SINAR HARAPAN, 30/7/2002
Mensos Disambut Unjuk Rasa Pengungsi Poso
Jakarta, Sinar Harapan
Ratusan pengungsi Poso, Senin (29/7), berunjuk rasa di Kantor Dinas Kesejahteraan
Sosial Kota Palu bersamaan dengan kedatangan Menteri Sosial Bachtiar Chamsjah
melakukan kunjungan ke Kabupaten Poso. Para pengungsi mengeluhkan berbagai
masalah yang dihadapi, termasuk proses pemulangan ke daerahnya masing-masing.
Kepala Dinas Kesejahteraan Kota Palu Drs Muhammad Haerollah menjelaskan para
pengungsi Poso yang masih ada di Kota Palu sekarang ini siap dipulangkan ke
daerah asalnya masing-masing. Mereka dikelompokkan menumpang bus, sementara
barang-barang mereka dimuat dengan truk.
Namun, cara tersebut banyak diprotes kalangan pengungsi. Mereka menginginkan
agar dana pemulangan, yaitu biaya bus sebesar Rp 20.000 per orang dan biaya
makan sebesar Rp 10.000 lebih baik diberikan langsung kepada masing-masing
pengungsi. Namun, keinginan itulah yang tidak dikabulkan Muhammad Haerollah.
"Kalau kita berikan langsung berupa uang, boleh jadi disalahgunakan. Cara ini
sebenarnya sudah yang terbaik, dipulangkan secara berkelompok, tetapi mereka
masih enggan juga pulang. Inilah yang menjadi masalah," katanya.
Sekarang ini menurut Haerollah, jumlah pengungsi yang ada di Kota Palu yang belum
terdata masih sekitar 12.000 jiwa. Sedangkan jumlah pengungsi yang sudah
dipulangkan ke daerah asalnya mencapai 15.000 jiwa.
Kebanyakan pengungsi mengatakan mereka masih enggan pulang karena di daerah
asalnya belum tersedia rumah. Karena itulah, mereka beranggapan lebih baik tinggal
di Kota Palu, sebelum pe-merintah menyediakan rumah dan fasilitas lainnya, seperti
tempat sekolah anak-anak mereka.
Pengungsi Aceh
Sementara itu pada hari yang sama sekitar 6.000 pengungsi asal Aceh yang
tergabung dalam Forum Pengungsi Asal Aceh (FPAA), Senin (29/7), berunjuk rasa ke
Kantor Gubernur Sumut di Jl Diponegoro Medan. Dalam aksinya pada hari kedelapan
ini, mereka menuntut keadilan pemerintah agar segera memberikan perhatian khusus
tentang penyelesaian pengungsi Aceh di Sumut. Selain itu, para pengungsi juga
meminta agar pemerintah pusat mengucurkan dana sebesar Rp 10 juta per keluarga
sebagai dana terminasi yang semula hanya Rp 2.750.000 per keluarga. Suryanto,
koordinator FPAA, menyebutkan dana terminasi yang diterimanya selama ini tidak
mencukupi untuk kebutuhan hidup.
Aksi pengungsi ke Kantor Gubernur Sumut ini mewakili sekitar 11.946 keluarga yang
kini tersebar di enam kabupaten/kota se-Sumut. Mereka sudah mengungsi sejak
1998 dan 1999 yang saat itu konflik Aceh tengah memanas.
Sementar itu, dalam sidang World Alliance of Reformed Churces (WARC),
Pemerintah RI diminta untuk lebih serius memperhatikan kesejahteraan para
pengungsi di Sulawesi Utara khususnya dan Indonesia pada umumnya. Permintaan
itu dikemukakan Vice Presiden WARC Dr Olivia Masih White dalam percakapannya
dengan SH di Tondano, Selasa (30/7).
Ia menyatakan sangat prihatin dengan kehidupan para pengungsi. Karena itu, dia
mengusulkan agar para pengungsi ini secepatnya dikembalikan ke daerah asalnya.
"Tapi pemerintah harus memperhatikan kesejahteraan, kesehatan, pendidikan bagi
anak-anak dan masa depan mereka," ungkapnya. Olivia yang didampingi Sekretaris
Umum Panitia Nico Tamabayong SKM menambahkan pemerintah juga bisa
memberikan perlindungan bagi para pengungsi untuk memperbaiki taraf hidup
pascakerusuhan. (man/dal/nov)
Copyright © Sinar Harapan 2002
|