![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Pengertian Mulia Karya: Taman Budicipta |
||||||||
![]() |
||||||||
Pengertian mulia tentang keyakinan Ajaran Sang Buddha sangatlah dalam dan luas. Sang Buddha sendiri diberkahi kwalitas yang luar biasa yang meliputi moralitas, konsentrasi pikiran, dan kebijaksanaan. Sesuai definisi, umat Buddhis adalah mereka yang menganggap Sang Buddha sebagai guru pembimbing mereka. Dan ajaran Sang Buddha inilah yang menghubungkan Sang Buddha dengan umat Buddhis. Dengan kata lain, umat Buddhis melihat Sang Buddha melalui ajaran Beliau, bukan dengan bertemu muka dengan Beliau. Segala kwalitas mulia Sang Buddha yang disebut di atas dipahami umat Buddhis melalui pengertian terhadap ajaran Beliau. Setelah mengerti ajaran tersebut, barulah umat Buddhis mengatakan, “Wah, siapapun Guru yang mengajarkan ajaran ini, tentulah Beliau memiliki kwalitas yang tak terbanding.” Jadi umat Buddhis meyakini adanya Guru (Buddha) setelah melihat sendiri ajaran dari Guru tersebut. Ini adalah bagaikan seseorang yang melihat sinar cahaya dan mengetahui dengan pasti adanya sumber cahaya (walau ia belum melihat langsung sumber cahaya tersebut). Dan melalui pengertian yang sama, umat Buddhis juga mengetahui bahwa mereka yang mengikuti ajaran Sang Buddha ini akan mampu melenyapkan segala kesulitan & ketidakpuasan (ini adalah definisi makhluk suci dalam ajaran Sang Buddha). Secara ringkas, inilah yang dikenal sebagai keyakinan terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha. Oleh karena itu, maka pengertian terhadap ajaran Sang Buddha itu adalah yang pokok, yang utama, yang terpenting. Dengan mengerti ajaran Sang Buddha melalui pandangan terang, maka keyakinan yang disebutkan di atas akan muncul dengan sendirinya, bagaikan seseorang yang mengetahui secara pasti adanya sumber cahaya setelah terlebih dahulu melihat sinar cahaya tersebut secara langsung. Dalam hal ini, pengertian dan keyakinan adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Seseorang tak dapat mengatakan bahwa ia mengerti tapi tak yakin. Demikian pula ia tak dapat mengatakan bahwa ia yakin tapi tak mengerti. Dan apakah yang tak mungkin untuk sekarang ini? Bertemu muka pada saat ini dengan Sang Buddha, ini tak mungkin. Meyakini sesuatu hal yang belum dimengerti secara jelas terlebih dahulu, ini juga tak mungkin. Dan apakah hal yang mungkin sekarang ini? Mengerti ajaran Sang Buddha secara jelas, ini mungkin. Pengertian mulia tentang ketidakpuasan yang selalu menyertai segala yang terkondisi Secara singkat, apapun yang terkondisi akan berubah, hancur, lenyap. Maksud dari “terkondisi” di sini adalah keberadaannya tergantung pada keberadaan hal lainnya. Dengan kata lain, sifatnya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Misalnya, baju yang indah terkondisi oleh bahan/benangnya. Benang terkondisi oleh kelembaban dan temperatur. Kelembaban dan temperatur juga terkondisi oleh hal-hal lainnya, dst. Dan secara singkat pula, apapun yang terkondisi (berubah, hancur, lenyap) adalah tidak memuaskan. And here is the kicker: diri ini yang dikenal sebagai “aku” “saya” “milikku” “punyaku” adalah terkondisi. Dan bagaimanakah sesungguhnya diri ini terkondisi? Pengertian mulia tentang diri ini Badan ini terkondisi oleh makanan, perawatan, dan usia. Walau dirawat dengan sebaik-baiknya dan diberi makanan yang paling bergizi, badan ini suatu hari tetap akan menjadi mayat via aging. Kalau tidak diberi makanan dan perawatan, badan ini akan menjadi mayat via expressway! Inilah kenyataan tentang badan ini yang selalu terkondisi oleh makanan, perawatan, dan usia. Kesadaran ini juga terkondisi. Kesadaran yang terbentuk dengan mata dan objek visual dikenal sebagai kesadaran penglihatan. Kesadaran yang terbentuk dengan telinga dan suara dikenal sebagai kesadaran pendengaran. Kesadaran yang terbentuk dengan hidung dan aroma dikenal sebagai kesadaran penciuman. Kesadaran yang terbentuk dengan sistem saraf peraba dan objek yang menyentuh dikenal sebagai kesadaran peraba. Kesadaran yang terbentuk dengan pikiran dan objek mental dikenal sebagai kesadaran mental. Bagaikan api yang membakar lilin dikenal sebagai api lilin, api yang membakar kayu dikenal sebagai api kayu, api yang membakar arang dikenal sebagai api arang, dst. Dan keberadaan api tersebut tergantung pada sumber pendukungnya, yakni api lilin tergantung pada lilin (bila lilin habis, api juga ikut habis), api kayu tergantung pada kayu, dst. Begitu pula kesadaran tergantung pada sumber pendukungnya. Kesadaran penglihatan tergantung pada mata dan objek visual, kesadaran pendengaran tergantung pada telinga dan suara, dst. Terdapat juga kesadaran penghubung antar satu kehidupan dengan kehidupan lain. Kesadaran ini—seperti layaknya kesadaran di atas—juga tergantung pada sumber pendukungnya. Kesadaran penghubung kehidupan ini akan dijelaskan di bawah. Pencerapan ini (contact) terkondisi oleh indera, objek indera, dan kesadaran: dengan adanya mata, objek visual, dan kesadaran visual barulah ada proses penglihatan; dengan adanya telinga, suara, dan kesadaran pendengaran barulah ada proses pendengaran; dengan adanya hidung, aroma, dan kesadaran penciuman, barulah ada proses penciuman; dengan adanya organ pengecap, rasa, dan kesadaran pengecap barulah ada proses pengecap; dengan adanya sistem saraf peraba, objek yang menyentuh, dan kesadaran peraba barulah ada proses sentuhan; dengan adanya pikiran, objek mental, dan kesadaran mental barulah ada proses pemikiran. [Kesadaran diperlukan dalam proses pencerapan. Misalnya, kentut yang keras dan bau mungkin tak dapat didengar ataupun dicium oleh orang yang sedang tidur nyenyak walau telinga dan hidungnya masih dalam kondisi yang sehat. Tetapi karena kesadaran pendengaran dan penciumannya sedang lemah sewaktu tidur, maka ia tak dapat mendengar maupun menciumnya, kecuali bila memang kentut tersebut super nyaring bunyinya dan super pedas baunya.] Perasaan ini terkondisi oleh pencerapan (contact): dengan adanya pencerapan barulah ada perasaan yang menyenangkan, perasaan yang tak menyenangkan, dan perasaan yang netral. Misalnya, setelah mendengar humor yang lucu, timbul rasa senang. Rasa senang ini tergantung pada (muncul setelah) adanya contact (mendengar humor tersebut). Pikiran ini terkondisi oleh objek mental: dengan adanya objek mental yang baik maka pikiran menjadi baik; dengan adanya objek mental yang tak baik maka pikiran menjadi tak baik; dengan adanya objek mental yang rumit maka pikiran menjadi rumit; dengan adanya objek mental yang menenangkan maka pikiran menjadi tenang. Ringkasnya, segala sesuatu yang terkondisi adalah tidak memuaskan. Dan segala yang tak memuaskan tak pantas dianggap sebagai “aku” “saya” “milikku” “punyaku.” Pengertian mulia menghentikan segala ketidakpuasan Apabila seseorang menganggap sesuatu itu memuaskan atau menganggap ini adalah “aku” “saya” “milikku” “punyaku,” maka ia akan tergiur olehnya. Setelah tergiur olehnya, maka ia akan terikat olehnya. Dengan adanya keterikatan ini, maka munculah keinginan untuk ini dan itu (pokoknya banyak deh keinginannya!). Keinginan “ini dan itu” lah yang akan terus mendorongnya untuk tetap dilahirkan kembali ke alam kehidupan. Setelah dilahirkan, maka suatu hari ia pasti akan sakit, tua, dan mati. Bila dilahirkan di alam yang tinggi (dewa atau Brahma), suatu saat ia juga akan jatuh kembali ke alam yang lebih rendah, dst. Kesadaran yang menghubungkan kehidupan lampau dengan kehidupan ini dikenal sebagai kesadaran penghubung. Dan sumber penyokong dari kesadaran penghubung ini adalah ketidakpahaman terhadap segala hal yang terkondisi. Tetapi dengan munculnya pengertian mulia tentang ketidakpuasan dari segala hal yang terkondisi ini, maka kegiuran lenyap. Dengan lenyapnya kegiuran, keterikatan lenyap. Dengan lenyapnya keterikatan, keinginan untuk “ini itu” lenyap. Dengan lenyapnya keinginan “ini itu” maka kesadaran penghubung tersebut sudah tak disokong lagi—padam bagaikan api lilin yang padam setelah habisnya lilin yang dahulu menyokongnya. |
||||||||
![]() |