Feature
Cara Polisi Tak Larut Duka Tsunami
Keranjang Tempo News Room, 18 Januari 2005

Bripka Sefrizal tak kan melupakan peristiwa Minggu pagi itu. Saat gempa mengguncang, ombak datang, orang berteriak "air", sebelum akhirnya bangunan di sekitarnya dilumat air bercampur lumpur hitam. Personel polisi Polda Nanggroe Aceh Darussalam ini adalah satu dari sekitar 13 ribu personel polisi yang selamat dari gempa bumi dan gelombang tsunami di Bumi Serambi Mekkah itu, 26 Desember 2004 lalu.

Saat itu dia berada di asrama polisi Lamtemeun, Banda Aceh. Matahari tampak cerah saat gempa terjadi dan orang berteriak "air datang." Spontan, dia pun bergegas membawa istri dan anaknya dengan mobil Lancer. Saat dia sudah melaju di atas aspal, air bah itu sudah tampak menyusul di belakang.

Ketika air berada dalam jarak 200-an meter, ia pun berbelok ke sebuah jalan. Maksudnya, berlindung di balik rumah agar tak keras dihajar air yang menghitam. Setelah itu, dia pun bergegas keluar mobil dan mendekap istri dan anaknya sampai air menghempaskannya. Dua buah hatinya terlempar. Dia berhasil menjangkau anaknya. Sang istri terbawa air sejauh 50 meter. Untunglah selamat.

Sefrizal masih beruntung. Dari 14.763 personel polisi di Aceh, lebih dari 1000 yang kemungkinan meninggal. Korban tersebar di Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, dan Aceh Barat. Mereka terserak di asrama, kantor polisi, dan rumah kontrakan, karena tak sempat menghindar saat gelombang tsunami datang dengan kecepatan melebihi laju pesawat terbang.

Berdasarkan data Posko Mabes Polri yang berada di depan Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh, polisi organik di daerah ini sebanyak 7.616 personel, 357 di antaranya adalah pegawai negeri sipil. Untuk polisi BKO -- sebutan untuk pesonel dari luar - sebanyak 6.790. BKO kependekan dari Bawah Kendali Operasi. Sampai minggu kedua Januari, ada 5.807 personel organik yang sudah melapor. Artinya, hampir 2.000 yang belum memberikan kabar. Untuk polisi BKO, hanya 117 yang belum. Lain kata, lebih dari 95 persen yang sudah dipastikan selamat.

Kepala Bidang Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol. Zainuri Lubis mengatakan, mereka yang belum melapor tak berarti meninggal. Ada sebagian yang masih di pengungsian atau keluar Aceh. Apalagi, kata dia, Posko Mabes Polri juga masih banyak menerima laporan. Dalam sehari, rata-rata ada 10 personel yang lapor dalam keadaan selamat. Berdasarkan taksirannya, sekitar 1500 personel yang kemungkinan meninggal.

Mereka yang terlebih dulu menghadap Tuhan berasal dari banyak tempat. Salah satunya adalah korban yang tinggal di Asrama Brimob Jelingke, yang berada di Jl. Tengku Nya\' Arief, Banda Aceh. Asrama yang dihuni 500 kepala keluarga ini rata dengan tanah. Yang tersisa hanya satu dua bangunan. Itu pun rusak parah. Selebihnya, sudah menjadi kayu yang berserak di halaman, bertindihan dengan mobil, dan perabotan rumah tangga yang sudah hilang bentuk.

Kondisi tak kalah mengenaskan juga menimpa asrama polisi Lamjame. Kompleks yang dihuni sekitar 1500 kepala keluarga ini rata dengan tanah. Menurut Sertu Alatas, yang tersisa dari asrama itu cuma pondasi rumahnya. Pria 24 tahun kelahiran Medan ini selamat, tapi kontrakannya di Ule Lheu, habis. Tak ada yang tersisa. "Kasur pun tak ada," katanya, saat datang ke kontrakannya setelah tsunami berlalu. Dia juga kehilangan seniornya, Serma Agung, beserta istrinya, yang tinggal satu kontrakan dengannya, karena sedang di rumah saat musibah datang.

Selain kehilangan personel dan asrama, polisi juga kehilangan banyak markasnya. Zainuri Lubis belum bisa menaksir secara tepat besar kerugian. Yang pasti, kata dia, di daerah yang mengalami kerusakan parah, kantor polisi dipastikan mengalami nasib sama. Kantor Polisi Air dan Sabhara yang ada di Banda Aceh, plus sembilan polsek, habis.

Kantor Polda Aceh Nanggroe Aceh tergolong beruntung. Kerusakannya ditaksir 30 persen, Direktorat Lalu Lintas Polda Aceh 60 persen, dan Polresta Banda Aceh 40 persen. Polda mulai dipakai 10 Januari lalu, meski listriknya baru menyala keesokan harinya. Lantai I kantor itu dijejali sampah puing-puing rumah, dan halamannya penuh lumpur. Saat mulai beroperasi, hal pertama yang dilakukannya adalah membersihkan kantor agar bisa dipakai lagi.

Di Meulaboh, asrama polisi rata dengan tanah. Namun, kantor Polres Aceh Barat mengalami kerusakan sekitar 30 persen. Untuk Polres Aceh Jaya, yang statusnya persiapan", juga habis. Kata Zainuri Lubis, satu-satunya aset polisi di Banda Aceh yang selamat adalah Sekolah Polisi Nasional. Lokasinya aman karena jauh dari pantai sehingga tak terkena jilatan tsunami.

Sejak bencana hingga awal Januari, kejahatan tetap terjadi. Lima di antaranya ditangani polisi. Menggantikan kantor polisi yang banyak tak berfungsi, Polda mengaktifkan posko mobile atau posko bergerak. Hingga kini, sudah ada 12 posko dari 30 yang ditargetkan beroperasi.

Salah satunya adalah di Jl Panglima Polim. Briptu Ardi, salah satu petugas posko, mengatakan, selain menolong warga, sembilan personel polisi yang bersiaga juga untuk menjaga kawasan pertokoan di sekitar Penayong, yang memang cukup parah dihajar tsunami.

Ardi menambahkan, posko beroperasi 14 hari setelah gempa. Meski dia kehilangan empat saudara akibat bencana, tapi itu tak menyurutkan semangat untuk tetap bekerja. Seperti kata Zainuri Lubis, posko ini memang tak hanya untuk menjaga ketertiban. Yang tak kalah penting adalah sebagai tempat bernaung dan menjaga semangat agar personel polri tak terus menerus larut dalam duka.

Abdul Manan - Tempo