu dilakukan dalam keadaan
emosional massa karena sebelumnya terdakwa turut menyaksikan delapan korban
tewas dan lebih dari 55 orang luka-luka berat/ringan bergelimpangan di jalan Yan
Paays akibat terkena ledakan bom pada pukul 11:30 WIT." Apakah JPU pernah
melihat seorang "penghasut yang emosional"? Apakah seorang penghasut atau
provokator kawakan harus larut di dalam massa yang emosional? Apakah hanya
terdakwa yang menyaksikan peristiwa pengeboman tersebut lalu menceritakannya
kepada massa dengan berbumbu hasutan untuk menyerang Kantor Gubernur?
Ataukah terdakwa adalah bagian dari massa yang emosional yang JUGA melihat
korban pengeboman, dan kebetulan berada di garis depan?
Kedua JPU yang lain, P. Sahanaya, SH dan H. Lesbassa, SH juga tidak punya
kasus! Tuntutan mereka yang berkaitan dengan "penghasutan" tidak berdasar dan
terlalu dibuat-buat. Lagipula, Kantor Gubernur musnah karena terbakar dan kebakaran
bukan dimulai dari bagian belakang dan pintu pagar, sebab tidak satupun ada bom
Molotov yang dilempar ke dalam. Sandiwara apakah yang sedang dimainkan oleh
JPU dari Pengadilan NKRI dibalik keanehan dari Maluku ini? Saya tidak mengatakan
bahwa merusak asset Pemerintah dan sarana umum adalah tindakan yang bisa
dibenarkan karena alasan apapun. Saya hanya mengatakan bahwa tusuhan
"melakukan penghasutan" tidak berdasar dan terlalu dibuat-buat.
Keanehan kedua berasal dari Cilangkap, Jakarta. Menurut KCM, Jumat, 30 Agustus
2002, 19:15 WIB, "Panglima TNI Heran Masih Ada Kelompok Pendatang di Poso."
"Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto menyatakan heran karena masih ada
kelompok pendatang di Poso yang kehadirannya tidak memperbaiki keadaan. "Saya
tidak faham mengapa kelompok-kelompok itu masih harus berada di sana (Poso)
yang justru hanya memperkeruh situasi, bukan memperbaiki," kata Panglima kepada
wartawan di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Jumat."
Saya jadi berpikir, "Lalu, siapa yang mengatakan bahwa di Poso ada pasukan asing
yang berkeliaran, sehingga Mabes TNI perlu mengirimkan satuan KOPASUS untuk
menyelidiki kebenarannya?" Kalau sampai Panglima TNI heran akan adanya WNI
yang tidak legal di Poso, tentunya beliau harus sangat kaget dengan adanya pasukan
asing yang berkeliaran di Poso. Lalu siapa yang mengirim pasukan Kopasus ke Poso
dan bukan petugas intel? Bukankah Menkopolkam sudah menginstruksikan agar
yang tidak berhak ada di Poso harus keluar? Lalu, bagaimana koordinasi
pelaksanaannya dengan pihak yang berwajib, TNI dan Polri? Masakan Panglima TNI
bisa sampai keheranan?
Akibatnya, ketika ditanya, "siapa kelompok pendatang yang dimaksud?", Panglima
TNI segera menghindar. Apalagi kalau ditanya, "Pasukan asing mana yang dicurigai
berkeliaran di Poso?", mungkin Panglima TNI akan ambil langkah seribu. Sekarang
terlihat jelas bahwa pasukan Kopasus itu juga termasuk di dalam "kelompok
pendatang tidak sah", yang datang ke Poso dengan alasan yang dibuat-buat.
Kelompok Kopasus dan Laskar Jihad yang pantang disebut oleh Panglima TNI,
adalah sebagian dari kelompok-kelompok ilegal yang harus dikeluarkan dari Poso.
Itulah dua keanehan ala Indonesia, satu dari Maluku untuk Maluku, dan satu dari
Cilangjkap, Jakarta untuk Poso. Tidak heran, situasi di kedua daerah tetap seperti
gunung berapi yang terus-menerus mengepulkan asap. Mari kita berdoa dan berserah
di dalam kesediaan untuk berubah, supaya Yesus Kristus berkenan mengubah Poso
dan Maluku dan seluruh bangsa ini menjadi manusia dalam arti yang diinginkan
Penciptanya.
Berdoalah juga untuk Papua, sebab kelihatannya Pemerintah Indonesia dengan
dukungan Kopasus dan Laskar Jihad, mulai me-Maluku-kan dan mem-Poso-kan
Papua juga, dengan menunggangi isu-isu OPM.
Salam Sejahtera!
JL.
|