![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Cara bijaksana mempelajari kitab suci Buddhis Karya: Taman Budicipta |
||||||||
![]() |
||||||||
Segala sesuatu adalah tanpa kekekalan abadi, termasuk juga ajaran yang diturunkan oleh Sang Buddha. Sang Buddha mengatakan bahwa ajarannya tak akan langsung tiba-tiba punah, akan tetapi ia akan punah secara perlahan-lahan [Ani Sutta]. Ajaran Sang Buddha bisa punah dengan setidaknya 2 cara, yakni:
1) dengan munculnya tambahan-tambahan yang bukan berasal dari Sang Buddha tetapi dipercayai sebagai ajaran langsung darinya (dan kemudian ajaran tersebut malahan lebih tekun dipelajari daripada ajaran Sang Buddha sendiri) 2) dengan lenyapnya ajaran pokok/utama dari Sang Buddha tersebut Teman-teman, andaikata hal kedua di atas telah terjadi, maka kerugian yang sangat besar telah menimpa kita. Akan tetapi terlihat bahwa ini sepertinya bukanlah hal yang telah menimpa kita. Kitab suci kita ini adalah yang paling tebal diantara kitab suci agama apapun juga. Seperti lelucon klasik yang telah beredar diantara kalangan Buddhis, seandainya dikenal sumpah Buddhis dengan menaruh kitab suci agama Buddha di atas kepala umatnya, maka umatnya malahan akan dibawa ke rumah sakit setiap kali diadakannya sumpah Buddhis. Mengapa? Karena umat Buddhis akan jatuh pingsan ditimpa segudang buku di setiap sumpah Buddhis. Lagi pula, bila apa yang disebutkan Sang Buddha adalah benar, yakni punahnya ajaran Sang Buddha tersebut berlangsung secara perlahan-lahan, maka akan sulit dibayangkan punahnya ajaran Sang Buddha itu adalah karena hal kedua di atas. Lebih masuk akal bila hal yang pertama yang akan (sedang) terjadi. Hal ini didukung lebih lanjut dari munculnya banyak ajaran-ajaran baru yang menyebut diri mereka agama Buddha di jaman ini. Teman-teman, andaikata hal pertama di atas telah terjadi, maka kerugian yang cukup besar telah menimpa kita. Bagaimanakah seorang yang bijaksana menghadapi dilema ini, bila saja hal pertama ini telah terjadi? Ia akan menguji, meneliti, mempelajari dengan cermat isi dari kitab suci tersebut, yakni: 1) ia akan mencari tahu mana bagian yang tertua dari kitab suci tersebut dan mana yang muncul setelahnya (tambahan). Kemudian ia akan lebih memfokuskan dirinya pada bagian yang lebih tua tersebut. 2) Bilapun ia tak mampu mengetahui usia dari bagian-bagian kitab suci tersebut, maka ia akan mencari tahu bagian mana yang berisi hal-hal yang bertentangan satu dengan lainnya. Kemudian dari hal-hal yang bertentangan tersebut, ia akan meneliti mana yang lebih tepat dan mana yang lebih terkesan sebagai tambahan. 3) Andaikata ia masih tak mampu mengetahui adanya pertentangan di antara isi kitab suci tersebut, maka dengan kebijaksanaannya ia seharusnya mempelajari bagian yang lebih mudah, yang lebih sederhana, dan yang lebih gampang dimengerti terdahulu. Karena mungkin dengan berbekal dasar yang kuat ini, ia akan mampu melihat adanya pertentangan tersebut di kemudian hari. Atau mungkin dengan bekal pengertian dasar ini, ia akan mampu mengerti sari dari ajaran Sang Buddha dan menelusuri jalan yang telah ditunjukan tersebut sesuai pengertiannya itu. 4) Atau katakanlah tidak terdapat tambahan sedikitpun, yakni memang semuanya adalah bersumber dari Sang Buddha, maka ia masih tetap dikatakan sebagai pengikut Sang Buddha yang bijaksana bila ia tekun meneliti, mempelajari, dan meguji ajaran Sang Buddha yang lebih sederhana tersebut. Dan apakah ajaran yang lebih sederhana tersebut? Ajaran tersebut adalah bagian dari Sutta Pitaka, yakni: - Digha Nikaya - Majjhima Nikaya - Anguttara Nikaya - Samyutta Nikaya - Khuddaka Nikaya ( Dhammapada, Sutta Nipata, Theragatha, Therigatha, Itivuttaka, dan Udana) Lebih dari itu--berdasarkan penelitian--kumpulan di atas adalah merupakan kumpulan yang tertua. Oleh karena itu, teman-teman, pelajarilah dahulu kumpulan di atas. Seseorang tidak perlu menjatuhkan dirinya ke dalam perdebatan tentang perihal ini. Apapun yang telah terjadi, menekuni dahulu kumpulan di atas tak akan memberikan kerugian. Inilah yang dikehendaki oleh Sang Buddha dari kita, yakni tak langsung menerima kitab suci itu sendiri, tetapi dengan bijaksana menelitinya terdahulu [Gotami Sutta]. Ini juga yang membedakan kita dengan umat agama lain yang menganggap kitab suci sebagai sesuatu yang mutlak. Artikel ini bertujuan untuk membimbing umat Buddhis dalam mempelajari ajaran Sang Buddha dan bukan bertujuan untuk menciptakan perselisihan. Karena bila ia memang menciptakan perselisihan, maka ia pantas diabaikan. |
||||||||
![]() |