|
Suatu saat ketika Buddha Gotama sedang berjalan bersama rombongan bhikkhu ke suatu tempat, ia tiba-tiba berhenti dan kemudian tersenyum. Bhante Ananda menanyai Sang Buddha mengapa ia tersenyum. Sang Buddha kemudian menceritakan kisah yang jenaka ini.
Di masa kehidupan Buddha Kassapa, hiduplah seorang ahli pembuat keramik/pot yang bernama Ghatikara. Ghatikara adalah pendukung utama Buddha Kassapa dan Sangha, seperti layaknya Anathapindika di masa Buddha Gotama. Walau hanyalah umat biasa, Ghatikara adalah seorang Anagami (yang telah melenyapkan noda amarah dan nafsu secara total). Buddha Kassapa memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Ghatikara, dan menganggapnya sebagai pendukung utamanya.
Ghatikara memiliki seorang sahabat akrab yang bernama Jotipala. Jotipala adalah dari ras brahmana, ras yang tertinggi di India. Sedangkan Ghatikara hanyalah seorang pekerja biasa. Suatu hari, Ghatikara mengajak Jotipala mengunjungi Buddha Kassapa. Akan tetapi Jotipala menjawabnya, “Untuk apa pergi melihat para pertapa gundul?” Ghatikara terus mengajaknya, dan ia terus menolaknya. Ghatikara pun mencari akal, dan kemudian bertanya kepada Jotipala, “Bagaimana kalau kita pergi mandi di sungai?” Ajakan ini rupanya berhasil dan merekapun pergi. Sewaktu lagi mandi, lagi-lagi Ghatikara mengajak Jotipala, dan lagi-lagi Jotipala menolaknya. Sampai akhirnya Ghatikara menggemgam pergelangan tangan Jotipala dan mengatakan, “Ayo kita pergi, sudah gak jauh kok dari sungai ini.” Tapi lagi-lagi Jotipala menolak dan melepaskan pergelanggan tangannya dari Ghatikara. Kemudian Ghatikara langsung mengenggam rambut Jotipala dan mengajaknya sekali lagi, “Ayo kita pergi...” Jotipala yang ditarik rambutnyapun menjadi heran dan menjawab, “Ok, ok, asal kamu lepaskan dulu rambutku ini.”
Akhirnya merekapun pergi. Setibanya di sana, Buddha Kassapa memberikan khotbah Dhamma yang menyenangkan hati kedua orang ini. Jotipala pun akhirnya menjadi bhikkhu. Walau dirinya adalah seorang Anagami, Ghatikara tidak menjadi bhikkhu karena ia memiliki orang tua yang buta yang harus ia rawati.
Telah menjadi kebiasaan bahwa Buddha Kassapa kadang-kadang mendatangi rumah Ghatikara untuk bersedekah makanan. Beberapa kali Ghatikara tak di rumah, Buddha Kassapa pun meminta sedekah makanan dari orang tuanya. Orang tuanya dengan senang hati berdana. Sekembalinya dari kerja, Ghatikara pun mengetahui bahwa Buddha Kassapa telah datang meminta sedekah makanan di rumahnya. Ia pun sangat girang. Dan kedua orang tuanya pun menjadi sangat girang. Hal ini berlangsung berkali-kali. Tibalah suatu hari, tempat kediaman Buddha Kassapa bocor. Atapnya yang terbuat dari rumput jebol. Buddha Kassapapun menyuruh para bhikkhu untuk pergi ke rumah Ghatikara dan mengumpul rumput-rumput di sana. Rupa-rupanya tempat Ghatikara tak ada rumput yang dapat digunakan untuk memperbaiki atap yang boncor, akan tetapi atap rumah Ghatikara sendiri terbuat dari rumput. Jadi dengan izin Buddha Kassapa, para bhikkhupun mengambil semua rumput dari atap rumah Ghatikara. Orang tua Ghatikara pun bingung, siapa yang lagi di atap rumah mereka? Oh, rupa-rupanya para bhikkhu. Maka mereka dengan senang hati memberikan rumput atap mereka. Setibanya di rumah, Ghatikara juga ikut bingung, siapa yang mengambil semua rumput di atapnya? Setelah diberitahukan orang tuanya, Ghatikara pun menjadi sangat girang dan berkata, “Alangkah bagusnya! Di pikiran Buddha Kassapa, aku adalah pendukung utamanya.” Maka merekapun menjadi sangat girang, walau atap rumah mereka saat itu telah diambil semuanya, sudah gundul—kosong tanpa atap! Akan tetapi sewaktu hujan, rumah mereka tak dimasuki setetes hujan sekalipun. Itulah hasil dari kegirangan yang tulus dari Ghatikara dan orang tuanya sebagai pendukung utama Buddha Kassapa.
Buddha Gotama mengakhiri cerita ini dengan menjelaskan bahwa Jotipala adalah dirinya sendiri. Di kesempatan lain, Ghatikara mengunjungi Buddha Gotama. Mereka mengingatkan diri masing-masing akan kehidupan lampau mereka di masa kehidupan Buddha Kassapa. Ghatikara saat ini sedang berdiam di alam Brahma. Ia akan mencapai kesucian Arahat di alam Brahma. |
|