|
Pertanyaan: Bila seseorang itu karena karma buruknya terlalu banyak maka dia dilahirkan di [alam] binatang, di mana dia menjadi seekor binatang karnivora, seperti singa, harimau dll. Bukankah dengan demikian karma buruknya akan bertambah banyak? Karena binatang seperti itu perlu membunuh untuk kelangsungan hidupnya. Bila demikian bukankah dia tidak akan bisa terlahir kembali ke alam manusia? Jawaban: Ck...ck...ck, ini pertanyaan yang sungguh bagus. Andaikata saja semua umat Buddhis pernah melontarkan pertanyaan ini ke diri mereka sendiri dan mengerti jelas jawabannya, maka umat Buddhis akan senantiasa maju dalam Dhamma. Sebelumnya kita harus waspada dulu bahwa walaupun seseorang melakukan banyak perbuatan baik, akan tetapi kalau pikirannya sering terkondisi memikirkan hal-hal yang rendah (penuh nafsu, kebencian, iri hati, dan pikiran sesat), maka tergantung apa yang berada di pikirannya sesaat sebelum ia meninggal: bila pikiran buruk (yang telah terbiasa muncul) tersebut muncul, maka ia akan dilahirkan di alam rendah; bila pikiran baik yang muncul (mengingat perbuatan-perbuatan baiknya), maka ia akan dilahirkan di alam yang bahagia. Jadi jangan menganggap kalau kita sudah melakukan banyak perbuatan baik kita pasti akan masuk surga. Tidak demikian. Saat menjelang kematian itu adalah faktor yang lebih menentukan alam kelahiran kembali kita. Ini dapat diperumpamakan demikian. Kita bangun pagi, bermeditasi, berdana, dan mendengar Dhamma. Malamnya kita menyewa filem horor dan setelah menonton filem horor kita langsung tidur. Pertanyaannya: Apabila bermimpi, apakah mimpi kita cenderung mengerikan atau menyenangkan? Lebih cenderung ke mengerikan, bukan? Sama halnya tumimba lahir ini. Seandainya kita berbuat banyak kebaikan, akan tetapi bila saat menjelang kematian, pikiran kita berkelut, sedih, gelisah, dll, maka kita akan dilahirkan di alam yang menyedihkan (alam rendah). Tetapi jangan disalah artikan penjelasan di atas. Semua perbuatan yang didasari kehendak (cetana) akan membuahkan hasil. Dengan demikian, walau seorang penjahat dilahirkan di alam yang bahagia, setelah masa waktunya habis di sana (surga), maka ia akan langsung jatuh ke alam rendah. Dengan mengerti hal ini, maka seorang Buddhis mengutamakan pikirannya lebih dari segalanya. Ia melatih sila demi melatih pikirannya. Ia melakukan perbuatan baik demi mengembangkan pikirannya. Sesungguhnya semua perbuatan dan perkataan baik bertujuan untuk mengkondisikan pikiran kita menjadi tenang dan bijaksana. Seandainya seseorang jatuh di alam rendah (misalnya di alam binatang karnivora), maka ia akan senantiasa memangsa binatang lainnya. Apabila ia membunuh mangsanya maka ia akan lagi-lagi memupuk kamma buruk. Semakin banyak korban yang dibunuh, maka semakin banyak kamma buruk yang ia lakukan. Tergantung pemikiran apa yang berada di benak binatang tersebut, akan tetapi hidup binatang buas terkondisi oleh rasa takut, cemas, dan keganasan. Lagi-lagi kondisi ini akan mendorong ia ke alam rendah. Dan hal ini akan terus berulang, sehingga dikatakanlah oleh mereka yang bijaksana, "Samsara adalah penuh penderitaan dan sangat berbahaya." Sang Buddha sendiri telah menjelaskan bahayanya samsara dan sulitnya bagi seseorang untuk kembali dilahirkan di alam manusia [atau alam bahagia]. Perumpamaan yang diberikan Sang Buddha mungkin telah sering didengar oleh kita: bagaikan penyu yang sangat jarang naik ke permukaan air laut, tetapi sewaktu ia naik ke permukaan laut saat itu, kebetulan ada kayu yang berlubang yang terapung di atas permukaan air laut, dan kepala penyu tersebut pas masuk ke dalam lubang kayu tersebut. Inilah kecilnya kesempatan bagi makhluk yang terjatuh ke alam rendah untuk keluar darinya. Jadi kesempatan untuk dilahirkan kembali menjadi manusia ada, tetapi sangat sangat kecil. Dengan pengertian ini, maka pantaslah bagi kita semua untuk hidup dengan berhati-hati. Ini yang disebutkan oleh Sang Buddha sebagai 'sati' (kewaspadaan, mindfulness)--menyadari kondisi pikiran kita setiap saat dan menjaganya dengan seksama sehingga ia terbebas dari noda. Dengan penjelasan yang sama, seorang Buddhis juga tidak menginginkan kelahiran di alam-alam surga [atau Brahma atau alam tak bermateri lainnya], tetapi dengan tergesa-gesa mengumpuli bekal untuk Nibbana. |
|