KOMPAS, Senin, 17 Januari 2005
Perekrutan Majelis Rakyat Papua Berpotensi Konflik
Jayapura, Kompas - Perekrutan keanggotaan Majelis Rakyat Papua atau MRP
berpotensi konflik terbuka. Anggota MRP sebanyak 42 orang, yang terdiri dari unsur
adat, perempuan, dan agama, sangat sulit terwakilkan secara keseluruhan. Apalagi
Papua terdiri dari 312 suku dengan latar belakang budaya berbeda-beda.
Staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih,
Jayapura, Mohammad Musa’ad, di Jayapura Sabtu (15/1), mengatakan hal ini.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pelaksana (PP) Nomor 54 Tahun 2004
tentang Majelis Rakyat Papua, 23 Desember 2004, dan PP tersebut telah diserahkan
Pemprov Papua, Kamis lalu di Jakarta.
Jumlah anggota MRP sebanyak tiga perempat dari jumlah anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Papua (DPRP) atau 42 orang. Mereka berasal dari unsur perempuan, adat,
dan agama, masing-masing 14 orang. Disebut DPRP karena keanggotaan DPRP
menjadi 56 orang.
"Unsur agama diambil dari tiga agama besar di Papua, yakni Kristen Protestan,
Katolik, dan Islam. Karena orang asli Papua sejak dulu menganut tiga agama ini,
sementara agama lain, seperti Hindu dan Buddha, berasal dari luar Papua. Karena
itu, unsur agama lebih mudah diatasi dibandingkan dengan unsur perempuan dan
unsur adat," kata Musa’ad.
Papua memiliki sekitar 312 suku dengan latar belakang budaya dan adat istiadat
berbeda- beda. Masing-masing suku berambisi memiliki perwakilan di MRP sehingga
membuka peluang terjadi konflik horizontal antara masyarakat.
Sifat sukuisme dan ketertutupan suku-suku yang ada sangat sulit menampilkan
seorang tokoh adat dari suku tertentu untuk duduk di MRP. Semua suku
menginginkan agar wakil dari suku mereka harus duduk di MRP, sementara jumlah
anggota MRP dari unsur adat hanya 14 orang.
Meski figur dari suku itu dinilai layak mewakili suku-suku di Papua, tetapi tidak akan
diterima semua suku. Apa yang disampaikan dan diperjuangkan anggota tersebut
tidak akan diterima suku-suku lain kecuali dari suku asalnya.
Kondisi seperti ini tidak tertutup kemungkinan bahwa pihak ketiga menghasut
suku-suku yang ada untuk menimbulkan konflik demi kepentingan politik tertentu.
Ada berbagai upaya menggagalkan kehadiran anggota MRP dari unsur adat.
Menurut Musa’ad, ada dua tahap proses pemilihan untuk unsur adat dan
perempuan. Pemilihan dari tingkat distrik kemudian mereka yang lolos di tingkat
distrik dibawa ke tingkat kabupaten/kota.
Tokoh-tokoh adat dan tokoh perempuan yang selama ini dikenal sebagai pejuang
kemerdekaan Papua harus bersedia menyatakan tekat bergabung dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tidak ada kelompok separatis bersenjata
masuk menjadi anggota MRP, kecuali mereka harus bersedia bergabung dalam
NKRI. (KOR)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|