The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

DPRD Aceh Menolak Darurat Sipil atau Militer


KOMPAS, Kamis, 11 Juli 2002

Soal Darurat Sipil ataupun Darurat Militer
DPRD Aceh Menolak

Banda Aceh, Kompas - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tingkat I Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) menolak diberlakukannya status darurat sipil ataupun darurat militer di Aceh. Khusus untuk darurat militer, alasannya adalah situasi di Aceh dikhawatirkan akan bertambah parah dan runyam karena sipil tidak dapat mengontrol aparat keamanan maupun aparat Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Selain itu, dikhawatirkan timbul anarki yang berakibat luas dan berdampak pada citra TNI dan Polri.

Demikian dikemukakan Ketua Komisi A DPRD Provinsi NAD Said Muchsin kepada wartawan usai pertemuan tertutup dengan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor DPRD Tingkat I Provinsi NAD di Banda Aceh, Rabu (10/7).

 "Kalau darurat sipil itu kendalinya ada di bawah gubernur, tetapi kita tidak meminta darurat sipil. Akan tetapi, perlu satu wacana, yaitu menyatukan satu komando. Sekarang ini kalau kita lihat dari Undang-Undang Kepolisian, dalam situasi negara aman, memang polisi di depan. Namun, sekarang tidak bisa demikian. Situasi Aceh berbeda dengan daerah lain yang aman. Maka, dalam situasi yang tidak aman, tentu komando itu dipegang TNI dan Polri, dan daerah-daerah yang memang abu-abu itu dikendalikan oleh pihak kepolisian. Jadi, ada pembagian yang jelas antara TNI dan Polri," kata Said Muchsin.

 Selain menolak darurat sipil dan darurat militer, kata Said Muchsin, perlu ada satu aturan main yang baru untuk menyelesaikan masalah-masalah keamanan yang ada di Aceh. DPRD Aceh mengimbau untuk maju ke meja perundingan. Mereka menginginkan hasil-hasil dari perundingan nantinya harus dengan ikrar tersumpah. Sebab, selama ini tanpa adanya sumpah, di lapangan terjadi chaos.

 Aturan main lainnya, lanjut Said Muchsin, adalah adanya keterlibatan pihak sipil di meja perudingan karena selama ini perundingan-perundingan dikendalikan oleh TNI/Polri, terutama di daerah-daerah. Untuk ke depan, diharapkan sipil harus berada di depan dan militer ikut dalam tim perunding.

 Ditanya wartawan mengenai solusi yang ditawarkan DPRD Aceh, Said Muchsin menjawab, "Sudah kami tawarkan solusi, namun sifatnya confidential." Yang jelas, DPRD Aceh menginginkan ditempuhnya cara-cara damai dalam penyelesaian konflik di Aceh dan meminta GAM supaya memiliki wacana hati nurani untuk menyejahterakan rakyat Aceh secara lahir dan batin.

 "Jangan ada pertumpahan darah karena rakyat sudah sangat menderita dan sakit. Begitu juga kepada TNI/Polri, supaya bisa menenteramkan masyarakat menjaga keamanan rakyat," kata Said Muchsin.

 Pendekatan terpadu

 Sementara itu, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono menerima baik rekomendasi, koreksi, dan kritik dari para anggota DPRD Aceh. "Namun, mereka juga memahami bahwa ada persoalan yang muncul akibat lintas waktu dan apa yang dilakukan oleh GAM," katanya.

Oleh karena itu, hampir sebagian besar anggota DPRD berpendapat, pendekatan terpadu harus dipertahankan. Pendekatan ganda dalam arti pendekatan keamanan dan pendekatan kesejahteraan. "Tentu pendekatan kesejahteraan harus menyentuh betul rasa keadilan dan rasa kehormatan masyarakat Aceh yang konkret, yakni ekonomi dan sosialnya," kata Yudhoyono. Sedangkan pendekatan keamanan diharapkan diarahkan betul kepada mereka yang melaksanakan perlawanan dengan profesionalisme setinggi-tingginya agar tidak terjadi ekses.

 Mengenai darurat militer, kata Yudhoyono, sebagian besar anggota DPRD berpendapat, hal tersebut perlu dipertimbangkan berkali-kali karena barangkali belum saatnya diberlakukan.

Usai pertemuan dengan anggota DPRD Aceh, Menko Polkam melakukan pertemuan di Markas Kepolisian Daerah Provinsi NAD dan selanjutnya ke Komando Daerah Militer Iskandar Muda untuk mencari masukan lebih banyak dari aparat kepolisian dan TNI. Pada kunjungan hari kedua Menko Polkam, turut bergabung pada hari Rabu kemarin, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dan Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono.

 Tujuh tewas

 Sedikitnya tujuh orang tewas dalam kontak senjata di Kecamatan Simpang Ulim, Kabupaten Aceh Timur, Rabu. Sementara di Lhok Seumawe, seorang anggota Kepolisian Sektor (Polsek) Dewantara juga tewas ditembak saat keluar dari kantornya.

Aparat keamanan mengklaim para korban yang tewas di Simpang Ulim sebagai anggota separatis GAM, bahkan seorang di antaranya adalah wanita yang diidentifikasi sebagai pasukan Inong Balee (tentara wanita). Juru bicara Komando Operasi TNI Mayor (Inf) Zaenal Mutaqin menduga kelompok GAM yang tewas itu terlibat dalam penghadangan mobil aparat keamanan, 30 Juni lalu. Dalam kejadian itu Kapten Khairul Aksa, Komandan Koramil Lhok Sukon, tewas.

 Menurut Mutaqin, kelompok itu terdeteksi karena pihak keamanan menangkap seorang anggota GAM saat tertembaknya Komandan Koramil Lhok Sukon. Dari pemeriksaan tersangka itulah terungkap markas GAM di Desa Seuneubok Tuha, Kecamatan Simpang Ulim. Berdasarkan pengakuan tersangka ini, Rabu sekitar pukul 02.00, ditugaskan tiga tim berkekuatan 50 personel TNI pasukan Rajawali untuk menyergap markas GAM dimaksud. Dalam penyergapan itu terjadi kontak senjata sekitar 15 menit antara pukul 06.15 sampai pukul 06.30.

Saat dilakukan pembersihan lokasi ditemukan tujuh anggota GAM tewas di lokasi itu, satu di antaranya dari pasukan Inong Balee. Pasukan keamanan juga dapat merampas sepucuk senjata serbu jenis RPD bernomor seri 202733 dan dua AK-47 No 5610194 dan 1967A1038. Selain itu juga 175 butir amunisi AK-47 dan 80 butir peluru RPD.

 Zaenal mengatakan, lokasi kontak tembak itu jauh dari perkampungan penduduk. Hingga Rabu menjelang malam, aparat keamanan masih beroperasi di kawasan itu. "Sedikitnya 60 orang GAM berada di markasnya saat itu. Pasukan Rajawali masih bertugas di sana sekarang," katanya.

 Juru bicara GAM setempat, Ishak Daud, membenarkan adanya kontak tembak itu. Namun, ia mengatakan, hanya tiga anggotanya yang tewas dan tiga senjata dirampas TNI. "Yang lainnya itu orang kampung yang ditembak TNI karena ada anggotanya yang kena tembak," katanya.

Sementara itu, Brigadir Kepala M Yunus, anggota Polsek Dewantara di Lhok Seumawe, Rabu siang, tewas ditembak sekitar 200 meter dari kantornya. Juru bicara Komando Operasi Pemulihan Keamanan Ajun Komisaris Besar D Achmad mengatakan, korban meninggalkan markas polsek untuk pergi ke pos polisi di Simpang Empat Krueng Geukueh yang berjarak sekitar 400 meter. Yunus ditembak di kepalanya dan tewas seketika. Pelakunya kemudian kabur dengan sepeda motor.

Tambah kekuatan

 Komandan Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Koopslihkam) Irjen Yusuf Manggabarani mengemukakan, untuk mengeliminir aktivitas GAM diperlukan tambahan kekuatan agar masyarakat punya tempat untuk berlindung.

"Saya hanya menyampaikan bahwa untuk mengeliminir aktivitas GAM perlu ada tambahan kekuatan, agar rakyat ada tempat perlindungan. Kita boleh minta, masalah dikabulkan kita tunggu," kata Manggabarani, yang juga menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Provinsi NAD usai pertemuan dengan Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono di Kodam Iskandar Muda, Banda Aceh, Rabu.

Sebagai Komandan Koopslihkam, Yusuf Manggabarani mengatakan, berdasarkan hasil analisa evaluasi pelaksanaan Inpres No 4/2001, Inpres No 7/2001, hingga Inpres No 1/2002, pihaknya melihat bahwa pelaksanaan operasi pemulihan keamanan belum bisa diimbangi dengan kemajuan dari segi pendekatan kesejahteraan. Untuk itu, saran yang diajukannya adalah agar dipacu pendekatan kesejahteraan disejajarkan dengan pendekatan keamanan di lapangan. Kemudian diefektifkan dan diefisienkan pelaksanaan pendekatan keamanan di lapangan sehingga masyarakat tidak melihat bahwa pelaksanaan Inpres No 1/2002 hanya merupakan operasi pemulihan keamanan.

 Sementara itu, Panglima Kodam Iskandar Muda Mayjen M Djali Yusuf mengakui adanya kelemahan prajuritnya di lapangan. "Saya akui memang tidak semua dapat kami kendalikan dengan baik. Kelemahan-kelemahan itulah yang jadi sorotan untuk diperbaiki dengan ketentuan tetap tegakkan disiplin agar citra yang sudah terbangun tidak kembali dikotori. Itulah yang menjadi ketegasan Menko Polkam," ujar Djali Yusuf.

Di lain pihak, Djali juga melaporkan banyaknya pemutarbalikan fakta yang dilakukan GAM. Untuk mengeliminir itu, Menko Polkam memerintahkan untuk memberikan laporan-laporan dan menyiapkan fakta-fakta riil lapangan untuk disampaikan kepada Menko Polkam dan akan diteruskan untuk dapat memberikan jawaban terhadap pembentukan opini atau pemutarbalikan fakta yang dilakukan oleh GAM yang selama ini cukup gencar melalui Internet dan media-media cetak yang ada.

 Taruhan terakhir

 Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais hari Rabu berpendapat, taruhan terakhir untuk menyelesaikan masalah di Provinsi NAD adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi NAD. Oleh karena itu, yang penting sekarang adalah bagaimana mengimplementasikan UU itu secara murni dan konsekuen.

 "UU NAD yang sudah disahkan hendaknya segera diimplementasikan secara murni dan konsekuen kalau menurut istilah Orde Baru. Dalam arti betul-betul tidak ada penundaan lagi. Semua komitmen pusat untuk memberi uang kepada Aceh, berikan sepenuhnya tanpa ada pengurangan sedikit pun," kata Amien Rais, menjawab pertanyaan pers di Gedung MPR/DPR, Rabu.

 Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN) itu menilai antara janji pemerintah pusat kepada Aceh dan pelaksanaan belum "klik". "Misalnya sekian trilyun yang dijanjikan, berikan secara utuh kemudian Pak Gubernur... lekas dibagikan itu ke kabupaten. Saya dengar waktu ke Aceh Timur itu masih tersendat-sendat. Nah ini apa-apaan itu," tandasnya.

 Menurut Amien, jangan sampai orang-orang di Aceh itu masih berpikir masih ada permainan baru. "Ini kan sudah masalah penyelesaian pamungkas. UU NAD itu kan taruhan terakhir. Kalau ini pun tidak jalan, saya tidak melihat ada alternatif yang lain," katanya.

 Tidak cukup

 Kunjungan Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono ke Aceh selama seminggu dinilai mantan Menteri Negara Otonomi Daerah Ryaas Rasyid sebagai tidak cukup untuk mengindentifikasikan masalah riil di Aceh. Seharusnya, pemerintah pusat membuat tim yang tinggal secara permanen dalam waktu lama untuk melakukan pekerjaan tersebut.

 Ryaas mengatakan, kunjungan Menko Polkam itu hanya untuk membuka jalan untuk tim permanen. Selanjutnya, tim tersebut yang akan mengindentifikasi masalah-masalah riil di Aceh secara detail. Dengan demikian, masalah yang terbaca tidak sepenggal-sepenggal dan hanya yang tampak di permukaan saja.

"Untuk mengerjakan itu, setidaknya tim permanen tersebut harus tinggal di Aceh minimal selama dua atau tiga bulan. Itu pun dengan kerja yang sangat keras," ujarnya.

 Menurut Ryaas, tim permanen tersebut harus bisa mengidentifikasi tokoh Aceh sesungguhnya yang bisa diajak bicara. Tugas tersebut sangat penting, sebab kalau pemerintah pusat keliru memilih tokoh Aceh yang sesungguhnya, pemerintah akan salah langkah dalam menyelesaikan masalah ini. (lok/nj/bur/T06)

Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/unpatti67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044