JAKARTA -- Menurut data WHO, setiap tahunnya tembakau
membunuh 3.5 juta orang. Atau rata-rata setiap hari sekitar 10
ribu orang meninggal karena tembakau. Dan angka kematian
akibat tembakau ini, menurut data yang diterima Republika dari
Humas Depkes kemarin, cenderung terus bertambah.
Dewasa ini pemakaian tembakau pada generasi muda di wilayah
Asia Tenggara memperlihatkan peningkatan yang cukup besar.
Data yang didapat dari banyak negara, termasuk Asia Tenggara,
menunjukkan usia terdini pada remaja yang mulai mencoba
merokok adalah 11 tahun.
Mengingat besarnya bahaya yang disebabkan oleh tembakau,
maka peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun ini,
tepatnya yang jatuh pada tanggal 31 Mei 1998, akan mengambil
tema ''Tumbuh Sehat Tanpa Tembakau''. Menurut WHO, tema
tersebut dimaksudkan untuk menjaring partisipasi aktif dari
generasi muda dan memberikan dorongan kepada mereka untuk
mengadakan demonstrasi menentang promosi pemakaian
tembakau di negara mereka masing-masing.
Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa risiko yang
ditimbulkan oleh kebiasaan merokok ternyata lebih besar
daripada yang diperkirakan sebelumnya. Perokok mempunyai
risiko kematian tiga kali lebih tinggi daripada yang bukan
perokok pada semua golongan usia.
Perokok yang mulai merokok sejak usia remaja, dan secara
teratur merokok, mempunyai risiko 50 persen meninggal akibat
tembakau. Dan, separo di antara mereka, berdasarkan data
yang selama ini tersedia, meninggal pada usia pertengahan, yakni
sebelum usia 70 tahun. Ini berarti ia kehilangan 22 tahun jika
dilihat dari harapan hidup.
Lebih lanjut WHO mengungkapkan tembakau diketahui
merupakan penyebab sekitar 25 penyakit. Di antaranya adalah
penyakit kanker, jantung, paru-paru, dan lain-lain. Namun, kata
Ketua Umum Perkumpulan Ahli Paru Indonesia Dr. Yudanarso
Dawud, hubungan antara penyakit-penyakit tersebut dengan
rokok ada yang bisa dibuktikan secara langsung dan ada pula
yang tidak bisa dibuktikan secara langsung.
Berdasarkan statistik, di Indonesia penyakit yang banyak
dijumpainya akibat merokok adalah penyakit paru obstruktif
menahun (PPOM), kata Yudanarso yang dihubungi Republika
kemarin. Tanda awal dari penyakit ini seperti bronchitis biasa,
tetapi batuk-batuknya semakin sering dan menahun, serta terjadi
kerusakan pada jaringan paru.
Akibat yang lebih buruk dari PPOM ini, kata Yudanarso yang
juga Kepala RSUP Persahabatan, penderitanya tidak bisa
bernapas dan terjadi kegagalan jantung sebelah kanan, yang
mengakibatkan saluran darah ke kanan terhambat.
Lebih lanjut Yudanarso mengatakan, walaupun jaringan paru
juga akan melemah seiring dengan bertambahnya usia seseorang,
tetapi kerusakan yang diakibatkan oleh PPOM karena merokok
lebih banyak daripada kerusakan yang dialami oleh mereka yang
tidak merokok. Sayangnya, menurut Yudanarso, belum ada data
tentang jumlah penderita PPOM di Indonesia.