|
Anicca (ketidak kekalan) memang adalah ajaran Sang Buddha. Semuanya adalah sementara keberadaannya. Mulai dari materi yang berbentuk sampai kepada segala unsur batiniah yang tak berbentuk. Kebahagiaan yang diperoleh dari perbuatan baik adalah juga tak kekal. Penderitaan yang diperoleh dari perbuatan jahat adalah juga tak kekal. Yah, kalau dipikir-pikir untuk apa susah-susah berbuat baik? Mending “enjoy” saja lah, ya kan? Kalau berbahagia, kita menerimanya lho. Kalau menderita, kita juga menerimanya gitu.
Terus kalau semuanya adalah tak kekal, apa yang menjadi tujuan hidup ini? Apakah kita hanya sekedar berusaha untuk melarikan diri dengan mengatakan semuanya adalah semu, semuanya adalah tak nyata? Bila demikian adanya, maka niat berbuat baik akan dengan sendirinya terkikis, niat berbuat jahat tak akan dihilangkan.
Itu adalah pandangan terhadap ketidak kekalan tanpa dilandasi oleh kebijaksanaan dan ketenangan batin. Seseorang yang memiliki pandangan nihilistik seperti yang disebutkan di atas memegang pandangan yang cukup berbahaya untuk dirinya dan orang lain. Sekilas terlihat pandangan di atas adalah sesuai dengan ajaran Sang Buddha karena ada kata “ketidak kekalan” nya itu lho. Tapi kalau dianalisa dengan menggunakan kebijaksanaan dan ketenangan batin sebagai alat-alat penganalisanya, maka terlihat jelas itu adalah bukan lain “kegelapan batin” yang berkedok “Buddhis.”
Jadi apa pandangan yang sesuai dan yang bermanfaat bagi kesejahteraan diri kita?
Perbuatan jahat seharusnya dihindari untuk menjauhi diri kita dari penyesalan, penderitaan, dan keresahan batin.
Perbuatan baik seharusnya dikembangkan untuk menghasilkan kebahagiaan, kegirangan, dan ketenangan.
Ketidak kekalan seharusnya dipahami melalui kebijaksanaan dan ketenangan batin yang telah diperoleh sebelumnya dari terhindarnya perbuatan jahat dan berkembangnya perbuatan baik.
Dengan kata lain:
Hindarilah perbuatan jahat, kembangkanlah perbuatan baik, raihlah batin yang terhindar dari kerisauan, batin yang penuh energi, dan kegirangan; kemudian sifat-sifat batiniah ini diperhatikan dengan seksama untuk menghasilkan batin yang lebih tenang dan terkonsentrasi. Batin yang tenang dan terkonsentrasi inilah yang sanggup melihat “segala sesuatu seperti apa adanya” yang memang bersifat tidak kekal.
Jadi perbuatan jahat dihindari demi menghindarkan diri kita dari kerisauan batin. Perbuatan baik dikembangkan demi menghasilkan ketenangan batin. Karena tanpa batin yang tenang, bagaimana mungkin ketidak kekalan ini dapat dipahami dengan sebenar-benarnya? Jadi inilah manfaat dari penghindaran diri dari perbuatan jahat, pengembangan diri dengan perbuatan baik, dan pelatihan pikiran melalui meditasi. Singkatnya: Dengan melatih diri sesuai dengan sila, kita akan meraih ketenangan. Dengan teraihnya ketenangan batin ini, kita kemudian menggunakannya untuk melihat kenyataan (Dhamma). |
|