Menjadi wartawan adalah mimpi saya sejak lama. Kalau dirunut, benih-benihnya sudah mulai tertanam sejak di SMA Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur. Aktif di penerbitan sekolah mematri citra-cita itu kian kuat. Dan, tiga tahun berselang, saya mulai menjalani apa yang dulu masih sekadar cita-cita itu.
Secara resmi, profesi ini saya jalani sejak 1996. Saat masih menjadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-AWS Surabaya, saya menjadi koresponen Majalah D&R di Surabaya. Di majalah yang pernah menggegerkan peta perpolitikan tanah air ini, saya bertahan sampai 1999. Setelah itu saya memilih untuk pindah ke Denpasar, Bali, untuk bergabung dengan Harian Nusa Tenggara --kini jadi Harian Nusa.
Setahun di Pulau Seribu Pura itu, saya lantas hijrah ke Jakarta. Awalnya tetap di Nusa, sebagai wartawan politik. Setengah tahun aku menjaga pos liputan nasional sampai akhirnya saya mendapat kesempatan gabung Koran Tempo. Saya masuk sekitar lima hari sebelum koran itu launching, 2 April 2001.
Saya menikmati profesi ini. Dalam hati, saya berjanji untuk setia --walaupun saya tak akan punya banyak pilihan jika Tuhan memberi garis nasib berbeda. @
