KOMPAS, Rabu, 03 Juli 2002, 7:58 WIB
Ledakan Bom Itu di Dekat Mako Kopassus
BOM meledak! Ah sudah biasa. Pelakunya masih dicari, kita pun sudah tahu. Dari
beberapa peledakan bom sebelumnya, nyaris tidak pernah ada yang bisa diungkap.
Kecuali pelaku pengeboman Atrium Senen-itu pun karena pelaku menjadi korban-,
praktis tidak pernah kita dengar polisi menangkap pelaku peledakan bom.
Bahkan, aksi teror di tempat keramaian pun, bukan perkara baru bagi kita. Dua kali
terjadi aksi peledakan bom terjadi di kawasan perbelanjaan Atrium Senen. Bahkan, di
tahun 2002 ini ada dua aksi peledakan bom yang terjadi di tempat umum, yakni di
kawasan Bulungan dan di halaman parkir Hotel Jayakarta, Jakarta.
Lalu apa yang khusus dengan aksi peledakan bom yang terjadi hari Senin malam lalu
di Graha Cijantung? Aksi peledakan bom itu terjadi tidak jauh dari markas salah satu
Komando Utama (Kotama) TNI Angkatan Darat, Komando Pasukan Khusus
(Kopassus). Ibaratnya, peledakan bom itu terjadi di pekarangan rumah Kopassus.
Bahkan, Graha Cijantung, yang merupakan pusat perbelanjaan di kawasan itu,
sebagian sahamnya dimiliki Yayasan Kesejahteraan Kobame, Korps Baret Merah.
AKSI peledakan bom yang terjadi hari Senin itu tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Pertama tentunya karena peledakan itu terjadi di tempat umum. Kita ini bukannya
tinggal di negara konflik, di mana orang biasa yang sedang berbelanja ataupun
sedang jalan-jalan, tiba-tiba harus menderita karena aksi pengeboman.
Kita harus berusaha keras menghindarkan terjadinya aksi-aksi yang merugikan
masyarakat banyak, mereka yang tidak berdosa. Aksi peledakan bom di tempat
umum, di keramaian, tidak dapat dibiarkan.
Kedua, karena peledakan bom itu terjadi di pekarangan rumah sebuah Kotama,
seharusnya menggugah aparat untuk ikut mengungkapkan kasus itu. Apalagi
Kopassus memiliki detasemen antiteror yang seharusnya paham untuk mengungkap
aksi-aksi seperti ini.
PELEDAKAN bom kali ini memberikan citra yang sangat buruk. Setidaknya aksi itu
menciptakan ketakutan bagi masyarakat banyak. Bayangkan, di pekarangan rumah
Kopassus saja bisa terjadi peledakan bom, bagaimana di tempat lain.
Sekali lagi efek psikologis seperti inilah seharusnya menggugah kita semua untuk
lebih serius menangani persoalan yang satu ini. Kita harus bahu-membahu untuk
mengungkapkan, sekaligus mencegah jangan sampai aksi teror seperti itu terus
berlanjut.
Seharusnya sejak awal, kita lebih serius menangani aksi peledakan bom. Sejak awal
kita mencegah kemungkinan berlanjutnya tindakan seperti itu dengan memberikan
efek penjeraan, efek deteren. Namun, semua itu tidak pernah bisa kita lakukan.
Baiklah kita kemarin gagal, tetapi sekarang ini kita tidak boleh gagal lagi dong.
Setidaknya Detasemen Antiteror Kopassus harus terpanggil untuk ikut membantu
polisi mengungkap aksi teror ini sehingga kita bisa menemukan jaringannya-kalau
ada-dan mencegah berlanjutnya aksi-aksi yang hanya menimbulkan korban
orang-orang yang tidak berdosa.
Kerja sama untuk sesuatu yang baik ini, tentunya tidak ada salahnya. Dalam perintah
kepada jajaran Kepolisian Republik Indonesia pada Hari Bhayangkara ke-56 tanggal 1
Juli lalu, Presiden Megawati Soekarnoputri meminta kepada jajaran Kepolisian untuk
meningkatkan kerja sama dengan jajaran Tentara Nasional Indonesia. Inilah salah
satu cikal bakal peningkatan kerja sama itu.
KITA sangat prihatin dengan korban orang-orang yang tidak berdosa. Seorang ibu
yang sedang mengandung lima bulan, sampai harus memeriksa diri ke dokter
kandungan karena khawatir terganggu bayinya, akibat ledakan di dekatnya itu.
Seorang pegawai toko yang dekat dengan pusat ledakan juga mengalami gangguan
dengan pendengarannya. Meski kemudian bisa membaik, tetapi setidaknya aksi
peledakan itu bisa menimbulkan trauma.
Sedikitnya tujuh orang yang kebetulan sedang berada di Graha Cijantung malam itu
menjadi korban. Bahkan, seorang di antaranya, kita ketahui harus dirawat di rumah
sakit.
KEMARIN kita mendengar juga kekhawatiran dari para pedagang akan nasib
bisnisnya di pusat perbelanjaan itu. Terus terang mereka khawatir, aksi peledakan itu
akan membuat orang takut untuk ke sana sehingga bisnis mereka akan terganggu.
Bukan hanya pemilik pertokoan yang kita ketahui waswas. Mereka yang menjadi
pegawai di toko-toko di Graha Cijantung itu pun khawatir kalau-kalau aksi peledakan
bom itu mengganggu mata pencahariannya.
Inilah dampak yang lebih besar yang seharusnya kita perhatikan. Apalagi di tengah
situasi ekonomi seperti sekarang ini, di mana mempunyai pekerjaan saja ibarat
mempunyai sebongkah berlian. Banyak di antara saudara kita yang masih berjuang
untuk memperoleh pekerjaan apa saja.
APA yang dilontarkan kalangan dunia usaha berkaitan dengan aksi peledakan bom
itu memang bukanlah mengada-ada. Kita perlu tegas dan menindak orang-orang yang
tidak bertanggung jawab itu untuk memberikan kepastian.
Sudah terlalu banyak ketidakpastian yang ada di negeri ini. Bukan hanya soal aturan,
soal korupsi, kolusi dan nepotisme, tetapi juga soal penegakan hukum. Kalau kita
juga tidak bisa menjamin keamanan, maka lengkaplah ketidakpastian itu. Jelaslah
kalau tidak ada investor yang mau menanamkan modalnya di negeri ini.
Padahal negeri ini sangat membutuhkan investasi untuk memulihkan kembali
perekonomiannya. Masyarakat negeri ini membutuhkan lapangan kerja untuk
menopang kehidupan mereka. Negeri ini membutuhkan kepastian untuk
kemajuannya.
Lawatan Xanana Buka Babak Baru Hubungan dengan Indonesia
UPAYA Presiden Timor Timur Xanana Gusmao mempererat hubungan dengan
Indonesia, kembali terlihat dalam kunjungannya pekan ini. Xanana yang didampingi
enam anggota menteri, termasuk Menteri Luar Negeri (Menlu) Jose Ramos-Horta tiba
di Jakarta hari Selasa (2/7) kemarin untuk kunjungan tiga hari di Indonesia.
Selama berada di Jakarta, Xanana berbicara dengan Presiden Megawati
Soekarnoputri, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono, Menlu Hassan Wirajuda,
Ketua MPR Amien Rais, dan Ketua DPR Akbar Tandjung. Rangkaian acara
kunjungannya semakin menarik karena Xanana hari Kamis esok akan menghadiri
seminar di Makassar, Sulawesi Selatan, tentang prospek kerja sama ekonomi antara
Indonesia Timur dengan Timor Timur.
Sebenarnya Xanana ingin berkunjung ke Indonesia hanya beberapa hari setelah
deklarasi kemerdekaan 20 Mei lalu. Dengan berbagai pertimbangan strategis,
Indonesia dipilih Xanana sebagai negara pertama yang dikunjungi setelah perayaan
kemerdekaan.
Melalui kunjungan itu, Xanana secara simbolis hendak membuka babak baru
hubungan. Tetapi, rencana kunjungan terpaksa ditunda dan baru dilaksanakan pekan
ini, karena persoalan kesiapan Indonesia. Maka terpaksa Xanana melakukan
kunjungan lebih dulu ke Australia dan Korea Selatan sebelum melawat ke Indonesia.
MESKI kunjungan Xanana sempat tertunda, kedatangannya pekan ini di Jakarta
disambut dengan upacara penghormatan kenegaraan secara penuh. Perubahan sikap
Indonesia terhadap Timor Timur (Timtim), terlihat jelas pada sambutan yang diberikan
kepada Xanana.
Presiden Timor Timur itu disambut di Istana Merdeka Jakarta dengan upacara
penghormatan penuh sebagai tamu agung. Pasukan kehormatan dan 21 kali
tembakan salvo menyambut Xanana. Kunjungan Xanana sebagai kepala negara ke
Indonesia, membuat kisah hidupnya bertambah menarik.
Lama menjadi pemimpin gerilyawan dan sempat tujuh tahun dipenjarakan di Jakarta,
Xanana kini berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan para pemimpin dunia
lainnya. Xanana patut mendapatkan penghormatan sebagai kepala negara, seperti
yang berlangsung di Istana Merdeka Jakarta hari Selasa 2 Juni.
SEREMONI penyambutan Xanana dengan upacara penuh kenegaraan di Istana
Merdeka Jakarta menunjukkan, corak hubungan kedua negara sudah berubah drastis.
Timor Timur semakin jauh berdiri sebagai negara merdeka.
Sebaliknya pemerintah dan rakyat Indonesia akhirnya menerima realitas sejarah,
Timtim terpisah dari negara kesatuan RI (NKRI) dan menjadi negara merdeka. Jika
masih ada yang belum ikhlas, tentu karena sisa persoalan masa lalu.
Selama 24 tahun berintegrasi dengan NKRI, Timtim mengalami pembangunan
prasarana dan sarana. Lebih dari Rp 1 trilyun setahun dialokasikan untuk
pembangunan Timtim. Sebagian uang itu dikorupsi, tetapi jejak proyek pembangunan
tetap kelihatan.
Sementara di bawah 450 tahun era penjajahan Portugal, Timtim mengalami proses
pemiskinan luar biasa. Namun terbukti pula, pembangunan sarana dan prasarana
yang gencar selama 24 tahun oleh NKRI tidak memuaskan masyarakat Timtim.
MAYORITAS masyarakat Timtim yang semula antusias bergabung dengan NKRI,
menuntut melepaskan diri karena merasa tertekan dan tertindas. Sekiranya rakyat
Timtim diperlakukan secara baik, mungkin keinginan dan perjuangan memisahkan diri
tidak akan muncul.
Namun, sejarah tidak mengenal pengandaian. Timtim sudah menjadi negara merdeka.
Tentu tidak terlalu relevan lagi mengais kembali kesalahan kedua pihak di masa lalu.
Biarkan itu bagian dari sejarah masa lalu. Paling penting, bangsa Indonesia dan
bangsa Timor Timur tidak kehilangan kemampuan untuk menarik hikmah dari
pengalaman di masa lalu, termasuk yang pahit sekalipun.
Sangatlah menarik, Indonesia dan Timor Timur sama-sama ingin melepaskan diri dari
kesumpekan hubungan masa lalu. Kedua pihak berusaha memasuki babak baru
hubungan yang lebih menekankan kerja sama dan persahabatan.
KEDATANGAN Xanana ke Jakarta diharapkan akan bantu membereskan sisa-sisa
persoalan integrasi. Selama berada di Jakarta, Presiden Xanana antara lain akan
membicarakan tentang sisa aset pemerintah dan swasta di Indonesia.
Dalam menghadapi silang pendapat tentang sisa aset ini, Indonesia dan Timor Timur
kelihatannya tidak saling ngotot. Indonesia dan Timor Timur sudah sepakat
membentuk komisi gabungan untuk menyelesaikan persoalan aset ini. Kesepakatan
itu dicapai dalam kunjungan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dan rombongan
bulan lalu ke Dili, ibu kota Timor Timur.
Tidak kalah pentingnya bagaimana Indonesia dan Timor Timur menyelesaikan
masalah pengungsi, keamanan bersama di perbatasan, dan membangun kerja sama
ekonomi. Sekitar 60.000 pengungsi Timtim masih berada di Nusa Tenggara Timur
(NTT), yang menimbulkan persoalan tersendiri bagi masyarakat lokal.
DARI kedatangan Xanana pekan ini, orang ingin tahu pula bagaimana perkembangan
Timor Timur setelah memproklamirkan kemerdekaan. Setelah 32 bulan di bawah
pemerintahan transisi PBB, Timor Timur harus mengurus sendiri pemerintahan dan
pembangunannya.
Tantangan yang dihadapi negara baru itu tampaknya rumit. Sumber dana operasional
pemerintahan, birokrasi dan pembangunan, sepenuhnya masih tergantung pada
bantuan asing. Eksplorasi minyak di Celah Timor diharapkan akan menjadi sumber
kesejahteraan masyarakat Timor Timur.
Sebelum rezeki minyak menjadi kenyataan, Timor Timur harus melewati hari-hari
kehidupan dengan susah payah. Harga-harga melambung tinggi, sementara daya beli
masyarakat sangat rendah. Tantangan Pemerintahan Xanana dan bangsa Timor Timur
memang tidak kecil.
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|