HASIL INVESTIGASI TRAGEDI WAEMULANG KECAMATAN
BURU SELATAN KABUPATEN BURU
I. PENDAHULUAN
Mengawali penyampaian hasil investigasi ini kami ingin mengklarifikasi sebutan yang
telah kami gunakan selama kurang lebih 3 (tiga) tahun yaitu "perusuh" namun yang
sebenarnya kelompok penghancur Maluku ini adalah TERORIS murni, dan bukan
perusuh.
Di saat masyarakat Maluku pada umumnya baru menikmati situasi colling down yang
didambakan selama kurang lebih 3 (tiga) tahun, tragedi di desa Waemulang
Kecamatan Buru Selatan pada hari Kamis 01 Nopember 2001 ibarat terpaan badai
yang sungguh dasyat menghantam ketenangan dan harapan masyarakat Maluku
khususnya masyarakat Kecamatan Buru Selatan.
Berita diporak-porandakannya Desa Waemulang tersiar dikalangan masyarakat kota
Ambon kira – kira pukul 10.00 Wit, dan seketika itu juga secara spontan beberapa
tokoh masyarakat dan pemuda Buru Selatan langsung berinisyatif mendatangi
Gubernur Maluku selaku Penguasa Darurat Sipil Daerah Maluku (PDSD), DR Ir. M.S.
Latuconsina, namun karena Gubernur Maluku sementara tidak berada ditempat,
maka delegasi tersebut langsung menemui Ibu Wakil Gubernur Maluku Bidang Kesra,
Dra. Paula B Renyaan untuk menyampaikan penyesalan dan pernyataan sikap
mereka.
Setelah delegasi ini menyampaikan penyesalan dan pernyataannya disertai
permintaan mereka untuk segera membentuk tim Investigasi, Wagub Bidang Kesra
pada kesempatan yang sama juga menyampaikan saran dan arahannya yang pada
dasarnya meminta kepada delegasi tersebut agar dapat menahan diri dan berpikir
lebih konstruktif dalam menghadapi apa yang telah terjadi di desa Waemulang.
Pukul 14.00 Wit (hari yang sama) delegasi kedua yang di prakarsai oleh Yayasan
Solidaritas Masyarakat Buru kembali menemui Ibu Wagub Bidang Kesra untuk
memperjelas apa yang terjadi di Waemulang sekaligus membicarakan
langkah-langkah antisipatif apa saja yang harus dilakukakan, dan dari moment inilah
diperoleh petunjuk dari Ibu Wagub serta beberapa kesepakatan yang antara lain
sebagai berikut:
* Terkait dengan pernyataan beberapa pemuda Buru Selatan yang dipandang
terlampau subjektif kepada unsur TNI, Ibu Wagub berencana untuk mengklarifikasi
pernyataan tersebut kepada Pangdam XVI Pattimura, namun karena delegasi kedua
juga mempunyai niat yang sama maka Ibu Wagub mengurungkan niatnya dan
bersedia menfasilitasi pertemuan delegasi kedua dengan Pangdam XVI Pattumura,
Brigjen TNI Mustopo. Pertemuan antara tokoh-tokoh masyarakat Buru Selatan
dengan Pangdam XVI Pattimura berlangsung pada hari Jumat 2 Nopember 2001.
* Ibu Wagub menyetujui di bentuk tim investigasi dengan jumlah personil yang tidak
terlampau besar dan seluruh biaya perjalanan tim difasilitasi oleh Pemda Tingkat I
Maluku dalam hal ini melalui kebijakan Ibu Wagub sendiri.
* Disepakati juga dalam perjalanan tim investigasi akan diikutsertakan tim Kesehatan
Gabungan (KESGAB) yang terdiri dari 5 (lima) tenaga dokter dilengkapi dengan
obat-obatan, dan selaku ketua PB Satkorlak Tingkat I Maluku, Ibu Wagub juga
memberikan sejumlah bantuan antara lain:
* 15 ton beras
* 200 karton Sarimi
* 3 gulungan terpal (1000 m)
Namun karena rencana keberangkatan tim investigasi hanya menggunakan
transportasi laut (speed boat) maka bantuan tersebut hanya akan dibawa secukupnya
saja sesuai kapasitas muat.
Pertemuan dengan Pangdam XVI Pattimura pada hari Jumat 2 Nopember 2001
bermaterikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Mengklarifikasi pernyataan beberapa pemuda Buru Selatan, dan untuk maksud ini
Pangdam pada prinsipnya sangat memakluminya.
2. Diinformasikan kepada Pangdam permasaalahan yang terjadi di Waemulang yang
diterima melalui radio SSB.
3. Kepada Pangdam delegasi meminta penambahan pasukan diseluruh wilayah
Kecamatan Buru Selatan. 4. Melaporkan kepada Pangdam tentang pembentukan
serta maksud dan tujuan tim investigasi dan rencana keberangkatannya.
Pertemuan dengan Pangdam XVI Pattimura yang dihadiri juga oleh beberapa
assistennya berlangsung sangat familier dimana Pangdam secara pribadi telah
menyampaikan permintaan maaf dan rasa penyesalannya atas tragedi Waemulang
yang menurut Pangdam sangat diluar dugaan, sekaligus Pangdam menjanjikan untuk
akan menyikapi permasaalahan tersebut.
Maksud dan tujuan dibentuknya tim investigasi atas tuntutan masyarakat Kecamatan
Buru Selatan sebagai berikut:
1. Untuk mencari dan mengumpulkan berbagai fakta dan informasi yang terkait
dengan tragedi Waemulang.
2. Diharapkan dengan perolehan informasi di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dapat
meluruskan berbagai informasi yang diterima secara sepihak dan tidak obyektif.
3. Melalui hasil investigasi dapat dijadikan acuan bagi PDSD Maluku dan PDS Pusat
serta para pembantunya untuk dapat melakukan langkah-langkah strategis sesuai
dengan aturan hukum yang berlaku.
Tim Investigasi ini terdiri dari beberapa unsur yaitu:
Ketua Tim: Emphi Sahetapy (YSMB)
Wakil Ketua Tim: Ot Lawalata, SH, Mhum (Komnas HAM Maluku)
Anggota-anggota:
Yosias Louhenapessy (Krisis Center GPM)
Agustisnus Matitaputty (Krisis Center)
Arnold Lesnussa (YSMB)
Josoa Lesnussa (Tokoh Adat)
Matheos Mailoa (Tokoh agama)
Zeth Liligoly (Tokoh Masyarakat)
Butje Seleky (Tokoh masyarakat)
Gerson Selsily (Aktifis NGO)
5 (Lima) tenaga dokter (KESGAB)
5 (Lima) aparat Keamanan TNI-AL (Marinir)
Dengan menggunakan speed boat sewaan, tim berangkat dari pelabuhan tapal kuda
pada hari Sabtu 03 Nopember 2001 pukul 06.30 wit, namun waktu perjalanan baru
kurang lebih 20 menit keadaan cuaca sangat tidak memungkinkan sehingga
pengemudi speed boat berkonsultasi dengan tim dan disepakati bahwa perjalanan ini
tidak dapat dilanjutkan karena kondisi laut yang sangat membahayakan keselamatan
tim.
Setelah terjadi pembatalan, tim kembali lagi ke posko di Jalan Wim Reawaru.
Kira-kira pukul 11.30 wit tim memperoleh informasi bahwa Desa Waemulang di
serang lagi pada hari Jumat 02 Nopember 2001 pukul 19.00 wit. Setelah
mengkonfirmasi berita tersebut dan ternyata benar, tim yang diwakili oleh Ketua Tim,
Wakil Ketua Tim dan Drs. John Ruhulesin beserta 2 (dua) tokoh masyarakat Buru
Selatan bermaksud menemui Ibu Wagub untuk melaporkan kejadian di maksud
sekaligus melaporkan pembatalan keberangkatan.
Setelah tiba di Kantor Gubernur Maluku ternyata diketahui bahwa Gubernur Maluku
telah kembali dari Jakarta dan saat itu telah berada diruangannya bersama Ketua
DPRD Maluku, Bapak Z. Sahuburua, SH. Mengetahui Gubernur Maluku telah berada
di tempat , tim langsung menemui Gubernur Maluku yang juga selaku Penguasa
Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku.
Pada pertemuan dengan bapak Gubernur Maluku yang didampingi oleh Ketua DPRD
Tingkat I Maluku, Tim melaporakan kejadian yang dialami oleh masyarakat
Waemulang sekaligus menyampaikan juga langkah-langkah yang telah ditempuh oleh
tim bersama Ibu Wagub serta terjadinya pembatalan keberangkatan tim yang
diakibatkan oleh keterbatasan daya angkut speed boat serta kondisi cuaca yang
tidak memungkinkan.
Mendengar apa yang disampaikan oleh tim dan Drs. John Ruhulesin, Bapak Gubernur
dan Ketua DPRD Tingkat I Maluku menyempatkan waktu untuk berdiskusi beberapa
saat sehingga dicapai kesepakatan bahwa tim harus diberangkatkan dengan sarana
transportasi yang lebih memadai.
Setelah kesepakatan tersebut, Gubernur dan Ketua DPRD Tingkat I Maluku langsung
berkoordinasi dengan beberapa pejabat terkait menyangkut penyediaan sarana
transportasi di antaranya DanGuskamlatim dan Danlanal Ambon namun apa yang
dibutuhkan berupa kapal perang memang ternyata tidak ada sehingga Bapak
Gubernur terpaksa harus menghubungi kapal navigasi yang kebetulan baru saja tiba
di Ambon, dan langsung menginstruksikan agar kapal tersebut harus segera
membantu keberangkatan Tim. Dapat digambarkan disini bahwa kurang lebih 1 (satu)
jam tim menyaksikan sendiri betapa kepedulian Bapak Gubernur bersama Ketua
DPRD Tingkat I Maluku dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi tim terkait
dengan tragedi Waemulang.
Selain telah tersedianya kapal navigasi, Bapak Gubernur langsung memanggil pihak
Satkorlak untuk menyediakan seluruh bantuan yang telah direncanakan sebelumnya
untuk dapat dimuat secara keseluruhan, sekaligus menentukan jadwal keberangkatan
yaitu pada hari Minggu 04 Nopember 2001 pukul 18.00 Wit dimana pada saat itu
Bapak Gubernur juga meminta kepada Danlanal Ambon untuk menambah tenaga
keamanan dari pihak TNI AL (Marinir) sebanyak 21 personil, sehingga jumlah tenaga
keamanan yang ikut serta sebanyak 26 personil.
Hari Minggu 04 Nopember 2001 tepat pukul 18.00 wit, tim berangkat dari pelabuhan
navigasi Ambon dengan tujuan awalnya adalah Leksula (Kota Kecamatan Buru
Selatan).
Pada hari Senin 05 Nopember 2001 tepat pukul 06.30 wit, tim tiba di Leksula dan
sesuai schedule serta petunjuk dari bapak Gubernur Maluku, maka tim langsung
berkoordinasi dengan Muspika Buru Selatan serta Danton Yonif 410 yang dikirim
Pangdam XVI Pattimura untuk pengamanan di TKP namun karena keterbatasan
transportasi maka Yonif 410 yang beranggotakan 32 personil masih berada di Leksula
sambil menunggu jemputan ke TKP. Selain berkoordinasi, tim kesehatan gabungan
langsung mengadakan pengobatan terhadap 2 korban penembakan pada tragedi
Waemulang yang telah dievakuasi ke Leksula.
Pukul 09.00 wit, tim memperoleh informasi dari Camat Buru Selatan bahwa pada
pukul 10.00 wit, Pejabat Bupati Kabupaten Buru, beserta rombongan akan tiba di
Leksula untuk itu tim dimintakan menunggu kedatangan Pejabat Bupati.
Tepat pukul 10.00 wit, Pejabat Bupati Kabupaten Buru dan rombongan yang terdiri
dari Kasdim Pulau Buru, Dan Yon Armed 8, Danki Yonif 731 serta beberapa staf
Bupati tiba di Leksula dari Namlea, dan langsung mengadakan pertemuan dikediaman
Camat Buru Selatan yang dihadiri juga oleh tim investigasi, Muspika Buru Selatan,
Danki Armed 8, Danton Yonif 410 dan Raja Regenscthap Masarete.
Pada pertemuan tersebut, Pejabat Bupati Kabupaten Buru atas nama Pemerintah
Daerah Kabupaten Buru menyampaikan rasa keprihatinan, penyesalan dan duka cita
yang sangat mendalam atas tragedi Waemulang. Pejabat Bupati juga pada
kesempatan yang sama menyampaikan beberapa hal yang merupakan kebijakan
Pemda Buru dalam mengupayakan rekonsiliasi yang mengarah kepada perdamaian di
Pulau Buru serta sejumlah program Pemda Buru, namun Bupati menambahkan
bahwa apa yang terjadi di Waemulang benar-benar diluar dugaan beliau. Pada
kesempatan yang sama Bupati juga menyerahkan sejumlah bantuan berupa uang
tunai kepada Camat Buru Selatan.
Melanjutkan pembicaraan Bupati Buru, Kasdim Pulau Buru juga menyampaikan rasa
keprihatinan, penyesalan dan turut berduka cita atas tragedi Waemulang. Menurut
Kasdim upaya-upaya yang dilakukan guna pengamanan Pulau Buru memang telah
dilakukan namun keterbatasan yang ada juga tidak dapat di pungkiri seperti
kekurangan personil dan begitu besarnya wilayah Pulau Buru. Kasdim mengatakan
pula bahwa pasukan yang di BKO-kan di Kecamatan Buru Selatan awalnya hanya
satu kompi (150 orang ), namun setelah berkoordinasi dengan Muspika Buru Selatan
ternyata seluruh wilayah Kecamatan Buru Selatan rawan konflik sehingga pasukan
yang hanya berjumlah 150 personil tersebut harus dibagikan pada semua desa
diwilayah Kecamatan Buru Selatan yaitu dari Waemsisi sampai dengan Walbele
dengan jumlah anggota pada masing-masing desa sangat sedikit dan malah ada 1
(satu) desa yang hanya ditempati 3 (tiga) anggota. Menyadari kekurangan yang ada
maka diadakan evaluasi lagi yang tujuannya untuk penambahan pasukan, dan hasil
evaluasi tersebut diteruskan kepada Dandim Pulau Buru selaku Dansektor, kemudian
melalui koordinasi antara Dandim dan Danyon Armed 8 di sepakati untuk
penambahan lagi satu pelaton anggota Armed 8 yang disisipkan pada lokasi-lokasi
yang benar-benar rawan yaitu Leksula dan Waemulang sehingga di kedua lokasi
tersebut terdapat masing-masing 11 (sebelas) personil dari yang sebelumnya hanya 6
(enam) personil.
Menurut Kasdim kejadian di Waemulang benar-benar diluar dugaan dan kemampuan
pihaknya, karena pasukan yang ada hanya 11 personil sedangkan teroris berjumlah
kurang lebih 500 orang.
Pada kesempatan yang sama Kasdim mengatakan bahwa disebelah barat
Kecamatan Buru Selatan (setelah desa Walbele) ditempatkan juga aparat keamanan
dari Batalyon 731 namun dalam jumlah yang kecil dan lebih banyak berada pada
desa Wasbaka, Waelanga dan Selwadu.
Ditambahkan juga oleh Kasdim bahwa diawal tugasnya di Kabupaten Buru, beliau
pernah berkunjung ke Buru Selatan dan ternyata apa yang dikeluhkan masyarakat
komunitas Kristen di Kecamatan Buru Selatan ternyata benar dimana ia saksikan
sendiri seluruh aparat TNI yang di BKO-kan di Kecamatan Buru Selatan hanya
ditempatkan pada lokasi-lokasi komunitas Islam. Dan dari kenyataan ini Kasdim telah
mengambil langkah-langkah sehingga saat ini kondisi tersebut tidak terjadi lagi,
namun sayangnya karena keterbatasan pasukan maka jumlah personil TNI yang
ditempatkan di lokasi Kecamatan Buru Selatan sangat sedikit. Menurut Kasdim salah
satu kendala utama juga adalah masalah transportasi antar desa yang hanya
menggunakan transportasi laut dengan jarak tempuh antar desa cukup berjauhan.
Setelah Kasdim menyampaikan permasalahan yang dihadapi, giliran Dan Yon Armed
8 diberikan kesempatan untuk berbicara. Menurut Dan Yon Armed, kejadian di desa
Waemulang benar-benar diluar dugaannya. Seminggu sebelum peristiwa terjadi Ia
pernah berkunjung ke desa Waemulang dan pada saat itu Dan Yon juga pernah
mengadakan pertemuan dengan masyarakat membahas issue yang berkembang
bahwa akan ada penyerangan terhadap desa Waemulang. Dan Yon juga pada
kesempatan tersebut sempat memberikan petunjuk kepada bawahannya serta
masyarakat menyangkut kegiatan-kegiatan antisipatif. Dan Yon juga menjanjikan
untuk sesegera mungkin menambah personil beserta persenjataannya. Salah satu
upaya yang telah dilakukan yaitu menggeser pasukan yang sementara bertugas di
Waehaka ke Waemulang, namun rencana pergeseran tersebut di sambut dengan
demonstrasi oleh ibu-ibu di desa Waehaka sehingga rencana dimaksud tidak
terlaksana. Sayangnya sebelum sempat memenuhi apa yang dijanjikannya,
Waemulang telah diserang. Dan Yon juga mengatakan bahwa apa yang terjadi di
Waemulang benar-benar diluar dugaannya dan karena keterbatasan pasukan juga
sarana transportasi maka kegiatan-kegiatan di desa Pasir Putih tidak terdeteksi.
Suatu ucapan menarik yang diperoleh dari Dan Yon Armed 8 dalam perjalanan
bersama tim investigasi menuju TKP, dalam perbincangan tidak resmi dengan ketua
tim, Danyon mengatakan bahwa pihaknya dihianati oleh masyarakat dusun Sekat.
Ucapan ini sungguh mengandung arti namun oleh ketua tim tidak ditanyakan lebih
rinci. Danyon juga sempat mengatakan bahwa beliau sangat malu terhadap
masyarakat desa Waemulang sehingga pada saat tim tiba didesa Waemulang
Danyon tidak mampir di Desa Waemulang dan langsung ke desa Waeturen.
Setelah Danyon Armed menyampaikan isi hatinya, giliran Danramil Leksula
menuturkan keberadaannya selama bertugas di Koramil Leksula. Dengan isak tangis
yang sangat mengharukan dan hal ini jarang terlihat dilakukan oleh seorang TNI,
Danramil Leksula mengatakan bahwa lebih baik Ia dipindahkan saja dari Koramil
Leksula karena selama ini apa yang ia mintakan dari atasannya dalam hal ini Dandim
Pulau Buru tidak pernah dipenuhi termasuk perlengkapan Koramil seperti senjata
yang lebih memadai maupun seragam yang merupakan kebutuhan yang sangat
sederhana namun sangat berarti. Kekecewaan Danramil ini memang ditujukan kepada
atasannya yang kebetulan hadir adalah Kasdim Pulau Buru. Isak tangis Danramil
Leksula sempat membuat beberapa peserta pertemuan juga turut meneteskan air
mata. Dengan ekspresi Danramil seperti itu, maka dapat disimpulkan betapa
kekecewaan Danramil dalam melihat dan merasakan ketidak pedulian pimpinannya.
Dengan suasana yang masih mengharukan setelah Danramil Leksula selesai
berbicara, Raja Regentschap Masarete (Jan Andreas Lesnussa) pun angkat bicara
yang ditujukan kepada Penjabat Bupati Kabupaten Buru bahwa; apabila Bupati Buru
selaku kepala pemerintahan di Pulau Buru tidak mampu melindungi masyarakat adat
di Pulau Buru khususnya yang beragama Kristen, maka selaku tokoh adat Ia
menyatakan akan keluar dari Pemerintahan Kabupaten Buru dan tunduk kepada
Pemerintahan Kabupaten Maluku Tengah. Ucapan ini kemudian disambut dengan
teriakan massa (masyarakat Leksula) bahwa keluar….. keluar…….. keluar
(maksudnya keluar dari pemerintahan Kabupaten Buru).
Sementara menunggu kedatangan Bupati Buru dan rombongan, Ketua Tim Investigasi
menyempatkan waktu berbicara dengan Danton Armed 8 yang bermarkas di Leksula.
Dalam pembicaraan tersebut Danton Armed mengakui bahwa pada peristiwa di desa
Waemulang terdapat 9 anggota Yon Armed 8 yang disandera teroris masing-masing;
Serda TNI Sutrisno, Pratu TNI Wahyu, Prada TNI Wahyono, Pratu TNI Sartono, Pratu
TNI Dahlan, Pratu TNI Haryani, Prada TNI Teguh, Pratu TNI Winarto dan Prada TNI
Kosim, selain itu Danton juga menyatakan bahwa 5 Anggota yang disandera telah
dibebaskan dan saat ini berada di Namlea sedangkan yang 4 sisanya belum diketahui
keberdaannya.
Pertemuan dengan Bupati beserta rombongan berlangsung kurang lebih 1 ˝ jam dan
tepat pukul 11.30 wit tim berangkat menuju TKP, sedangkan Pejabat Bupati dan
rombongan kembali lagi ke Namlea dengan menggunakan speed boat Pemda Buru,
namun Danyon Armed tidak ikut bersama rombongan Bupati.
Tim tiba di TKP (Desa Waemulang) tepat pukul 13.20 wit dimana dari kejauhan telah
nampak suatu pemandangan yang memilukan dimana desa Waemulang hanya
tinggal puing-puing yang hanya ditunggui oleh kira-kira 15 orang yang seluruhnya
laki-laki.
Sesuai petunjuk PDSD Maluku, maka 32 anggota bataliyon 410 yang sementara
berada di Leksula juga harus ke TKP, maka sesuai kesepakatan anggota Yonif 410
ini menuju TKP dengan menggunkan 2 buah long boat, dimana loang boat tersebut
nantinya akan digunakan sebagai sarana bongkar muat bahan bantuan karena didesa
Waemulang tidak ada dermaga.
Karena keterbatasan waktu, maka seluruh rencana tim dilaksanakan secara
serempak diantaranya; pembongkaran sembako dan bantuan lainnya, menurunkan
masyarakat dari lokasi pengungsian, pengobatan masaal, pembagian sembako,
pendataan rumah-rumah yang rusak, pendataan korban dan jumlah penduduk,
pengumpulan para saksi, serta kegiatan investigasi itu sendiri.
Khusus menyangkut kegiatan pengobatan, Tim Kesgab dalam waktu yang sangat
singkat sempat mengobati 239 pasien dari berbagai jenis penyakit selain 2 (dua)
korban penembakan saat kejadian yang telah ditangani terlebih dahulu di Leksula.
II. KRONOLOGIS PENYERANGAN
Bahwa benar telah terjadi gempuran besar-besaran yang dilakukan oleh sekelompok
teroris bersenjata terhadap warga masyarakat Desa Waemulang pada hari Kamis 01
Nopember 2001 tepat pukul 06.30 s/d pukul 16.00 wit, dan akibat dari gempuran
tersebut Desa Waemulang menjadi porak-poranda.
Tanda-tanda akan terjadi gempuran oleh para teroris terhadap desa Waemulang
bermula dari munculnya beberapa buah kapal motor dan long boat dari arah barat
desa Waemulang yang pada saat itu (pukul 06.30 wit) masih berada diseputar tanjung
Waelime yang berjarak kurang lebih 7 mil laut dari desa Waemulang. Jumlah kapal
motor dan long boat ini belakangan baru diketahui berjumlah 8 buah kapal motor dan
2 buah long boat.
Kecurigaan masyarakat desa Waemulang bahwa kedatangan kapal motor dan long
boat tersebut adalah untuk menyerang desanya karena penyerangan pada hari Kamis
01 Nopember 2001 tersebut adalah penyerangan untuk ketiga kalinya dimana semua
penyerangan terhadap desa Waemulang tersebut selalu berasal dari arah barat desa
Waemulang, selain itu sebelum penyerangan terakhir ini 2 minggu sebelumnya telah
beredar issue bahwa desa Waemulang akan diserang.
Disaat masyarakat semakin yakin bahwa desanya akan diserang, masyarakat
Waemulang khususnya wanita, anak-anak kecil dan orang tua berupaya untuk
menyelamatkan diri berlari ke arah utara desa Waemulang menuju ke hutan. Namun
saat hendak menyelamatkan diri terlihat oleh masyarakat kepulan asap dari arah
belakang desa Waemulang yang ternyata salah satu rumah warga telah dibakar oleh
kelompok teroris dan bersamaan dengan munculnya kepulan asap terdengar juga
bunyi suara rentetan tembakan senjata organic dan suara bom.
Dengan munculnya kepulan asap dan bunyi tembakan, masyarakat baru menyadari
bahwa desanya telah terkepung dari 2 arah yaitu arah barat dan utara, sehingga
masyarakatpun sangat menjadi panik dan berhamburan tidak tentu arah tanpa bisa
menyelamatkan atau mengambil barangnya sedikitpun selain pakaian yang
sementara melekat pada tubuh mereka.
Upaya masyarakat untuk menyelamatkan diri ke arah utara (belakang desa
Waemulang) sama sekali tidak memungkinkan begitu juga ke arah barat, dan hanya
tinggal satu jalan alternatif untuk menyelamatkan diri yaitu berlari ke arah timur yang
kebetulan daerah tersebut berawa-rawa sehingga tidak sempat diduduki oleh
kelompok teroris. Dari daerah inilah masyarakat berupaya menyelamatkan diri dengan
cara menyeberangi daerah berawa sampai tiba ditempat yang dianggap aman dari
ancaman maut.
Dari tempat persembunyian masyarakat hanya sempat melihat dari kejauhan kobaran
api dan asap memenuhi desa mereka disertai dengan rentetan bunyi tembakan
senjata organik dan bom, yang kesemuanya itu hanya dapat dibarengi dengan
ratapan dan tangisan masyarakat terhadap nasib dan masa depan mereka.
Setelah membunuh, membantai, membakar, menyandera dan menjarah harta benda
milik masyarakat secara leluasa, kira-kira pukul 16.00 wit para teroris yang berjumlah
kurang lebih 500 orang kembali meninggalkan desa Waemulang dengan
menggunakan 8 buah kapal motor, 5 buah long boat ( 3 buah long boat adalah hasil
jarahan milik masyarakat desa Waemulang) menuju ke arah barat.
Dalam aksi tersebut terdapat sejumlah korban jiwa dan harta benda sebagai berikut:
a. Korban meninggal dunia sebanyak 4 orang masing-masing:
1. Nama: Petrus Tasane
Umur: 70 Thn
Pekerjaan: Tani
Meninggal dunia karena dibakar hidup-hidup dalam gedung Gereja
2. Nama: Dede Pairera
Umur: 40 Thn
Pekerjaan: Tani
Meninggal dunia akibat ditembak dan kemudian ditikam dengan sangkur
3. Nama: Fredrek Lesbassa
Umur: 65 Thn
Pekerjaan: Tani
Meninggal dunia akibat ditembak dibagian perut
4. Nama: Joel Hukunala
Umur: 62 Thn
Pekerjaan: Tani
Meninggal dunia akibat ditembak kemudian jenasahnya dianiaya hingga hancur
b. Korban yang hilang dan belum diketahui nasibnya sampai saat ini sebanyak 3
orang masing-masing:
1. Nama: Sonny Tasane
Umur: 25 Thn
Pekerjaan: Tani / nelayan
Alamat: Dusun Terkuri
Hilang saat sedang memancing bersamaan kerusuhan terjadi
2. Nama: Ruben Hukunala
Umur: 20 Thn
Pekerjaan: Tani / Nelayan
Hilang saat sedang memancing bersamaan kerusuhan terjadi
3. Nama: Amon Solissa
Umur: 21 Thn
Pekerjaan: Tani / Nelayan
Hilang saat sedang memancing bersamaan kerusuhan terjadi
c. Korban Luka berat sebanyak 2 orang masing-masing
1. Nama: Edmond Tahapary
Umur: 19 Thn
Pekerjaan: Tani
Mengalami luka tembak pada paha kiri
2. Nama: Pede Lesbassa
Umur: 50 Thn
Pekerjaan: Tani
Mengalami 2 luka tembak pada kaki kiri (bagian betis)
d. Rumah masyarakat dan Asset Pemerintah yang hancur.
* 204 buah rumah masyarakat rusak total
* 10 buah rumah masyarakat rusak berat
* 8 buah rumah masyarakat rusak ringan
* 2 buah gedung Gereja rusak total
* 1 buah gedung sekolah dasar rusak total
* 1 buah puskesmas rusak total
* 4 buah rumah guru Sekolah Dasar rusak total
* 4 buah rumah para medis rusak total
* 1 buah pastori jemaat (Rumah Pendeta) rusak total
* Selain menjarah 3 buah long boat lengkap dengan mesinnya (Yamaha 40 PK),
kerugian material lainnya belum dapat dirinci karena tim mengalami keterbatasan
waktu.
III. TEMUAN DILAPANGAN
Dalam kegiatan investigasi ini, tim memperoleh sejumlah temuan dilapangan yang
dapat dijadikan sebagai bahan bukti sebagai berikut:
1. 2 buah bom rakitan yang pada bodi bom tersebut bertuliskan 731
2. Sejumlah selongsong peluru kaliber 5,6 mm.
3. 1 buah tas amunisi buatan PT. Pindad
4. Kurang lebih 400 meter tali arafia (yang digunakan sebagai alat penunjuk jalan).
5. Beberapa tulisan pada tembok-tembok rumah masyarakat dengan bahan cat pillox
dan arang, antara lain:
* Hatuhaha, Biloro, Waekeka dan Waehotong Jaya.
* Tiada Tuhan yang gondrong selain Yesus
* Orang Kristen muka pancuri
* Yesus muka pancuri
* Yesus anak babi
* Yesus anak anjing/ babi.
-Bersambung ke 2-
|