Irritable Bowel Syndrome
(IBS) dapat diartikan sebagai Sindroma
Iritabilitas Usus. Istilah bahasa Indonesia
untuk penyakit ini memang belum ada yang baku.
IBS merupakan salah satu penyakit dari kelompok
Functional Gastrointestinal Disorders (Gangguan
Fungsional Saluran Pencernaan) atau Functional
Motility Disorders (Gangguan Fungsional
Pergerakan Usus). Seringkali disebut sebagai
gangguan, bukan penyakit, karena penyakit ini
merupakan sekumpulan gejala yang terjadi akibat
gangguan fungsional saluran pencernaan, dimana
tidak terdapat kelainan organik dari saluran
pencernaan itu sendiri. Tiga kelompok gejala
pokok yang timbul pada penyakit ini biasanya
berupa
1. Nyeri perut
2. Kembung dan
3. Gangguan buang air besar.
IBS merupakan salah satu penyakit yang tidak
mudah didiagnosa. Oleh karenanya, diagnosa
penyakit ini seringkali didasarkan pada kriteria
eksklusi, yaitu diagnosa ditegakkan setelah
menyingkirkan semua kemungkinan adanya penyakit
organik saluran pencernaan lain. Untuk
memudahkan bagi Dokter dalam menegakkan diagnosa
penyakit ini, maka sejak tahun 1970-an beberapa
macam kriteria telah diterbitkan.
Diagnosa
Kriteria Rome II merupakan panduan kriteria
mutakhir yang banyak dipakai untuk mendiagnosa
penyakit IBS, yaitu:
Nyeri perut atau rasa tak nyaman di perut yang
telah diderita dalam jumlah waktu 3 bulan/12
minggu (jadi bisa saja tidak berurutan) selama
kurun waktu 1 tahun terakhir. Gangguan perut ini
disertai dengan dua dari tiga gejala berikut:
- Nyeri akan membaik setelah buang air besar
- Terjadi perubahan pola buang air besar (menjadi
lebih sering atau lebih jarang)
- Terjadi perubahan bentuk tinja (menjadi
lebih lembek/cair atau lebih keras)
Beberapa gejala berikut ini juga akan menunjang
diagnosa penyakit IBS:
- Abnormalitas sewaktu buang air besar
seperti mengejan, kebelet atau rasa tak lega
setelah buang air besar
- Keluar cairan mukus (ingus) saat buang air
besar
- Kembung atau rasa sebah
Berdasarkan perubahan pola buang air besar dan
bentuk tinja maka IBS dapat dikelompokkan
menjadi 3 subtipe, yaitu:
- IBS Diare
- IBS Konstipasi
- IBS Alternating/Berganti-ganti
Pada IBS Diare pola buang air besar menjadi
lebih dari 3 kali sehari dengan bentuk tinja
lembek atau cair. Pada IBS Konstipasi terjadi
sembelit dengan pola buang air besar menjadi
kurang dari 3 kali seminggu dan bentuk tinja
menjadi lebih keras. Sedangkan pada IBS
Alternating terjadi diare dan konstipasi secara
bergantian dari waktu ke waktu.
Prevalensi
Belum ada penelitian statistik jumlah penderita
IBS di Indonesia. Di seluruh bagian dunia,
kekerapan penyakit ini diperkirakan sangat
bervariasi. Di Amerika Utara dan Eropa bagian
barat, survei penduduk menunjukkan bahwa
penderita IBS sebesar 12-22% dari populasi umum,
sementara kekerapannya di Asia Tenggara lebih
jarang yaitu sekitar kurang dari 5%. Perbedaan
ini mungkin disebabkan oleh perbedaan metode
survey, kriteria yang digunakan ataupun jumlah
populasi yang diteliti.
Penyebab
Penyebab penyakit ini belum diketahui secara
pasti. Beberapa faktor diperkirakan berperan di
dalam timbulnya penyakit IBS, seperti gangguan
fungsi usus, gangguan toleransi pola makan, dan
gangguan persarafan usus.
Pengobatan
Pengobatan biasanya dilakukan dengan dua cara
yaitu terapi non-obat dan terapi obat.
Pada sebagian pasien, makan mengakibatkan
timbulnya nyeri perut atau rasa kebelet buang
air besar. Hal ini sebenarnya merupakan fenomena
fisiologi gerakan usus normal setelah makan.
Hanya karena usus mereka lebih sensitif maka
reaksinya agak berlebihan. Makanan yang terlalu
banyak mengandung lemak sebaiknya dihindari
untuk mengurangi gejala ini. Kebiasaan tidak
sarapan, apalagi tanpa sayur atau buah, dapat
mengakibatkan sembelit, sementara minum kopi
yang berlebihan dapat mengakibatkan perangsangan
lambung. Diare dapat diakibatkan atau dicetuskan
oleh makanan atau minuman mengandung gula
fruktosa atau sorbitol, minuman beralkohol, susu
dan produk susu. Untuk pasien dengan konstipasi,
sangat dianjurkan untuk menambahkan unsur serat
di dalam menu makanannya.
Apabila terapi non-obat tidak membantu
membebaskan pasien dari gejala IBS maka terapi
dengan obat dapat dipertimbangkan untuk
mengatasi gejala nyeri perut, kembung dan diare
ataupun sembelit.
Untuk pengobatan IBS subtipe diare maka
obat-obatan anti diare dapat diberikan, misalnya
loperamid, difenoxilat ataupun kolestiramin.
Sedangkan untuk IBS subtipe sembelit/konstipasi,
maka obat-obatan yang bersifat laksatif seperti
ispagula dan bisakodil dapat diberikan. Dan
untuk gejala nyeri perut yang menyertai dapat
diberikan mebeverin.
Tentu saja konsultasi dengan Dokter akan sangat
membantu pasien mengatasi permasalahan IBS ini
karena seringkali terapi psikologis diperlukan
untuk membantu kesembuhan pasien. Dan yang lebih
penting lagi adalah pemilihan diet dan obat yang
tepat akan lebih membantu pasien dalam mengatasi
penyakit IBS ini. (TD)
Bahan bacaan:
1. Roger Jones. Irritable Bowel Syndrome. Martin
Dunitz Ltd, 2001.
2. Kenneth W Heaton and W Grant Thompson. Fast
Facts - Irritable Bowel Syndrome Indispensable
Guides to Clinical Practice. Health Press Ltd,
Oxford, 1999.
|