Sinar Harapan, Selasa, 11 Desember 200
Penjarah Berkedok Perang Suci di Poso
Oleh Wartawan SH, Tasman Banto
POSO – Sendi-sendi etika dalam kehidupan sosial di Poso, Sulawesi Tengah,
ambruk sudah tatkala para petugas keamanan harus memikul tugas ganda: selain
menghadang serangan antar-pihak yang bertikai di sana, kini, petugas keamanan
membendung berbagai aksi penjarahan.
Mereka ini, konon, melancarkan aksi dengan tujuan ganda: menyengsarakan lawan
dengan membiarkan mereka menjadi pengungsi dan menjarah apa saja yang tersisa
di rumah lawan tadi. Modus operandi ini boleh digolongkan sebagai campuran antara
pencurian yang berkedok konflik antar-umat beragama.
Jadi, perang suci sebagai pamflet perjuangan merupakan perisai paling baik untuk
menutupi perbuatan yang sebenarnya tak lebih tak kurang sebagai kriminal kelas
tengik.
Desa-desa transmigran yang selama ini dikenal produktif, menjadi sasaran kelompok
penjarah karena ditakut-takuti desanya seolah-olah akan diserang.
Ini bukan sekadar apologi. Bumi-hangus dan penjarahan adalah hukum sebab yang
menimbulkan akibat. Poso, yang terletak di bagian "perut" jazirah Sulawesi, kini
harus menerima kenyataan pahit ini: menjadi ajang brutalisasi dan radikalisasi
perilaku yang diakibatkan oleh semangat liberalisasi diri dan internasionalisasi
kegiatan politik atas gagasan utopis. Ini semua merupakan bagian dari apa yang kita
sebut globalisasi.
Desa Padalembara merupakan sebuah contoh nyata. Ketika SH berkunjung ke Desa
itu, Kecamatan Poso Pesisir, desa yang subur itu tidak bertuan lagi. Satu-satunya
orang yang masih ada adalah Sekretaris Desa, Zainuddin.
Sekitar 500 kepala keluarga lainnya yang kebetulan asal Bali, diungsikan ke Tolai,
Kabupaten Donggala, sebuah daerah yang mayoritas dihuni warga asal Bali.
Menurut Kapolres Poso, AKBP Unggung Cahyono, desa itu terpaksa ditinggalkan
warganya karena seolah-olah akan diserang kelompok tertentu. Kelompok itu datang
dengan tiba-tiba dan melepaskan tembakan lalu membakar satu atau dua buah rumah
sehingga penduduknya panik dan mengungsi ke hutan-hutan. Setelah semua warga
mengungsi, kelompok itu dengan leluasa menjarah hasil-hasil perkebunan dan
peternakan warga.
"Kami dapatkan sedikitnya delapan truk yang mengangkut coklat warga. Tetapi
pelakunya melarikan diri ketika petugas hendak menahan truk-truk itu," kata salah
seorang perwira di Polres Poso yang memimpin penempatan pasukan di desa itu.
Diduga, pelaku penjarah itu bukan hanya membawa kabur buah coklat dan ternak,
tetapi juga perhiasan dan uang yang tidak sempat diselamatkan pemiliknya. Sebab
hampir semua rumah yang tidak bertuan itu, ditemukan diobrak-abrik sehingga semua
barang yang ada di dalam rumah berhamburan sampai ke jalan-jalan. Bahkan
beberapa lemari yang sempat dilihat SH, sudah rusak karena dicongkel dan isinya
sudah berhamburan di dalam rumah.
Selain itu, hampir di halaman semua rumah warga, juga masih terdapat hamparan
buah coklat yang sedang dijemur. Tetapi sampai Senin kemarin tidak seorang warga
pun yang ada di desa itu. "Kita harapkan semua warga yang diungsikan ke Tolai
segera kembali untuk mengolah kembali kebun dan ternaknya karena sekarang kita
sudah tempatkan aparat keamanan," kata Kapolres Poso.
Ia sangat menyayangkan bilamana warga meninggalkan kebun coklat yang sedang
panen sekarang ini. Sebelum sebuah desa dijarah, mereka seakan-akan siap
menyerang dengan membuang tembakan beberapa kali, atau membakar satu dua
buah rumah sehingga warga desa panik dan mengungsi ke hutan-hutan sehingga
dengan leluasa melakukan penjarahan.
Ketika SH berkunjung ke Desa Padalembara, Kecamatan Poso Pesisir, hampir
semua halaman rumah terdapat barang-barang yang berserakan.
Kondisi daerah-daerah yang dibakar kelompok penyerang di Poso beberapa hari
terakhir ini sudah berangsur-angsur pulih kembali, namun yang terjadi sekarang
adalah maraknya penjarahan. Hasil-hasil perkebunan dan ternak warga dibawa kabur
setelah didahului dengan
Sita 10 Senjata
Hanya beberapa jam setelah penerimaan perbantuan pasukan dari TNI dan Polri, akhir
pekan lalu, Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Zainal Abidin Ishak bersama
Dankorps Brimob Irjen Pol Jusuf Manggabarani sudah mendapatkan 10 pucuk senjata
api rakitan dari warga. Perampasan senjata itu dilakukan dengan tidak sengaja ketika
hendak menurunkan pengungsi dari hutan-hutan ke Desa Sangginora.
Ketika melewati sebuah jalan, rombongan Kapolda menemukan beberapa orang yang
sedang duduk di pinggir jalan. Karena dicurigai, sempat digeledah dan ditemukan
sepucuk pestol rakitan. Dankorps Brimob Jusuf Manggabarani ikut melakukan
penggeledahan dan ditemukan lagi delapan pucuk senajata laras panjang dan laras
pendek.
"Kalau kamu laki-laki, harus mengaku bahwa itu senjata kamu. Tidak bertanggung
jawab kalau kamu memiliki senjata dan tidak mau mengakuinya," kata Jusuf Mangga,
jenderal dua bintang.
Sebelumnya, pemilik senjata yang sedang melakukan penjarahan coklat sempat
membuang tembakan dua kali, namun dipatahkan anggota kepolisian. Sebanyak 10
orang pemilik senjata api rakitan itu diamankan di Mapolres Poso untuk dimintai
keterangannya, dan keesokan harinya dilepas kembali. Sedangkan Kapolda Sulawesi
Tengah, Brigjen Pol Zainal Abidin Ishak mengatakan, sebenarnya belum saatnya
dilakukan penggeledahan senjata tetapi karena kebetulan ditemukan ada yang
memilikinya, dimintalah agar menyerahkan ke petugas.
Saat ini baru tahap sosialisasi dan setelah bulan depan dapat saja dilakukan
penggeledahan, baik perkelompok maupun perorangan. "Pokoknya tanpa pandang
bulu, kalau sudah diberitahu masih juga mau menyimpan senjata api, kita akan tindak
dengan tegas dan sesuai proses hukum," kata Kapolda Sulawesi Tengah. ***
Copyright © Sinar Harapan 2001
|