dapat diketahui dari kode-kode genetik yang dikandung oleh setiap sel. Sebuah tesa yang menggelitik Schrodinger adalah apakah misteri kehidupan dapat dipecahkan juga dengan mekanika kuantum?  Dengan menggunakan Sinar-X (Sinar Rontgen) yang menjadi alat bantu  analisa struktur molekul, James Watson dan Francis Crick membuktikan dugaan Schrodinger. Dengan menganalisa pola difraksi Sinar X oleh molekul DNA ditemukan adanya struktur Heliks-ganda yang unik. Dengan bantuan teori kuantum, dapat dihitung energi ikat serta sudut yang dibentuk oleh poros-poros atom penyusun molekul tersebut. Metode ini dapat diterapkan untuk struktur-struktur sel biologis yang sangat kompleks. Kode-kode genetik yang unik dalam DNA dari setiap makhluk hidup, mulai dari makhluk bersel-tunggal seperti bakteri hingga manusia dapat dibaca, sebagaimana halnya membaca informasi dari sebuah buku. Kode genetik dari manusia akan berhasil dipetakan seluruhnya pada tahun 2005.

Begitu pula kode genetik dari makhluk-makhluk lainnya. Dengan informasi ini, manusia siap memasuki era baru yaitu "merekayasa" kehidupan sesuai tujuan manusia, sebab dengan alat-alat bantu teknologi seperti mikro-laser, bentuk Heliks-ganda maupun posisi atom-atom dalam struktur DNA dapat diubah.  Ini berarti mengubah kode genetik dan mengubah karakter makhluk hidup itu sendiri. Konsekuensi yang positif maupun yang negatif dari kemampuan ini tentu saja menanti di depan. Jadi pengemudi Ilmu pengetahuan modern telah mampu menjelaskan hampir seluruh prinsip dasar dari fenomena-fenomena alam. Hukum-hukum dasar seperti teori kuantum tentang materi, relasi ruang-waktu dari Einstein, Big-Bang teori dari kosmologi, teori evolusi Darwin serta struktur molekul kehidupan DNA telah ditemukan. Tentu saja masih ada dua bidang lagi yang menuntut kerja keras peneliti yaitu: fenomena dari "kesadaran" serta sebuah teori terpadu tentang interaksi medan, yaitu teori super-string.

Dengan dua pengecualian ini peran manusia sebagai pengamat alam semesta selesai. Hampir tak ada obyek lagi yang harus "diamati" untuk diketahui sifat-sifatnya. Peran manusia di milenium baru akan bergeser menjadi pengemudi alam. Sementara itu, jika selama abad terakhir milenium kedua, cabang-cabang pengetahuan berkembang secara terpisah-pisah (reduksionisme), maka dalam era baru ini model tersebut akan diganti dengan model sinergi antara tiga pilar revolusi baru (kuantum, bio-molekuler serta komputer) yang secara sangat singkat dan kasar diuraikan di atas. Hal ini berarti, pada milenium ketiga nanti, dan sudah mulai dirasakan di akhir abad ke-20 ini, seorang saintis yang benar-benar aktif (dan bukan sekadar menyandang predikat peneliti) mesti mengetahui pola-pola sinergi antara ketiga pilar sains tersebut. Ini tentu sebuah syarat yang tidak ringan, apalagi jika kita memandang muramnya dunia pendidikan dalam konteks Indonesia sekarang ini. Tentu saja yang dipaparkan di sini sangatlah terbatas, khususnya tentang fisika kuantum serta perannya dalam perkembangan teknologi serta berbagai kemungkinan perkembangan ke depan dalam peradaban manusia. Tetapi uraian terbatas ini kiranya mendorong perdebatan tentang implikasi etis dari segala kemungkinan perkembangan ilmu pengetahuan. Tidakkah kalah pentingnya bagaimana kebijaksanaan pendidikan riset dan teknologi di Indonesia dalam mengantisipasi berbagai perkembangan baru dalam bidang ilmu pengetahuan. Indonesia seyogianya merumuskan bagaimana mengantisipasi, sehingga segala perkembangan dalam ilmu pengetahuan memberikan manfaat untuk memperkuat basis kehidupan.  Implikasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat akan mempengaruhi pula pola interaksi antarmanusia. Bukan tidak mungkin juga perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi akan melahirkan ideologi baru. Sekadar perbandingan, revolusi industri di abad ke-18 melahirkan dua ideologi besar: kapitalisme dan sosialisme. Pandangan filsuf Francis Bacon, knowledge is power, dalam arti yang sesungguhnya, diperkirakan akan semakin terasa di milenium ketiga nanti. Masihkah kita menyia-nyiakan waktu untuk secara sadar maupun tidak, memberi ruang pada berkembangnya irasionalitas di sekitar kita.
KemBali ke Menu UtaMa