HAI PARA PEGAWAI, MARILAH KITA BERZAKAT! 

Kadang terlintas di benak kita, jika semua kebutuhan sehari-hari telah terpenuhi, sedangkan gaji bulanan kita masih tersisa cukup banyak, adakah pada sebahagian uang kita merupakan hak kaum dhuafa? 

Home     Enter       Next     Links

ZAKAT MAAL

Islam telah menetapkan bahwa zakat adalah kewajiban kaum muslimin. Dalam Rukun Islam, membayar zakat masuk kepada urutan ketiga, setelah mendirikan shalat. Lima rukun-rukun ini saling menopang satu sama lain, sehingga jika satu rukun tidak terlaksana, mustahil agama Islam dapat berdiri tegak dengan gagahnya.

Sebagai salah satu Rukun Islam, telah disyariatkan tentang pelaksanaan zakat ini. Dalam Quran, kata zakat banyak tercantum bersama shalat. Quran sebagai pedoman hukum tertinggi umat Islam, menjelaskan mengenai kewajiban zakat, para mustahik (yang berhak menerima zakat), ancaman untuk yang tidak membayar zakat dan lain sebagainya. Sedangkan dalam Sunnah Rasul, adalah kumpulan perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW semasa hidupnya, yang berfungsi sebagai penjabaran hukum dari Quran dalam pelaksanaan zakat ini.

Zakat maal atau zakat harta, adalah zakat yang wajib dibayarkan setiap muslimin yang memiliki harta yang sudah sampai nishab-nya selama satu tahun kepemilikan. Zakat maal terdiri dari berbagai macam, ada zakat emas perak, zakat perniagaan, zakat pertanian, zakat binatang ternak, zakat madu dan hasil hewan. Setiap jenis zakat ini memiliki nishab sendiri-sendiri, seperti zakat emas nishabnya 85 gram, dan besar zakatnya adalah 2,5%, dan seterusnya. 

TUJUAN ZAKAT

Telah kita ketahui bersama, bahwa ada dua golongan di dunia ini, satu, dari golongan yang memimiliki ekonomi kuat atau orang-orang kaya. Yang lainnya, golongan berekonomi lemah atau orang miskin atau dhuafa. Pada kenyataan sebenarnya, terlihat bahwa golongan miskin jumlahnnya lebih banyak daripada orang-orang kaya.

Salah satu tujuan kewajiban berzakat adalah mengurangi jumlah kaum dhuafa. Dengan memberikan bantuan melalui zakat, diharapkan perekonomian dan kehidupan para kaum dhuafa akan menjadi lebih baik. Sehingga dengan harapan yang lebih tinggi, para kaum dhuafa yang terbantu akan lebih mandiri dan bisa menjadi pihak pemberi bantuan (muzakki).

Selain itu, dengan dibantunya kaum dhuafa oleh orang-orang kaya ini, maka hubungan antara kedua golongan ini menjadi lebih baik dan harmonis, yang kaya akan membantu meringankan beban kemiskinan kaum dhuafa, sedangkan kaum dhuafa akan mendoakan orang-orang mampu supaya perekonomiannya menjadi lebih baik. 

DALIL-DALIL

Allah berfirman dalam surat at Taubah ayat 103, yang artinya:

“Pungut zakat dari kekayaan mereka, berarti kau membersihkan dan mensucikan mereka dengan zakat itu, kemudian doakanlah mereka, doamu itu sungguh memberikan kedamaian buat mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

Dari tafsir ayat diatas, terlihat bahwa tujuan zakat adalah mensucikan harta. Sehingga jika seseorang tidak membayarkan zakat dari sebahagian hartanya, maka hartanya tersebut tidaklah suci, karena didalam hartanya ada hak orang-orang miskin yang wajib dibayarkan. 

PERHITUNGAN ZAKAT MAAL BAGI PEGAWAI

Sebagai pegawai suatu kantor yang memiliki penghasilan tetap setiap bulan, rasanya tidak berlebihan jika dikategorikan sebagai kaum yang memiliki perekonomian baik dan termasuk orang-orang yang mampu. Kadang terlintas di benak kita, jika semua kebutuhan sehari-hari telah terpenuhi, sedangkan gaji bulanan kita masih tersisa cukup banyak, adakah pada sebahagian uang kita merupakan hak kaum dhuafa?

Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Inginkah kita mensucikan harta kita? Tidakkah hati kita tergerak untuk membantu kaum dhuafa? Jika kaum dhuafa banyak sekali jumlahnya, mungkinkah kita dapat membantu mengurangi jumlahnya dari sekarang (bahkan dalam skala yang kecil sekali)?

Menurut Drs. Didin Hafidhuddin, dalam bukunya tentang Pedoman Zakat Praktis, yang berisi tanya jawab seputar zakat itu, beliau mengemukakan bahwa ada dua pendapat yang mengatur kewajiban berzakat bagi pegawai-pegawai kantoran seperti kita. Pendapat pertama, bahwa kewajiban berzakat adalah untuk harta yang telah mencapai nishab dalam jumlah yang tetap selama setahun. Contohnya, untuk nishab harta emas adalah 85 gram dan besarnya zakat adalah 2,5%. Jika harga emas 1 gram adalah Rp 100.000,- , maka jika kita punya simpanan uang di bank (yang tidak berkurang jumlahnya selama setahun) minimal sebesar Rp 8.500.000,- maka kita wajib mengambil 2,5% darinya (+ Rp 212.500,-) untuk dizakatkan.

Sedangkan pendapat kedua menyatakan, bahwa gaji bulanan yang kita terima dapat dizakatkan sebesar 2,5% darinya. Jika gaji kita Rp 1.000.000,- per bulan, setelah dikurangi untuk pembelian kebutuhan sehari-hari tersisa Rp 500.000,- maka kita dapat mengambil 2,5% atau Rp 12.500,- untuk dizakatkan. 

PENUTUP

Sebagai umat muslimin yang termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mampu, bukanlah suatu pengorbanan yang besar jika kita harus mengeluarkan 2,5% dari penghasilan kita untuk dizakatkan. Di luar sana, masih banyak sekali orang-orang yang nasibnya tidak lebih dari kita, dan sudah sewajarnyalah bila kita sebagai orang-orang yang mampu dapat membantu golongan dhuafa, dengan harapan agar kaum dhuafa dapat terangkat dari belenggu kemiskinan dan juga dengan terbayarnya zakat ini, harta kita menjadi suci karenanya. Semoga Allah SWT membalas semua amalan baik yang kita lakukan selama kita hidup, amin. Wallahua alam bis sawab.

Home     Enter       Next    Links