Kebutuhan Politik Hamzah Has Ke Ambon
Secara makro, PPP masih berusaha keras mengatasi gangguan konsolidasi internal
setelah Kyai Sejuta Umat, Zainudin MZ memproklamirkan berdirinya PPP Reformasi
yang jelas-2 merupakan tandingan pada kepemimpinan Hamzah Has. Zainudin MZ
diam-2 diketahui cukup effektif menggerogoti basis-2 PPP di pulau Jawa. Karena itu
dapat dipahami jika Hamzah Has harus tiba-2 (baca: panik) menjenguk Ustad Ja'far
Umar Thalib di bui Mabes Polri, setelah dilaporkan bahwa pagi harinya Ustad Ja'far
Umar Thalib telah dikunjungi Zainudin MZ secara diam-2 (tanpa publikasi). Lihat
kepanikannya. Pagi itu, ia menerima rombongan anggota DPRD Propinsi Maluku
secara lengkap untuk menerima "appeal" mereka dan membahasnya untuk
merespons perkembangan buruk yang terjadi di minggu sebelumnya. Siangnya, ia
harus menerima gabungan tim DPRD Kota Ambon, Pemda Kota Ambon dan
sejumlah tokoh agama. Yang terjadi adalah, ia terpaksa mempercepat waktu
pertemuannya dengan tim DPRD Propinsi Maluku. Pertemuan itu -- ! dengan
menyesal -- akhirnya berlangsung tanpa suatu prespektif penanganan masalah yang
jelas, sebagaimana yang umumnya diharapkan dalam pertemuan dengan seorang
Wapres, di tengah situasi krisis keamanan di Maluku. Yang muncul dari pertemuan
itu hanyalah usul ngawur Hamzah Has (tanpa argumentasi kuat sebagaimana
nampak dalam jawabannya tentang hal ini kepada pers) tentang pemindahan pusat
Propinsi Maluku dari Ambon ke Masohi. Akhirnya, karena harus ke Mabes Polri,
Hamzah kehabisan waktu dan tak bisa menerima tim gabungan dari Kota Ambon.
Rencana untuk re-"scheduling" yang seharusnya terjadi siang hari, akhirnya tertunda
hingga sore hari.
Selain upaya untuk mengatasi keretakan internal PPP sekaligus megeliminasi
berkembangnya PPP Reformasi, Hamzah belakangan ini dipusingkan juga dengan
berkembangnya peran lajur politik baru dalam tubuh PPP yaitu lajur politik perwira
tinggi TNI pensiunan. Mulanya Hamzah berharap, lajur politik ini akan memperkuat
PPP, ternyata realitasnya tidak sesederhana itu. Pada simpul paling dekat dari lajur
ini dengan Hamzah terdapat Mayjen (purn) Amir Syarifudin, yang kini menjabat Staf
Khusus Wakil Presiden RI (sebagaimana tercatat pada kartu namanya). Ketika kami
menemui beliau untuk memastikan jadwal-2 dan muatan audiensi tim gabungan dari
Kota Ambon (di hari Hamzah menjenguk Ja'far Umar Thalib), beliau mengesankan
betapa mereka (para pensiunan PATI TNI khususnya TNI/AD) ingin memperkuat PPP
sebagai kekuatan politik yang harus mampu tampil menjamin integrasi nasional yang
kini dirasakannya berada dalam ancaman. Ini memang persepsi politik khas militer
Indonesia. Ketika perseps! i ini memasuki tubuh PPP, berkembang sejenis resistensi,
terutama karena lajur politik tertentu lainnya dalam tubuh PPP memandang bahwa
jaminan terhadap integrasi nasional bukanlah monopoli militer semata. Jaminan itu
pada dasarnya sudah lama merupakan komitmen historis PPP. Karena itu jaminan ini
tidak perlu menjadikan lajur baru tersebut, sebuah lajur politik yang signifikan bagi
perkembangan PPP ke depan. Sikap ini sebetulnya menampakan resistensi terhadap
fenomena kekuatiran bakal menguatnya supremasi lajur politik Pati TNI Purnawirawan
dalam tubuh PPP, dan kemungkinan tergesernya peran politisi sipil PPP tertentu.
Peran para Pati Purnawirawan ini juga nampak ketika Hamzah Has mulai menjabat
Wapres RI dan diserahi tugas memperhatikan masalah Maluku. Ia diketahui banyak
meminta pendapat para Pati TNI Purnawirawan, mengenai tugas yang baru
diembannya itu. Salah satu gagasan yang muncul di Kantor Wapres saat itu --
sebagai bagian dari paket solusi masalah Maluku -- adalah pen! ggantian Gubernur
Maluku. Dan sang calon pengganti yang sempat dilobby-kan orang-2 Hamzah Has ke
sejumlah pihak termasuk para tokoh Maluku di Jakarta (PPP dan non PPP) adalah
Amir Syarifudin. Apakah ini juga merupakan indikasi intervensi peran lajur politik Pati
TNI Purnawirawan dalam tubuh PPP? Yang jelas adalah, Hamzah Has kemudian
mendapatkan in-put dari PPP Maluku bahwa Maluku memang membutuhkan figur
militer tapi itu bukanlah Amir Syarifudin. Dari beberapa figur PPP Maluku diperoleh
informasi bahwa Suaidy Marasabessy juga me-lobby sejumlah tokoh PPP Maluku
untuk maksud yang sama. Di antara berbagai masalah internal yang memerlukan
perhatian ekstra Hamzah Has, dia terpaksa mencatat bahwa PPP Maluku juga tidak
solid.
Secara mikro, sudah lama PPP Maluku diretakan oleh bentrok antara DPW PPP
Maluku dengan DPC PPP Kota Ambon. Selain itu, pertikaian pengaruh antara Tahir
Saimima, anggota DPR RI fraksi PPP dari daerah pemilihan Maluku Tengah dengan
Lutfi Sanaki, tokoh muda dalam DPW PPP Maluku yang kini menjadi anggota DPRD
Propinsi Maluku, dan sangat berpengaruh di kalangan grass root. Untuk pertama
kalinya dalam sejarah, pertikaian ini mengakibatkan Muswil PPP Maluku
diselenggarakan di Jakarta, bukan di Ambon. Kemudian, ketika terjadi pemilihan
paket Walikota/Wakil Walikota Ambon, Tahir dan DPW PPP mengusulkan calon
wakil walikota yang berbeda dengan yang dijagokan Lutfi bersama DPC PPP Kota
Ambon. Yang akhirnya menang adalah calon Lutfi dan DPC PPP Kota Ambon, Syarif
Hadler, seorang pemuda asal Halmahera yang lahir dan dibesarkan di Ambon sampai
tamat kuliah dari Fak. Keguruan Unpatti. Pertikaian DPW PPP Maluku dan DPC PPP
Kota Ambon belum terselesaikan sampai sekarang. Dan pertikaian ter! sebut
kemudian merembes ke wilayah Maluku Tengah, ketika DPRD Maluku Tengah mulai
memproses paket calon Bupati Maluku Tengah. Saat itu, Ketua DPRD Maluku
Tengah (asal PPP) ingin tampil sebagai calon, tapi DPW PPP Maluku bersikeras
mencalonkan Tahir Laitupa, tokoh DPW PPP Maluku yang kini menjabat sebagai
Wakil Ketua DPRD Propinsi Maluku. Perbedaan visi mengenai paket calon ini
menyebabkan -- meskipun PPP telah menggandeng calon PDI P, Drs . Franky
Kakerissa sebagai wakil Bupati mendampingi Tahir Laitupa – PPP menelan pil pahit.
Paket ini dikalahkan oleh paket calon bupati Abdulah Tuasikal (Golkar) dengan calon
wakil bupati, seorang intelektual dari PDKB (maaf, saya lupa namanya). Selain
disebabkan oleh keretakan internal PPP dan banyaknya kader PDI P yang ingin
tampil menjadi calon wakil bupati, perlu diketahui bahwa kekuatan PPP di Maluku
Tengah sebagaimana yang terlihat pada hasil Pemilu 1999, adalah semu. Hasil
Pemilu itu ternyata di-"tukang"-i oleh Tim Sospol Kantor Gubern! ur Maluku dalam
kerjasama dengan sejumlah tokoh PDI P Maluku Tengah. Pekerjaan Tim Sospol
dimaksud mengakibatkan hilangnya sejumlah suara PDI P, dan meningkatnya suara
(palsu) PPP. Kalangan terbatas PPP, PDI P dan Golkar Maluku sebetulnya cukup
tahu fakta ini. Tampilnya Abdulah Tuasikal sebagai Bupati menunjukan tidak
populernya tokoh-2 PPP di Maluku Tengah. Fenomena menangnya Abdulah Tuasikal
yang sempat menjadi salah satu pemimpin grass root Islam dalam konflik Maluku di
Ambon, dengan dukungan luas masyarakat Maluku Tengah (Muslim dan Kristen),
merupakan fenomena menarik yang perlu dikaji kemudian. Yang ingin dikatakan disini
adalah basis PPP di Maluku Tengah juga ternyata tidak sesolid yang diduga
masyarakat. Perkembangan paling akhir adalah merembesnya PPP Reformasi ke
tubuh PPP Maluku melalui tokoh muda PPP asal Sirisori Salam, Lutfi Sanaki.
Rekan-2 muda di DPP PPP, Jakarta, memang sangat menyayangkan situasi ini
terjadi pada Lutfi, tapi apa mau dikata? Setelah Maluk! u terpecah menjadi dua
propinsi, harapan perolehan suara PPP untuk Pemilu 2004 di Maluku – dengan
perkembangan mutakhir ini – tidak begitu cerah. Di Maluku Tenggara Barat dan
Maluku Tenggara Inti (Tual), penampilan PPP dewasa ini tidak signifikan. Apakah itu
berarti bahwa PPP Maluku perlu mengakomodasi kelompok-2 ekstrim seperti
kelompok FUIM atau FPIM? Kunjungan Hamzah Has di Maluku mungkin perlu dibaca
dengan referensi realitas ini.
Terakhir, beta pikir, Hamzah sedang berspekulasi untuk mendapatkan dukungan
politik massa Muslim, yang selalu dikesankan se-akan-2 dizalimi masyarakat
non-Muslim di Maluku, dan massa Muslim grass-root di p. Jawa yang nampaknya
sedang terpesona dengan "performance" Ustad Ja'far Umar Thalib, melalui acara-2
tabliq-akbar-nya di berbagai tempat. Kalau nanti ada pertemuan masyarakat dengan
Hamzah di Ambon, para tokoh masyarakat di Ambon sebaiknya memaksakan
adanya pertemuan bersama, bukan terpisah. Bukankah situasi masyarakat yang
sudah enggan perang harus ditampilkan ke permukaan? Bukankah manuver FUIM
atau FPIM untuk mengesankan terancamnya umat Islam Maluku tanpa kehadiran
Laskar Jihad harus dilawan dengan pengungkapan realitas tersebut dengan berbagai
cara? Dan bukankah kehadiran serta peran Panglima Kodam yang baru; yang
merupakan simbol perbaikan manajemen pengamanan Maluku, juga perlu dimaknai
sehubungan dengan realitas dimaksud? Jika sukar dilakukan pertemuan Hamzah
bers! ama kedua komunitas (Muslim dan Kristen) sekaligus, tetap perlu melakukan
pertemuan bersama antara Hamzah dan elit masyarakat dari kedua komunitas
sekaligus. Dan dalam pertemuan tersebut Hamzah perlu diberitahu bahwa proses
hukum Ustad Ja'far Umar Thalib tak bisa ditukar dengan penyerahan senjata dan
keluarnya Laskar Jihad dari Maluku. Dengan demikian, jika benar Hamzah sukar
menunjukan sikap kenegarawanannya sebagai Wapres, masyarakat bisa membantu
beliau menampakkannya. Why Not ?!. Salam hormat (dqm)
From DQM @ MASARIKU NETWORK AMBON
|