|
Pertanyaan: Diskusi ini mengingatkan saya dgn article yg baru saja saya baca di kelas hari ini. Artikel tersebut membicarakan tentang Animal Rights (hak asasi Binatang??). Para filsafat mengatakan bahwa binatang mempunyai tujuan yg sama dengan manusia yaitu semua mencari kebahagiaan dan menghindari penderitaan. Mereka juga mengatakan bahwa binatang2 seperti orangutan, lumba2, dan babi yg mempunyai intelegensia yg cukup tinggi seharusnya tidak dijadikan tes atau percobaan. Misalnya para medis mencoba obat tetes mata kepada orangutan sebagai "kelinci percobaan", dgn demikian mereka dapat memperkirakan bgmana reaksi obat tersebut bila diteteskan di mata manusia. Karena DNA orangutan dan manusia sangat mirip, binatang ini seringkali dijadikan "kelinci percobaan". Kalau dipikir2 lagi, sebenarnya para medis melakukan hal ini u/ kepentingan manusia (yg mempunyai intelegensia dan kesadaran yg lebih tinggi). Contohnya lagi adalah cloning...si Dolly. Dolly adalah kambing percobaan yg diclone (tetapi sayangnya Dolly mati pd usia yg masih muda). Process meng-clone (stem-cell) ini bisa membantu manusia u/ mengganti organ2 yg tdk berfungsi lagi. Mungkin kambing tdk mempunyai intelegensia / kesadaran yg setaraf dgn manusia. Tetapi para filsafat mengatakan bahwa seharusnya kita tdk mendiskriminasi mahluk2 hanya dgn intelegensia. Sebenarnya bagaimana tanggapan buddhis tentang hal ini? Jawaban: Ini adalah topik diskusi yang lumayan controversial dan memerlukan pemahaman science & technology yang memadai. Karena kebetulan profesi saya adalah biomedical scientist, maka saya akan memberikan sedikit facts tentang topik ini hanya dengan tujuan agar kita dapat lebih memahami segi moralnya (Dhamma). Bagi yang berminat untuk mengetahui lebih jauh tentang aspek science & technology dari topik ini, tolong jangan mendiskusikannya di forum ini karena akan telah sedikit menjauhi aspek Dhamma (kecuali masih berhubungan erat dengan aspek moral). Saya bersedia memberikan informasi science & technology yang tak berkaitan dengan Dhamma tetapi bukanlah di forum Dhamma ini. Tujuan makhluk hidup: memperoleh kebahagiaan dan menghindari penderitaan Pemikiran yang cukup adil. Tambahan: semua makhluk hidup takut akan kematian. Maka kita seharusnya menghindari pembunuhan terhadap makhluk hidup. Animal right vs. welfare Hanya sedikit informasi bagi yang belum mengetahuinya. Animal right dan animal welfare adalah dua hal yang berbeda. Animal right menganggap manusia dan binatang itu setara (setidaknya memiliki hak yang sama) sehingga apapun yang tak kita lakukan terhadap sesama manusia, tak boleh juga dilakukan pada binatang. Mereka melarang makan daging, melarang memelihara binatang kesayangan, melarang adanya kebun binatang, dll. Sangat ekstrim. Sedangkan animal welfare mengharapkan agar binatang diperlakukan dengan pantas (kasih sayang). Mereka tak melarang hal-hal diatas. Lebih moderat. Jadi secara umum, umat Buddhis bukanlah seorang pendukung animal right tetapi pendukung animal welfare. Persamaan DNA antara manusia dan monyet Kalau saja kita membandingkan DNA manusia dengan DNA chimpanzee (perbandingan genomic DNA sequence) maka setidaknya 95% dari kedua DNA tersebut adalah sama. Bagaimana kalau antar 2 manusia? 99.9% sama. Identical twin? 100% sama. Terlihat disini bahwa DNA bukanlah jawaban yang memuaskan terhadap perbedaan antara kita. Cloning Ada 4 jenis cloning: 1) Gene cloning: ini adalah proses menduplikasi DNA dari sebuah gene (definisi gene: DNA yang berfungsi untuk mencetak satu protein). Jadi tujuan cloning ini adalah untuk research dan tak mengakibatkan penderitaan makhluk hidup. 2) Embryo cloning: mengambil sel-sel dari embryo (embryo itu sangat kecil dan belum ada sistem sarafnya) dan memisahkannya agar embryo tersebut dapat diperbanyak. Embryo yang diperbanyak tersebut kemudian dimasukan ke rahim. Produknya adalah identical twins. 3) Reproductive cloning: mengambil ovum (sel telur wanita, ukuran sekitar titik kecil . ini) dan nucleus donatur dan kemudian menggantikan nucleus ovum dengan nucleus donatur. Kemudian sel ovum yang telah dimodifikasi ini dimasukan ke rahim sehingga akan tumbuh menjadi makhluk yang DNAnya 100% sama dengan DNA si donatur. 4) Therapeutic cloning: proses yang sama dengan no. 3 diatas tetapi sel ovum yang telah dimodifikasi itu tidak dimasukan ke rahim tetapi setelah menjadi embryo diambil sel-selnya untuk kemudian ditumbuhkan menjadi jaringan tubuh, misalnya, hati, jantung, kulit, dll (tak ditumbuhkan menjadi makhluk hidup). Jaringan tubuh ini akan memiliki DNA yang juga 100% sama dengan DNA si donatur. Yang menjadi kontroversi besar adalah pertanyaan berikut: "kapankah embryo (atau fetus) menjadi makhluk hidup?" Karena kita ketahui ovum dan sel tubuh kita bukanlah makhluk hidup. Menurut pandangan pribadi saya sendiri, sejak terbentuknya sistem saraf (nervous system) itulah, maka fetus tersebut (bukan embryo) menjadi makhluk hidup. Menurut pandangan agama lain, sejak ovum dibuahi sperma (atau nucleus dari sel lain) itulah kehidupan mulai. Oleh karena pandangan ini, maka mereka melarang cloning. Perlu disebutkan bahwa Sang Buddha menganjurkan para Bhikkhu untuk tak merusak telur sekalipun. Tetapi ini tak berarti telur dianggap sebagai makhluk hidup, seperti layaknya anjuran Sang Buddha kepada para Bhikkhu untuk tak merusak tanaman (tanaman tak dianggap sebagai makhluk hidup). Akan tetapi katakanlah pandangan yang kusebutkan diatas benar, tetap saja proses nomor 2-3 diatas memiliki kesalahan teknis yang tinggi. Sehingga apapun yang terjadi dalam proses tersebut adalah menjadi tanggungan moral seorang scientist. Misalnya baru-baru ini diketahui bahwa makhluk yang di reproductive clone cenderung gemuk (kurang sehat) sehingga ini juga adalah kamma yang akan ditanamnya. Sebenarnya kebahagiaan sejati tak terletak pada genetic kita tetapi pada pikiran kita. Sang Buddha mengatakan bahwa ras/golongan/kasta bukanlah yang membuat seorang Brahma (bijaksana/suci), akan tetapi pikiran dan perbuatanlah yang menentukannya. Animal experiment Experiment yang mengakibatkan penderitaan dan pembunuhan makhluk hidup sebaiknya dihindari. Alasan bahwa tujuan dari experiment itu adalah untuk kesejahteraan manusia bukanlah alasan yang tepat. Sedangkan experiment yang belum kita ketahui apakah kelak akan menyebabkan penderitaan atau tidak (misalnya mencoba obat baru), harus kita sadari penuh, "Bila menyebabkan penderitaan, maka kita akan menerima hasil perbuatan tersebut." Kesimpulan Banyak lagi isu-isu yang controversial di bidang ini. Sebagai seorang scientist, harus kuakui bahwa pilihan bisa menjadi sangat susah karena masih adanya keterikatan kita pada profesi kita. Ini juga yang membuatku sadar bahwa mempelajari Dhamma dan melatihnya dengan sungguh-sungguh merupakan hal yang sangat bermanfaat. Semoga penjelasan singkat ini bermanfaat. Silahkan memberikan komentar & tambahan. |
|