|
Agama Buddha muncul di dunia telah lama, lebih lama dari agama/kepercayaan lain. Namun untuk beberapa masyarakat yang banyak dipengaruhi oleh kepercayaan lain, kehadiran agama Buddha terasa baru dan juga mungkin dianggap agak aneh. Tiap agama memiliki ciri khasnya masing-masing. Perbedaan ciri ini menyebabkan tidak bisa atau tidak perlunya seseorang untuk mempersamakan satu sama lain; walaupun ada beberapa hal yang masih bisa dilakukan.
Demikian tentang pembacaan paritta (do'a) untuk masing-masing kepercayaan. Seorang buddhis tidak bisa dan tidak perlu mencari-cari apakah di buddhis ada anjuran sembahyang lima kali sehari dalam waktu tertentu, atau apakah ada do'a-do'a di setiap gerak-gerik yang ia lakukan. Di tilik dari segi makna dan tujuannya, kata 'do'a' dalam agama lain adalah lain dengan 'paritta' dalam agama Buddha. Di lain pihak, istilah 'paritta' dalam agama Buddha sendiri telah digeser artinya oleh pemeluknya sendiri.
'Pembacaan do'a' menurut kepercayaan non buddhis adalah sikap memasrahkan diri dan memohon sesuatu yang diharapkan kepada 'sosok' yang tidak tampak oleh mata mereka. Sedangkan, 'pembacaan paritta' adalah proses pemunculan, pengembangan dan pengumpulan kekuatan batiniah melalui pembacaan ulang Ajaran-ajaran mulia untuk membentuk pikiran bajik dan luhur yang kemudian menggunakan kekuatan batiniah ini untuk mendukung tercapainya suatu harapan, baik membacanya untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain.
Dalam Pali, 'paritta' artinya 'perlindungan' yakni, sekelompok ajaran Sang Buddha tertentu yang dibacakan untuk membebaskan diri dari segala hal yang tak dikehendaki. Ada 12 Ajaran yang bisa disebut paritta, yakni: manggalasutta, ratanasutta, karaniyamettasutta, khandhaparitta, moraparitta, dhajaggaparitta, atanatiyaparitta, anggulimalaparitta, bojjhanggaparitta, abhayaparitta, vattakaparitta, dan chaddantaparitta. Lain dari 12 nama ini bukan disebut paritta. Ada satu istilah buddhis yang mirip dengan 'paritta', yakni 'puja'. Puja adalah lontaran kata-kata pujian, sanjungan kepada mereka yang dimuliakan yang kadang-kadang disertai dengan persembahan barang sesajian (dakkhina). Isi kata sanjungan ini kadang-kadang diakhiri dengan kata-kata pengharapan (vara) terhadap yang disanjung.
Selain paritta dan puja yang disebut di atas, ada sejumlah wacana (untuk menghindari penggunaan istilah paritta) buddhis yang patut dibaca acap kali atau setiap hari oleh seorang buddhis, di antaranya adalah, paccayapaccavekkhana, abhinhapaccavekkhana, brahmaviharapharana, buddhajayamanggala, dll. Tentang wacana yang mana harus dibaca kapan dalam satu hari adalah tergantung pada keleluasaan si pembaca sendiri. Suatu misal, abhinhapaccavekkhana bisa dibaca di pagi hari sebelum melakukan kegiatan harian; brahmaviharapharana bisa dibaca di malam hari setelah menyelesaikan kegiatan harian. Paccayapaccavekkhana adalah suatu perenungan terhadap penggunaan empat kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan dan obat).
Perenungannya dibagi empat waktu, pertama saat mendapatkannya, saat menjelang menggunakannya, saat sedang menggunakannya dan saat seusai menggunakannya. Contohnya pakaian, seseorang merenungkannya saat mendapat dari toko atau seseorang, merenungkannya saat menjelang mengenakannya, merenungkan saat sedang terkenakan, dan merenungkannya saat melepasnya. Bentuk renungan masing-masing saat pun berbeda-beda. Pembacaan paritta, puja ataupun wacana lain dalam kebiasaan buddhis tidak harus dengan suara, dalam hati pun jadi.
Perenungan terhadap pakaian saat mendapatkan: "Pakaian ini keberadaannya bergantung pada faktor-faktor pembentuknya. Demikian pula dengan saya si pemakai, sekadar berupa unsur-unsur, bukan makhluk, tak bernyawa, kosong." (Demikian pula untuk perenungan kebutuhan lainnya).
Perenungan terhadap pakaian menjelang mengenakan: "Pakaian ini adalah bersih keberadaannya. Namun setelah tersentuh oleh badan yang kotor ini, barang ini akan menjadi tampak kotor." (Demikian pula untuk perenungan kebutuhan lainnya).
Perenungan terhadap pakaian saat mengenakan: "Dengan merenungkannya secara jeli saya mengenakan pakaian. Pakaian adalah sekadar untuk menghindarkan diri dari hawa dingin hawa panas; untuk menghindarkan diri dari lalat penghisap darah, nyamuk, angin, terik matahari, dan binatang melata; sekadar untuk menutupi anggota badan yang menimbulkan rasa malu."
Perenungan terhadap makanan saat makan: "Dengan merenungkannya secara jeli saya memakan makanan. Makanan adalah bukan untuk kesenangan, bukan untuk mabuk-mabukan, bukan untuk menggemukkan, bukan untuk memperindah tubuh. Makanan sekadar untuk mempertahankan dan melangsungkan jasmani ini, untuk melenyapkan perasaan tidak nyaman, untuk mendukung pelaksanaan kehidupan yang mulia. Demikianlah saya melenyapkan perasaan sakit di awal dan tidak memunculkan perasaan sakit yang baru. Keberlangsungan akan ada padaku, tanpa tercela, dan hidup tenteram."
Perenungan terhadap tempat tinggal saat mendiami: "Dengan merenungkannya secara jeli saya mendiami tempat tinggal. Tempat tinggal adalah sekadar untuk menghindarkan diri dari hawa dingin hawa panas; untuk menghindarkan diri dari lalat penghisap darah, nyamuk, angin, terik matahari, dan binatang melata; sekadar untuk menghalau cuaca yang mengganggu dan untuk ketenangan dan kenyamanan."
Perenungan terhadap obat saat menggunakan: "Dengan merenungkannya secara jeli saya menggunakan obat. Obat adalah sekadar untuk melenyapkan rasa sakit dari penyakit yang muncul, untuk meniadakan penyakit secara optimal."
Abhinhapaccavekkhana (terjemahan)
Sewajarnya aku mengalami usia tua. Aku tak terhindar dari usia tua. Sewajarnya aku mengalami kesakitan. Aku tak terhindar dari penyakit. Sewajarnya aku mengalami kematian. Aku tak terhindar dari kematian. Segala milikku yang kucintai dan kusenangi akan berubah, akan terpisah dariku. Aku adalah pemilik perbuatanku sendiri Sebagai pewaris perbuatanku sendiri Lahir dari perbuatanku sendiri Berhubungan dengan perbuatanku sendiri Tergantung pada perbuatanku sendiri Perbuatan apapun yang aku lakukan Baik ataupun buruk. Itulah yang akan kuwarisi. Hendaknya, kita kerap kali merenungkan.
Brahmaviharapharana (terjemahan)
Semoga aku berbahagia, Bebas dari penderitaan, Bebas dari membenci, Bebas dari menyakiti, Bebas dari derita jasmani dan batin, Semoga aku dapat menjalankan hidup dengan bahagia. Semoga semua makhluk berbahagia, Bebas dari penderitaan, Bebas dari membenci, Bebas dari menyakiti, Bebas dari derita jasmani dan batin, Semoga mereka dapat menjalankan hidup dengan bahagia. Semoga semua makhluk bebas dari penderitaan. Semoga semua makhluk tak kehilangan kesejahteraan yang telah mereka peroleh. Semua makhluk sebagai pewaris perbuatan mereka sendiri Lahir dari perbuatan mereka sendiri Berhubungan dengan perbuatan mereka sendiri Tergantung pada perbuatan mereka sendiri Perbuatan apapun yang mereka lakukan Baik ataupun buruk. Itulah yang akan mereka warisi.
Demikian ulasan tentang pembacaan 'paritta'. |
|