<BGSOUND SRC="CarolOfTheBells_ConcertHallVersion.mid" LOOP=INFINITE>
Canterra
Lara berjalan di sebuah boulevard yang dikelilingi oleh pohon-pohon yang diselimuti oleh salju putih. Rambut hitamnya yang tergerai, melambai terkena sentuhan angin dingin yang lembut. Di samping rentetan pohon-pohon krim itu terdapat sebuah danau es panjang yang seakan tanpa akhir.

Pemandangan di sekitarnya seakan membangkitkan aroma masa lalu yang menyamankan perasaan. Lara sangat menyukai musim dingin Canterra. Canterra, kota yang selama bertahun-tahun lamanya ia berusaha untuk lupakan. kini ia kembali, mendapatkan dirinya kembali terbuai kehangatan dan kelembutan kotanya.

Canterra adalah kota kecil yang sepi, tetapi damai, jauh dari peradaban manusia. Beberapa tahun yang lalu Lara mencoba untuk keluar dari Canterra, ia ingin melihat dunia, mendapatkan pengalaman baru dan menghisap kesuksesan duniawi.

Tetapi ketika ia menapakkan kedua kakinya ke arah dunia luas yang bernama Realita, segalanya berbeda dari apa yang ia harapkan. Ia terhempas, tertekan dan terbuang...

Dunia luar itu begitu besar dengan kumpulan masyarakat di dalamnya. Di dalam dunia itu segalanya sudah diatur, setiap manusianya bertindak sesuai dengan pandangan masyarakatnya. Dunia luar itu dipenuhi dengan robot-robot ketakutan. Para manusia-manusia itu menilai yang lain dengan taraf kesuksesan dan kegagalan. Yang sukses diangkat, yang gagal dibuang. Yang mengikuti pandangan masyarakatnya dihujani pujian, yang memberontak diasingkan. Para manusia-manusia itu selalu menekankan moral, hukum-hukum buatan manusia. Para manusia-manusia itu selalu menekankan agama, ajaran-ajaran yang sudah diadaptasikan kepada pikiran robot-robot ketakutan yang mengisi dunia realita itu. Para manusia itu sudah memberi standard kebenaran dan kesalahan....

Lara bingung. Ia terombang-ambing. Apakah kebenaran dan kesalahan itu dapat kita ketahui? Pikiran manusia itu terlalu terbatas untuk mengetahuinya. Tidak ada kebenaran abadi. Kebenaran itu berubah sepanjang jaman sesuai dengan pikiran masyarakatnya..

Lara putus asa. Dunia realita itu terlalu berbeda dari dunia impiannya. Dulu ia ingin mencoba untuk beradaptasi dengan dunia realita itu, ia ingin diterima masyarakat dunia itu. Karenanya ia berusaha untuk melupakan Canterra. Tetapi Lara akhirnya lebih memilih kebebasannya. Ia ingin terbang lepas, mengepakkan sayapnya, mengemukakan pikirannya, meraih keindividualannya.

"Canterra, kota impian, aku kembali kepadamu..."

Ada secercah sinar harapan di kedua bola matanya yang hitam pekat. Ada senyuman hangat yang menghiasi bibirnya.

Lara berjalan menuju ke tepi danau yang dilapisi es tipis yang rapuh. Ia berjalan perlahan-lahan dari tepi ke tengah danau. Lapisan es itu mulai retak, tak kuat menahan berat tubuh Lara. Retak, perlahan-lahan...

Di kedalaman danau itu semuanya begitu gelap dan dingin. Tetapi ketika musim panas tiba, sinar matahari akan dapat masuk menyinari kedalaman di bawah sana, memberi kehangatan, dan secercah harapan kehidupan...

Jauh di dasar danau, terbentuk gelembung-gelembung buih kemilau yang menyilaukan mata. Seorang gadis berambut hitam panjang dengan gaun putih yang melambai lembut terbaring di sana. Kedua tangannya  memeluk gelembung harapan. Lara telah kembali ke Canterra, negeri impian...

English version
Back