SINAR HARAPAN, Kamis, 24 Oktober 2002
Pangdam Pattimura: Pemimpin Geng Coker Pernah Jadi
Informan Kopassus
Ambon, Sinar Harapan
Pangdam XVI Pattimura, Mayjen TNI Djoko Santoso, mengakui bahwa pemimpin
preman Geng Coker, Berthy Loupatty, pernah menjadi informan bagi Satgas Sandhi
Yudha Kopassus yang bertugas di Ambon beberapa waktu lalu.
"Status informan Berthy Loupatty tersebut memang dilakukan sebelum saya
menjabat sebagai Pangdam Pattimura," jelas Djoko Santoso kepada pers, di
Makodam Pattimura, Ambon, Kamis (24/10) siang.
Menurutnya, ketika itu Berthy Loupatty sering keluar-masuk markas Satgas Sandhi
Yudha Kopassus. "Namun setelah saya menjabat sebagai Pangdam, status informan
Berthy dihentikan. Saya perintahkan dia harus dipulangkan ke rumahnya dan tidak
lagi tinggal di Markas Satgas Kopassus apalagi menjadi informan," tandasnya.
Djoko Santoso mengaku sejak perintahnya tersebut dikeluarkan maka Berthy
Loupatty telah dipulangkan ke rumahnya di kawasan Kudamati, Kecamatan
Nusaniwe, Kota Ambon.
"Saat ini pun kalau dia masih berada di Markas Kopassus maka saya yang akan
memimpin sendiri operasi penangkapannya dan selanjutnya diserahkan ke Polda
Maluku," paparnya.
Selama menjadi informan, menurut Djoko Santoso, Berthy Loupatty memang
bertugas memasok informasi mengenai insiden-insiden yang terjadi di Maluku
terhitung 19 Januari 1999 sampai tahun 2002. "Dan data-data tersebut saat ini dalam
pengolahan Mabes TNI," katanya.
Dijelaskan, pihak Kodam XVI Pattimura sampai saat ini masih terus menunggu hasil
pemeriksaan para tersangka yang merupakan preman Geng Coker yang sampai saat
ini masih diperiksa di Mabes Polri.
"Kalau memang ada anggota TNI yang turut mendukung langkah-langkah para
preman tersebut akan ditindak sesuai hukum yang berlaku," tandasnya.
Bahkan menurutnya, dalam operasi penangkapan para preman Geng Coker yang
dilakukan oleh Polda Maluku, pada hari Jumat (18/10) hingga Senin (21/10), dirinya
juga memerintahkan Satgas Yonif 741/Udayana untuk membantu operasi
penangkapan. "Jajaran TNI di Maluku tetap membantu upaya pencarian dan
penangkapan para preman tersebut," katanya.
Sudah Kabur
Sementara itu, menurut sumber-sumber SH di pelabuhan Ambon, Berthy Loupatty,
kemungkinan telah melarikan diri dari kota itu, diduga dengan menyusup di antara
sekitar 600 mantan anggota Laskar Jihad Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal
Jamaah (FKAWJ) yang dipulangkan dengan menggunakan kapal KM Lambelu milik
PT Pelni, Senin (21/10) malam. Sumber-sumber tersebut bisa mengenali muka
Berthy di antara para anggota Laskar Jihad.
Memang tidak diketahui kota tujuan keberangkatan Berthy Loupatty dengan
menumpang KM Lambelu, yang dalam perjalanan menuju Jakarta akan menyinggahi
Kota Bau-bau, Makassar dan Surabaya.
Dari informasi lain yang dihimpun SH dari berbagai kalangan menyebutkan Berthy
Loupatty mempunyai jaringan bukan saja di komunitas Kristen tetapi juga dengan
para preman di komunitas Muslim termasuk para laskar. "Berthy Loupatty selama ini
juga sering berjalan bebas di wilayah komunitas Muslim," ujar salah satu sumber.
Namun, Kapolda Maluku, Brigjen Sunarko DA yang diminta konfirmasi menyangkut
hal ini, belum dapat memastikan apakah Berthy Loupatty telah kabur. "Sampai saat
ini pihak kepolisian terus mencari empat preman lainnya yang belum ditangkap
termasuk Berthy Loupatty dan saya yakin mereka masih berada dalam wilayah
Provinsi Maluku," jelas Sunarko kepada SH, Kamis (24/10) di Ambon.
Sunarko memang mengakui saat ini pihaknya masih mengkaji benang merah
hubungan antara Geng Coker dengan sejumlah preman Muslim termasuk
kemungkinan dengan Laskar Jihad. "Kami menduga ada jaringan kerja yang dibangun
antara preman-preman yang berada di komunitas Kristen dan Muslim termasuk
Laskar Jihad," kata Kapolda.
Dugaan keterkaitan antar preman ini, menurutnya, terungkap dari insiden yang
dilakukan 13 preman anggota Geng Coker, yaitu peledakan bom di Toko Setuju
Ambon pada 12 Oktober 2001 dengan korban tiga orang tewas dan sembilan
luka-luka, yang juga melibatkan sejumlah preman dari komunitas Muslim.
"Dulu beberapa hari setelah insiden pengeboman di Toko Setuju Polda Maluku telah
mennyebarkan foto dan identitas tersangka yaitu Ongen Pattimura dan Zaza,"
jelasnya, sembari menambahkan kedua tersangka ini yang merupakan preman di
komunitas Muslim sampai saat ini masih dikejar polisi.
Sunarko juga mengakui dalam operasi penangkapan terhadap anggota preman Geng
Coker, jajaran kepolisian melibatkan sejumlah warga sipil. "Polda Maluku tidak
bekerja sendiri tetapi didukung bantuan dari berbagai pihak terutama masyarakat,
sehingga ada orang-orang yang membantu terutama dalam pemberian informasi
tentang keberadaan seseorang," jelasnya.
Alihkan Opini
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pattimura, George Leasa,
memandang penangkapan 14 preman anggota Geng Coker mengesankan ada upaya
mengalihkan opini mengenai adanya terorisme di Indonesia. "Saya melihat ada kesan
seperti itu, dimana ketika pemerintah Indonesia sementara sibuk membantah ada
jaringan teroris internasional Al-Qaeda di Indonesia, kemudian preman-preman lokal
dimajukan sebagai kambing hitam," jelas Leasa kepada SH, Kamis (24/10) di Ambon.
Namun, lanjutnya, penangkapan para preman Geng Coker tersebut membuktikan
akar konflik yang selama ini diklaim oleh masyarakat Maluku harus ditinjau kembali.
"Artinya siapapun dia dan dari kelompok manapun dia, harus dapat diungkapkan
semua latar belakang keterlibatannya dalam konflik ini," jelasnya.
Penangkapan para preman ini, menurut Leasa, menunjukkan konflik yang terjadi di
Maluku bukanlah murni pertentangan antara komunitas Muslim dengan Kristen,
namun ada kepentingan-kepentingan terselubung dari individu-individu maupun
institusi-institusi tertentu di Indonesia, dan mereka tampaknya berada dalam satu
garis koordinasi.
Bebas Berkeliaran
Bulan Mei lalu, Berthy Loupatty dan salah satu tangan kanannya, Imanuel Hans
Nanlohy, sempat menjadi target operasi penangkapan oleh jajaran Polda Maluku
karena kepemilikan empat pucuk senjata api.
Namun saat hendak diciduk, kedua preman tersebut telah lebih dulu diamankan oleh
dua personel Kopassus yakni Lettu Inf. Rory Sitorus dan Prada Made. Akibatnya
pecah insiden penembakan maupun penganiayaan antara kedua anggota Kopassus
dan para personel Brimob di lokasi penangkapan. Ketegangan bisa diredakan setelah
ada pendekatan antara pimpinan Polri dan TNI AD di Maluku. Sedangkan kedua
preman itu sendiri lolos.
Setelah kejadian itu kedua preman tersebut ternyata ditengarai masih berkeliaran
bebas di Markas Satgas Sandi Yudha, di kawasan Mardika, Kecamatan Sirimau,
Kota Ambon. Saat itu Komandan Satgas Sandi Yudha adalah Mayor Inf. Imam
Santosa Rahmadani. (izc).
Copyright © Sinar Harapan 2002
|