KOMPAS, Sabtu, 08 Januari 2005
Beda Pendapat soal Perda Pengungsi
Ambon, Kompas - Berlarut-larutnya penanganan pengungsi di Maluku, yang sudah
berlangsung sekitar lima tahun, memunculkan tuntutan dibuatnya peraturan daerah
khusus yang bisa menyelesaikan masalah pengungsi. Namun, di kalangan anggota
DPRD Maluku terjadi silang pendapat. Sebagian menilai perda itu harus segera
dibuat, namun sebagian lagi menganggap perda tidak diperlukan.
Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DPRD Provinsi Maluku
Bitzael Silvester Temmar di Ambon, Jumat (7/1), menyatakan tuntutan adanya perda
khusus yang mengatur soal pengungsi sebagai hal yang wajar, mengingat sebagian
besar masyarakat Maluku masih hidup di bawah garis kemiskinan. Meskipun
demikian, jika perda itu akan dibuat, cakupannya hendaknya tidak sekadar
memulangkan pengungsi, tetapi yang penting bagaimana mengentaskan kemiskinan
yang melilit para pengungsi tersebut.
Hal berbeda diungkapkan Ketua Fraksi Partai Golongan Karya DPRD Provinsi Maluku
Roland Tahapary. Menurut Tahapary, munculnya keinginan agar dibuat perda khusus
karena berlarut-larutnya penyelesaian masalah pengungsi.
Komitmen pelaksana
Dikatakan, sebenarnya rencana aksi penyelesaian masalah pengungsi itu sudah
disusun. Tetapi, dana untuk melaksanakan rencana itu belum ada seluruhnya.
Tahapary menilai, tanpa ada perda pun masalah pengungsi bisa diselesaikan asal
pelaksana kebijakan memiliki komitmen tinggi. "Substansi perda apa? Tidak ada
yang jelas. Mungkin orang berpikir dengan perda punya daya paksa, daya paksa
apa?" katanya.
Terkait audit terhadap dana bantuan bagi pengungsi, menurut Tahapary, juga tidak
diperlukan adanya perda. Audit terhadap dana bantuan dari pemerintah pusat yang
sudah disalurkan dapat dilakukan oleh berbagai lembaga keuangan negara yang
memiliki kewenangan langsung menangani hal tersebut. (MZW)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|