SINAR HARAPAN, Rabu, 28 Juli 2004
Perencana Bom Marriott dan Bali Dituntut 10 Tahun Penjara
Jakarta, Sinar Harapan
Kejaksaan menuntut 10 tahun penjara terdakwa Idris alias Gembrot alias Muhammad
Ikhsan alias Idris alias Jhoni Hendrawan yang dinilai terbukti sebagai salah satu
perencana peledakan bom di hotel JW Marriott Jakarta pada 5 Agustus 2003. Ia juga
dinilai oleh jaksa penuntut umum terlibat pula dengan kapasitas yang sama pada
peristiwa bom Legian, Kuta, Bali, 12 Oktober 2002.
"Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana terorisme dengan melakukan permufakatan jahat dengan menggunakan
kekerasan untuk menciptakan teror di masyarakat," kata Jaksa Penuntut Umum
(JPU) TB Arief Azis di persidangan yang dipimpin majelis hakim Asnahwati di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/7).
Namun, Jaksa menilai dakwaan terhadap Gembrot atas keterlibatannya selaku pelaku
peledakan kedua peristiwa itu tidak terbukti. Tuntutan itu tidak ditanggapi sepatah
katapun oleh terdakwa yang terlihat menunduk dan terdiam selama persidangan.
Tuntutan tersebut menggunakan Pasal 14 Perpu No. 1 tahun 2002 jo Pasal 16 UU
Pemberantasan Terorisme No. 15 tahun 2003 jo pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP sebagai
jerat hukum, tanpa mengikutsertakan UU No.16/2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 2/2002 soal Pemberantasan
Terorisme pada peristiwa bom Bali yang sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi (MK).
Kuasa hukum Idris, P. Simanjutak, menilai tuntutan itu terlalu berlebihan. Alasannya,
terdakwa tidak terlibat langsung dalam kedua peledakan bom itu. Di peristiwa
Marriott, Idris hanya mendengar niat pelaku bom bunuh diri Asmar Latin Sani untuk
melakukan jihad. Namun, realisasi yang dimaksud Asmar tidak diketahui Idris.
JPU memaparkan perbuatan terdakwa pada kedua peristiwa teror itu dinilai melanggar
dakwaan subsider, yakni Pasal 13 huruf b dan pasal 15 Perpu No.1 Tahun 2002 jo UU
No.15 Tahun 2003 jo pasal 56 angka 1e KUHP. Sebelumnya, terdakwa yang
diringkus polisi di daerah Medan, Sumatera Utara pada 12 Juni 2003, setelah delapan
bulan menjadi buronan itu, juga didakwa selaku eksekutor kedua peledakan bom.
Selama di Sumatra, terdakwa menurut tuntutan tersebut menyimpan dan mengetahui
adanya sisa bom Natal 2000 yang akhirnya dijadikan bahan baku bom Marriott oleh
pelaku- pelaku lainnya.
Pertimbangan yang memberatkan terdakwa adalah banyaknya korban jiwa hingga 200
orang dan 75 lainnya cacat di kedua peristiwa. Di samping itu, perbuatan tersebut pun
menimbulkan keresahan, rasa takut dan teror di masyarakat, selain pula
mengakibatkan rusaknya fasilitas umum. Umur terdakwa yang masih muda dan
belum pernah dihukum menjadi pertimbangan yang meringankan.
Peran Idris disebutkan oleh terpidana Abdul Azis alias Imam Samudra (33) dan
kawan-kawan selaku bendahara dan penyedia akomodasi juga penghubung bagi para
personel yang terlibat bom Bali. (rik)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|