Big Bang, Ledakan yang
Menghancurkan Paham Materialisme (2)
HARUN YAHYA
Segala bukti meyakinkan sebagaimana dipaparkan
dalam bagian 1 artikel ini telah menyebabkan teori Big Bang diterima oleh masyarakat
ilmiah. Model Big Bang adalah titik terakhir yang dicapai ilmu pengetahuan
tentang asal muasal alam semesta. Begitulah, alam semesta ini telah
diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat dari
ketiadaan. Dennis Sciama, yang selama bertahun-tahun bersama
Fred Hoyle mempertahankan teori steady-state, yang berlawanan dengan fakta
penciptaan alam semesta, menjelaskan posisi akhir yang telah mereka capai
setelah semua bukti bagi teori Big Bang terungkap. Sciama menyatakan bahwa ia
mempertahankan teori steady-state bukan karena ia menanggapnya benar,
melainkan karena ia berharap bahwa inilah yang benar. Sciama selanjutnya
mengatakan bahwa ketika bukti mulai bertambah, ia harus mengakui bahwa
permainan telah usai dan teori steady-state harus ditolak.1 Prof.
George Abel dari universitas California juga menerima kemenangan akhir Big
Bang dan menyatakan bahwa bukti yang kini ada menunjukkan bahwa alam semesta
bermula milyaran tahun silam melalui peristiwa Big Bang. Ia mengakui bahwa ia
tak memiliki pilihan kecuali menerima teori Big Bang. Dengan kemenangan Big Bang, mitos 'materi kekal'
yang menjadi dasar berpijak paham materialis terhempaskan ke dalam tumpukan
sampah sejarah. Lalu keberadaan apakah sebelum Big Bang; dan kekuatan apa
yang memunculkan alam semesta sehingga menjadi 'ada' dengan ledakan raksasa
ini saat alam tersebut 'tidak ada'? Meminjam istilah Arthur Eddington,
pertanyaan ini jelas mengarah pada fakta yang 'secara filosofis menjijikkan'
bagi kaum materialis, yakni keberadaan sang Pencipta. Filosof ateis terkenal
Antony Flew berkata tentang hal ini: "Sayangnya, pengakuan adalah baik
bagi jiwa. Karenanya, saya akan memulai dengan pengakuan bahwa kaum Ateis
Stratonisian terpaksa dipermalukan oleh kesepakatan kosmologi zaman ini.
Sebab, tampaknya para ahli kosmologi tengah memberikan bukti ilmiah bahwa
alam semesta memiliki permulaan." 2 Banyak ilmuwan yang tidak secara buta menempatkan
dirinya sebagai ateis telah mengakui peran Pencipta yang Mahaperkasa dalam
penciptaan alam semesta. Pencipta ini haruslah Dzat yang telah menciptakan
materi dan waktu, namun tidak terikat oleh keduanya. Ahli astrofisika
terkenal Hugh Ross mengatakan: "Jika permulaan waktu terjadi bersamaan
dengan permulaan alam semesta, sebagaimana pernyataan teorema ruang, maka
penyebab terbentuknya alam semesta pastilah sesuatu yang bekerja pada dimensi
waktu yang sama sekali tak tergantung dan lebih dulu ada dari dimensi waktu
alam semesta. Kesimpulan ini memberitahu kita bahwa Tuhan bukanlah alam
semesta itu sendiri, Tuhan tidak pula berada di dalam alam semesta." 3 Begitulah, materi dan waktu diciptakan oleh sang
Pencipta yang tidak terikat oleh keduanya. Pencipta ini adalah Allah, Dialah
Penguasa langit dan bumi. Sebenarnya, Big Bang telah menimbulkan masalah
yang lebih besar bagi kaum materialis daripada pengakuan Filosof ateis,
Antony Flew. Sebab, Big Bang tak hanya membuktikan bahwa alam semesta
diciptakan dari ketiadaan, tetapi ia juga diciptakan secara sangat terencana,
sistematis dan teratur. Big Bang terjadi melalui ledakan suatu titik yang
berisi semua materi dan energi alam semesta serta penyebarannya ke segenap
penjuru ruang angkasa dengan kecepatan yang sangat tinggi. Dari materi dan
energi ini, munculah suatu keseimbangan luar biasa yang melingkupi berbagai
galaksi, bintang, matahari, bulan, dan benda angkasa lainnya. Hukum alam pun
terbentuk yang kemudian disebut 'hukum fisika', yang seragam di seluruh
penjuru alam semesta, dan tidak berubah. Hukum fisika yang muncul bersamaan
dengan Big Bang tak berubah sama sekali selama lebih dari 15 milyar tahun.
Selain itu, hukum ini didasarkan atas perhitungan yang sangat teliti sehingga
penyimpangan satu milimeter saja dari angka yang ada sekarang akan berakibat
pada kehancuran seluruh bangunan dan tatanan alam semesta. Semua ini
menunjukkan bahwa suatu tatanan sempurna muncul setelah Big Bang. Namun, ledakan tidak mungkin memunculkan tatanan
sempurna. Semua ledakan yang diketahui cenderung berbahaya, menghancurkan,
dan merusak apa yang ada. Jika kita diberitahu tentang kemunculan tatanan
sangat sempurna setelah suatu ledakan, kita dapat menyimpulkan bahwa ada
campur tangan 'cerdas' di balik ledakan ini, dan segala serpihan yang
berhamburan akibat ledakan ini telah digerakkan secara sangat terkendali. Sir
Fred Hoyle, yang akhirnya harus menerima teori Big Bang setelah
bertahun-tahun menentangnya, mengungkapkan hal ini dengan jelas: "Teori
Big Bang menyatakan bahwa alam semesta berawal dari satu ledakan tunggal.
Tapi, sebagaimana diketahui, ledakan hanya menghancurkan materi
berkeping-keping, sementara Big Bang secara misterius telah menghasilkan
dampak yang berlawanan - yakni materi yang saling bergabung dan membentuk
galaksi-galaksi." 4 Tidak ada keraguan, jika suatu tatanan sempurna
muncul melalui sebuah ledakan, maka harus diakui bahwa terdapat campur tangan
Pencipta yang berperan di setiap saat dalam ledakan ini. Hal lain dari tatanan luar biasa yang terbentuk
di alam menyusul peristiwa Big Bang ini adalah penciptaan 'alam semesta yang
dapat dihuni'. Persyaratan bagi pembentukan suatu planet layak huni sungguh
sangat banyak dan kompleks, sehingga mustahil untuk beranggapan bahwa
pembentukan ini bersifat kebetulan. Setelah melakukan perhitungan tentang
kecepatan mengembangnya alam semesta, Paul Davis, profesor fisika teori
terkemuka, berkata bahwa kecepatan ini memiliki ketelitian yang sungguh tak
terbayangkan. Davies berkata: "Perhitungan jeli menempatkan kecepatan
pengembangan ini sangat dekat pada angka kritis yang dengannya alam semesta
akan terlepas dari gravitasinya dan mengembang selamanya. Sedikit lebih
lambat dan alam ini akan runtuh, sedikit lebih cepat dan keseluruhan materi
alam semesta sudah berhamburan sejak dulu. Jelasnya, big bang bukanlah
sekedar ledakan zaman dulu, tapi ledakan yang terencana dengan sangat
cermat." 5 Fisikawan terkenal, Prof. Stephen Hawking
mengatakan dalam bukunya A Brief History of Time, bahwa alam semesta
dibangun berdasarkan perhitungan dan keseimbangan yang lebih akurat dari yang
dapat kita bayangkan. Dengan merujuk pada kecepatan mengembangnya alam
semesta, Hawking berkata: "Jika kecepatan pengembangan ini dalam satu
detik setelah Big Bang berkurang meski hanya sebesar angka satu per-seratus
ribu juta juta, alam semesta ini akan telah runtuh sebelum pernah mencapai
ukurannya yang sekarang." 6 Paul Davies juga menjelaskan akibat tak terhindarkan
dari keseimbangan dan perhitungan yang luar biasa akuratnya ini: "Adalah
sulit menghindarkan kesan bahwa tatanan alam semesta sekarang, yang terlihat
begitu sensitif terhadap perubahan angka sekecil apapun, telah direncanakan
dengan sangat teliti. Kemunculan serentak angka-angka yang tampak ajaib ini,
yang digunakan alam sebagai konstanta-konstanta dasarnya, pastilah menjadi
bukti paling meyakinkan bagi keberadaan desain alam semesta." 7 Berkenaan dengan kenyataan yang sama ini,
profesor astronomi Amerika, George Greenstein menulis dalam bukunya The
Symbiotic Universe: "Ketika kita mengkaji semua bukti yang ada,
pemikiran yang senantiasa muncul adalah bahwa kekuatan supernatural pasti
terlibat." 8 Singkatnya, saat meneliti sistem mengagumkan di
alam semesta, akan kita pahami bahwa keberadaan dan cara kerjanya bersandar
pada keseimbangan yang sangat sensitif dan tatanan yang terlalu kompleks
untuk dijelaskan oleh peristiwa kebetulan. Sebagaimana dimaklumi, tidaklah
mungkin keseimbangan dan tatanan luar biasa ini terbentuk dengan sendirinya
dan secara kebetulan melalui suatu ledakan besar. Pembentukan tatanan semacam
ini menyusul ledakan seperti Big Bang adalah satu bukti nyata adanya
penciptaan supernatural. Rancangan dan tatanan tanpa tara di alam semesta
ini tentulah membuktikan keberadaan Pencipta, beserta Ilmu, Keagungan dan
Hikmah-Nya yang tak terbatas, Yang telah menciptakan materi dari ketiadaan
dan Yang berkuasa mengaturnya tanpa henti. Sang Pencipta ini adalah Allah,
Tuhan seluruh sekalian alam. 1. Stephen Hawking, Evreni
Kucaklayan Karinca, Alkim Publishing, 1993, hlm. 62-63 |