The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

KOMPAS


KOMPAS, Selasa, 01 Februari 2005

Wabah Muntaber di Ambon Masuk KLB

Ambon, Kompas - Perkembangan jumlah pasien penderita muntah dan berak atau muntaber di Kota Ambon yang sangat cepat membuat Dinas Kesehatan Kota Ambon menetapkan wabah muntaber tersebut sebagai kejadian luar biasa. Dari enam rumah sakit pemerintah dan swasta di Ambon, tercatat sebanyak 119 orang menderita muntaber dan dua orang korban lainnya meninggal. Sebagian besar penderita muntaber adalah anak-anak berumur kurang dari lima tahun.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon Hans Liesay di Ambon, Senin (31/1), menyebutkan, peningkatan jumlah kasus penderita muntaber yang cepat membuat Dinas Kesehatan Kota Ambon menyimpulkan bahwa kasus tersebut sebagai kejadian luar biasa (KLB).

Jumlah penderita muntaber di sejumlah rumah sakit di Kota Ambon pada 27 Januari lalu baru mencapai 35 kasus, namun dalam waktu empat hari jumlah penderita telah meningkat hingga 119 orang, dan dua orang penderita meninggal dunia.

"Tidak ada standar jumlah kasus untuk menentukan wabah muntaber ini masuk KLB. Tetapi, jika peningkatan jumlah kasusnya cepat, kami menetapkannya sebagai KLB," ujar Liesay.

Para penderita muntaber tersebut dirawat di sejumlah rumah sakit milik pemerintah dan swasta yang ada di Kota Ambon, yaitu RSUD dr M Haulussy (72 orang), RS Gereja Protestan Maluku (18 orang), RS Al Fatah (9 orang), RS Al Muqaddam (1 orang), RS Bakti Rahayu (11 orang), dan RS Ottoquek (8 orang). Jumlah penderita muntaber yang dirawat di rumah-rumah sakit milik TNI dan Polri di Ambon belum diketahui.

Untuk mencegah penyebaran wabah muntaber, Dinas Kesehatan Kota Ambon telah meminta kepada puskesmas-puskesmas yang ada untuk memantau sumber-sumber air bersih yang digunakan masyarakat, baik yang berasal dari perusahaan-perusahaan penyedia air minum di Ambon maupun sumur gali milik masyarakat.

Air minum

Petugas-petugas puskesmas sejak Sabtu pekan lalu telah melakukan kaporitisasi terhadap sumber-sumber air minum masyarakat, baik pada daerah yang sudah terjangkiti wabah muntaber maupun yang belum.

"Kami juga akan lihat apakah proses kaporitisasi yang dilakukan Perusahaan Daerah Air Minum Kota Ambon dan PT Dream Sukses Airindo dilakukan dengan baik atau tidak," kata Liesay.

Pemeriksaan terhadap dua perusahaan penyedia air minum di Kota Ambon itu dilakukan karena dari sampel yang diambil terhadap para penderita muntaber, mereka menggunakan air minum dari kedua perusahaan tersebut. Masyarakat juga diharapkan lebih berhati-hati dalam penggunaan air minum dari sumber mana pun, yaitu dengan mendidihkan air sebelum dikonsumsi.

Menurut dokter spesialis anak Rumah Sakit Umum Daerah dr M Haulussy Ambon yang menangani kasus muntaber, dr Robby Kalew SpA, dari hasil pemeriksaan terhadap tinja 10 orang penderita muntaber ditemukan bahwa pada tinja sembilan orang di antaranya mengandung bakteri Yersinia enterocolitica.

Terapi penyembuhan terhadap para pasien muntaber ini adalah dengan menggantikan cairan yang keluar melalui pemberian infus. Korban tidak perlu diberikan antibiotika, kecuali terdapat infeksi sekunder, seperti batuk maupun dalam kondisi gizi kurang.

Dari para penderita muntaber yang dirawat di RSUD dr M Haulussy diketahui bahwa wabah muntaber ini menyerang, baik anak balita yang memiliki kondisi gizi kurang maupun kondisi gizi baik. Ini berbeda dengan kasus muntaber yang umumnya terjadi pada anak- anak yang mengalami gizi kurang.

"Biasanya penderita penyakit ini akan sembuh secara sendiri dalam waktu 5-7 hari," tambah Kalew. Namun, diakui bahwa proses penyembuhan muntaber ini lebih lama dibandingkan diare biasa yang akan sembuh dalam waktu 2-3 hari.

Cepatnya perkembangan wabah muntaber dan luasnya daerah sebaran wabah muntaber di Ambon, menurut Kalew, dapat juga disebabkan oleh virus dari jenis rotavirus. Namun, ini belum diketahui pasti karena laboratorium di Ambon belum mampu mendeteksi virus.

Direktur RSUD dr M Haulussy Ambon, dr J Manuputty MPH, menyebutkan, akibat banyaknya jumlah pasien muntaber yang berobat di rumah sakit tersebut, ruang perawatan anak tidak mampu menampung seluruh pasien yang ada. Karena itu, pihak rumah sakit mengoperasikan ruang perawatan lain untuk menampung penderita muntaber.

Adanya pasien muntaber yang tidak tertolong, menurut Kalew, disebabkan karena pasien sudah mengalami dehidrasi berat. Kalew menyarankan agar para orang tua yang anaknya mengalami buang air besar hingga lebih dari tiga kali dalam sehari dan kotorannya berbentuk cair, agar segera membawanya ke rumah sakit. (mzw)

Copyright © 2002 Harian KOMPAS
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/toelehoe
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044