The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Radio Netherland Hilversum


Radio Nederland Wereldomroep, Selasa 20 Juli 2004 04:30 WIB

Penembak Misterius: Itukah Penghubung Kekerasan di Maluku dan Poso?

Intro: Kekerasan di Poso terus berlanjut, dengan korban terakhir pendeta Susianti Tinulele, 29 tahun, yang ditembak mati ketika berkhotbah di Gereja Effata Ahad malam kemarin. Sebelum itu, pada hari Sabtu dan Jum'at juga sudah terjadi pembunuhan yang menyebabkan Poso kembali memanas. Pendeta Susianti Tinulele dibunuh oleh penembak misterius yang menerobos masuk gereja. Pembunuhan yang dilakukan oleh penembak misterius ini memang pola yang terus terjadi di Poso dan Sulawesi Tengah. Inilah anehnya, karena bukankah di Sulawesi Tengah sudah dicapai perjanjian perdamaian Malino yang dipelopori oleh SBY serta Jusuf Kalla? Berikut penjelasan Anto Sangaji, Koordinator Yayasan Tanah Merdeka di Poso:

Anto Sangaji [AS]: Ya, saya seringkali bilang bahwa sepertinya Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla dianggap sebagai pahlawan peristiwa Malino. Menurut saya itu bull shitlah (omong kosong, Red), gitu. Karena setelah peristiwa Malino, kan kekerasan juga tetap juga terjadi. Tapi publik Indonesia, itu sepertinya dihipnotis. Bahwa kedua figur ini punya kontribusi besar terhadap perdamaian. Itu yang pertama.

Terus yang kedua, saya juga agak sedikit terganggu. Ketika dalam kampanye pemilihan presiden, Susilo Bambang Yudhoyono Jusuf Kalla memasang sebuah spanduk di jalanan, di kota Palu, dekat dengan sebuah pasar. Di situ tertulis, bahasanya begini: "sirikna Jusuf Kalla, sirikna tao ugi." Itu artinya "kehormatannya Jusuf Kalla, kehormatannya orang Bugis." Itu pasang di sebuah pasar Masomba.

Pasar ini pada tahun 2001, terjadi kekerasan di situ. Ketika seorang anggota polisi, penduduk asli Kaili, di Sulawesi Tengah. Itu dibunuh oleh seorang pedagang Bugis. Setelah peristiwa itu, semua orang Kaili yang tinggal di sekitar pasar menyerbu pasar dan membakar pasar. Bagaimana kita bisa membayangkan seorang figur seperti Jusuf Kalla atau pun Susilo Bambang Yudhoyono yang selalu dipropagandakan sebagai pahlawan Malino? Tapi dalam kampanye presiden itu mengeksploitir sentimen etnik kebugisan, untuk mendapat dukungan suara.

Dari segi ini, tesis bahwa keduanya sebagai pahlawan Malino itu dengan sendirinya gugur. Oleh karena itu dalam hubungan dengan peristiwa yang terakhir, saya tetap melihat bahwa keduanya tidak punya kontribusi apa-apa terhadap perdamaian di Poso. Yang kedua, tetap tanggung jawab untuk pemulihan keamanan di Poso, di Palu dan di Sulawesi Tengah secara umum, sekali lagi kita harus minta kepada pihak kepolisian. Karena semua bentuk tindak kekerasan, mereka tidak bisa ungkapkan.

Soal lain yang harus dikait-kaitkan juga dengan tentara adalah peredaran senjata dan amunisi. Saya kira banyak sekali bukti-bukti di lapangan sudah menunjukkan itu. Misalnya tentang peluru. Peluru dengan 5,56 milimeter buatan PT Pindad. Itu kan sudah seperti kacang goreng beredar di Poso mau pun di Palu. Dan itu juga dipakai dalam kasus penembakan-penembakan misterius seperti begini.

Sepertinya terlalu besar kekuatan di balik itu. Sehingga polisi sendiri tidak bisa secara sungguh-sungguh mengungkap, melacak, bagaimana caranya amunisi-amunisi itu beredar, bisa sampai ke tangan para penembak. Kalau saya ini tetap dilihat sebagai bagian dari kekerasan yang memang sengaja dibiarkan oleh aparat kekerasan negara, polisi dan tentara.

Radio Nederland [RN]: Anda tidak percaya bahwa Malino itu adalah sebuah proses perdamaian?

AS: Menurut saya, Malino bukan proses perdamaian. Itu suatu proses yang memang dipaksakan dari atas. Tidak mencerminkan proses rekonsiliasi yang datangnya dari masyarakat.

RN: Untuk mendamaikan masyarakat yang bertikai ini, tampaknya dibutuhkan lebih banyak lagi, daripada menyita senjata. Apa menurut Anda?

AS: Saya kira kalau di masyarakat, masyarakat sebetulnya sudah relatif lebih mau berdamai. Tapi kalau muncul kekerasan seperti ini, ini ikut memanas-manasi kembali, saling curiga. Itu kembali berkembang. Tapi kalau di masyarakat, saya kira, orang lebih cenderung untuk duduk damai.

Satu bulan yang lalu, kawan-kawan di organisasi non pemerintah dan perempuan di Palu dan di Poso mengambil inisiatif untuk mempertemukan para korban. Tapi spesifik para perempuan-perempuan. Mereka bikin pertemuan di Sintuwu Lemba. Sintuwu Lemba kan dulu dikenal sebagai tempat pembantaian secara massal. Di sana datang ibu-ibu yang dari kalangan Islam, ibu-ibu dari kalangan Kristen. Sepanjang hari mereka duduk di situ, berdiskusi, berbicara. Ndak ada masalah di situ.

Jadi bagi saya sebetulnya di level masyarakat bawah, orang sudah tidak mau lagi kekerasan ini terus berlanjut. Bahwa masih ada sedikit kelompok yang 'radikal', masih ada, menurut saya itu sesuatu yang memang harus diselesaikan. Tapi aspirasi umum masyarakat di Poso, orang ingin damai. Tidak ingin lagi kekerasan ini harus terus-menerus berlanjut.

RN: Anda tidak percaya bahwa Poso atau Palu bisa menjadi Maluku II?

AS: Ini sudah Maluku II kan, ini. Antara Maluku dan Poso ini kan, kalau kita lihat polanya, itu seperti orang bermain, bagaimana memindahkan. Kalau Poso aman, Maluku muncul kekerasan lagi. Lalu kalau Maluku lagi kacau, Poso aman lagi. Jadi ini seperti memindah-mindahkan, kayak main bola. Bagaimana bola dari ujung lapangan yang satu, dipindahkan ke lapangan yang lain.

Berkaitan dengan soal Maluku, dua bulan lalu peristiwa menarik terjadi di Ambon. Itu ditangkap seorang penembak misterius di sana. Badannya tegap, rambutnya cepak. Terus dari si penembak misterius ini, ini dapat dua KTP. Satu KTP milik Ambon. Terus satu KTP milik Palu. Jadi, jangan-jangan pelaku penembakan misterius ini orang yang punya mobilitas tinggi, dari Poso, Palu dan Ambon. Jadi mondar-mandir aja dia.

Nah, saya waktu itu bertanya kepada polisi di Palu. Itu kan sudah jelas ini. Ada penembakan misterius, ditangkap di Ambon oleh polisi di sana. Nah, kenapa polisi di sini tidak secara sungguh-sungguh mengambil inisiatif untuk mengaitkan berbagai macam tindak kekerasan di Poso dan di Palu ini dengan orang yang sama. Padahal sudah jelas, orang itu punya KTP Palu juga. Polisinya cuma diam-diam saja.

© Hak cipta 2004 Radio Nederland Wereldomroep
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/urimesing
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044