KONSEP-KONSEP KOSMOLOGIS

oleh Achmad Baiquni 

 

            Telah  banyak  kitab  yang   ditulis   ulama   masyhur   untuk menafsirkan   ayat-ayat   suci   al-Qur'an   --yang  merupakan garis-garis  besar  ajaran  Islam  itu--  dengan   menggunakan ayat-ayatlain di   dalam  kitab  suci  tersebut,  sebagai bandingan, dan dengan Sunnah Rasul sebagai penjelasan.  Namun, dalam  al-Qur'an  sendiri, ciptaan Tuhan di seluruh jagad raya ini  secara  jelas  disebutkan  sebagai "ayat-ayat   Allah", misalnya  dalam  surah  'Ali  Imran  190 disebut, Sesungguhnya dalam ciptaan langit dan bumi, serta silih  bergantinya malam dan  siang,  terdapat  ayat-ayat  Allah  bagi orang-orang yang berakal (dapat menalar). Karenanya, maka sebagai padanan untuk mendapatkan  arti  ayat-ayat al-Qur'an yang menyangkut al-Kaun dapat digunakan juga ayat-ayat Allah yang berada di dalam alam semesta ini. Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka tidaklah mengherankan apabila ketetapan dalam penafsiran  ayat-ayat  al-Qur'an  yang berisi  konsep-konsep  Kauniyah  sangat bervariasi, tergantung pada pengetahuan mufassir tentang alam  semesta  itu  sendiri.Untuk  memberikan  contoh  yang  nyata,  kita  dapat  menelaah ayat-ayat berikut,  Dan  tidakkah   orang-orang   kafir   itu mengetahui  bahwa agama  sama,  [1]  dan  ardh [2] itu dahulu sesuatu  yang  padu, kemudian kami  pisahkan  keduanya  (QS. al-Anbiya':  30. Dan sama' itu kami bangun dengan kekuatan dan sesungguhnya kamilah yang meluaskannya (QS. al-Dzariyat: 47). 

 

Seseorang yang hidup dalam abad 9 M akan mengatakan bahwa kata sama'  artinya  langit;  pengertiannya  ialah bahwa langit itu adalah  sebuah  bola  super  raksasa  yang  panjang  radiusnya tertentu,   yang  berputar  mengelilingi  sumbunya.  Dan  pada dindingnya tampak menempel bintang-bintang yang gemerlapan  di malam hari. Bola ini dikatakan mewadahi seluruh ruang alam dan segala sesuatu yang berada di dalamnya. Ia merasa yakin  bahwa persepsinya mengenai langit itulah yang sesuai dengan apa yang dapat diamati setiap hari,  kapan  pun  juga.  Bintang-bintang tampak  tidak  berubah posisinya yang satu terhadap yang lain, dan seluruh langit itu berputar-putar dalam satu  hari  (siang dan malam).  

Apa  yang kiranya dapat kita harapkan dari orang ini andaikata ia  diminta  memberikan  penafsiran  (bukan  sekadar   salinan kata-kata)  ayat-ayat  tersebut? Tentu saja ia akan memberikan interpretasi yang sesuai dengan  persepsinya  tentang  langit, serta  ardh  yaitu  bumi  yang  datar  yang dikurung oleh bola langit. Dan mungkin sekali ia akan mengatakan  bahwa  ayat  30 surah   al-Anbiya'   itu  melukiskan  peristiwa  ketika  Tuhan menyebutkan  langit  menjadi  bola,  setelah  ia  sekian  lama terhampar di permukaan bumi seperti layaknya sebuah tenda yang belum dipasang. Dapat kita lihat dalam kasus ini bahwa  konsep kosmologis  dalam al-Qur'an, mengenai penciptaan alam semesta, yang  dikemukakan  orang  itu  sangatlah  sederhana.  Dan  itu tidaklah     benar,    karena    konsepsinya    tidak    mampu mengakomodasikan  gejala  yang   dinyatakan   ayat   4   surah al-Dzariyat. 

Sebuah  langit  yang  berbentuk bola dengan jari-jari tertentu bukanlah  langit  yang  bertambah  luas.  Apalagi   kalau   ia melingkupi seluruh ruang kosmos beserta isinya; tidak ada lagi sesuatu yang lebih besar daripadanya. Pada hemat saya, sesuatu konsepsi   mengenai   alam  semesta  yang  benar  harus  dapat dipergunakan untuk menerangkan semua peristiwa yang dilukiskan ayat-ayat   dalam   kitab   suci;   ia   harus  sesuai  dengan konsep-konsep kosmologis dalam  al-Qur'an.  Untuk  mendapatkan konsepsi  yang  benar  itu  pada  hakekatnya  telah  diberikan petunjuk sang pencipta misalnya dalam ayat  101  surah  Yunus, Katakanlah  (wahai Muhammad), Perhatikanlah dalam intighon apa yang ada di sama' dan di ardh (QS. Yunus: 101).

Dalam  teguran ayat 1 dan 18 dalam surah al-Ghasyiyah, Maka apakah mereka itu tak   memperhatikan   onta-dalam   intighon,   bagaimana    ia diciptakan.   Dan   sama',   bagaimana  ia  ditinggikan.  (QS. al-Ghasyiyah: 1 dan 18).

Serta dalam ayat 190  dan  191  surah Ali Imran, Sesungguhnya dalam penciptaan sama' dan ardh, serta silih bergantinya siang dan  malam,  terdapat  ayat-ayat  bagi orang-orang yang berakal (dapat menalar). Yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk, atau dalam keadaan  berbaring,  dan pikirkan  tentang penciptaan sama' dan ardh, wahai Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia; Maha suci Engkau, maka  peliharalah kami dari siksa azab neraka. (QS. Ali Imran: 190 dan 191).  

Dengan diikutinya perintah dan petunjuk ini, maka muncullah di lingkungan   umat  Islam  suatu  kegiatan  observasional  yang disertai dengan pengukuran, sehingga ilmu tidak lagi  bersifat kontemplatif  belaka,  seperti  yang  berkembang di lingkungan Yunani,  tapi  mempunyai  ciri  empiris  sehingga  tersusunlah dasar-dasar  sains.  Penerapan metode ilmiah ini, yang terdiri atas  pengukuran  teliti   pada   observasi   dan   penggunaan pertimbangan  yang  rasional, telah mengubah astrologi menjadi astronomi. Karena telah menjadi kebiasaan para  pakar  menulis hasil   penelitian   orang  lain,  maka  tersusunlah  himpunan rasionalitas kolektif insani yang kita  kenal  sebagai  sains. Jelaslah  di sini bahwa sains adalah hasil konsensus di antara para pakar.  Kita ingat ayat 3,  4  dan  5  surah  al-'Alaq,  Bacalah,  dan Tuhanmulah  Yang Maha Pemurah. yang mengajar dengan qalam. [3] Dia mengajar manusia apa yang  tidak  diketahuinya.  Penalaran tentang    "bagaimana"    dan   "mengapa",   yang   menyangkut proses-proses alamiah di  langit  itu,  menyebabkan  timbulnya cabang  baru  dalam  sains  yang  dinamakan  astrofisika, yang bersama-sama  astronomi  membentuk  konsep-konsep   kosmologi. Meskipun  ilmu pengetahuan keislaman ini tumbuh sebagai akibat dari pelaksanaan salah satu perintah agama, kiranya perlu kita pertanyakan  apakah  benar  konsep  kosmologi  yang berkembang dalam  sains  itu  sejalan  dengan  apa  yang  terdapat  dalam al-Qur'an.  Sebab obor pengembangan ilmu telah mulai berpindah tangan dari umat Islam kepada  para  cendekiawan  bukan  Islam sejak  pertengahan  abad  ke  13 sampai selesai dalam abad 17, sehingga sejak itu sains tumbuh dalam kerangka  acuan  budaya, mental  dan  spiritual  yang  bukan  Islam,  dan yang memiliki nilai-nilai tak Islami.  

Mari kita kaji sambil menelusuri  perkembangan  ilmu  kealaman Sejak  akhir  abad 19 hingga akhir abad 20, ketika ia berjalan sangat  cepat,  jauh  melampaui  kelajuannya  dalam  abad-abad sebelumnya,  sejalan  dengan  kecanggihan  instrumentasi  yang dipergunakan dalam observasi  dan  matematika  sebagai  sarana komputasi. Kita akan menemukan bahwa pada tahap-tahap tertentu ia tampak tidak sesuai dengan  ajaran  agama  kita,  sedangkan dalam  fase-fase  lain  menghasilkan  kesimpulan yang sehaluan dengannya.  

Seseorang yang hidup pada akhir abad 19, yang telah mengetahui melalui  kegiatan  sainsnya,  bahwa  bintang-bintang di langit jaraknya dari bumi tidak sama, dan bahkan mampu mengukur jarak itu  dan mengatakan berapa massanya, tak lagi akan mengatakan, langit itu sebuah bola  super  raksasa.  Ia  akan  mengatakan, langit  adalah  ruang  jagad-raya,  yang  di dalamnya terdapat bintang-bintang,  sebagian   diikuti   satelitnya,   dan   ada bintang-bintang kembar dan gerombolan-gerombolan bintang dalam galaksi kita yang disebut Bimasakti. Karena  konsep  kosmologi yang berlaku waktu itu berasal dari Newton, ia akan mengatakan juga bahwa bola super besar yang mewadahi seluruh ruang kosmos itu tidak ada sebab baginya ruang jagad-raya ini tak berhingga besarnya dan tidak mempunyai batas.  

Sudah tentu konsep kosmologi sains abad yang  lalu  ini  tidak sesuai dengan konsep al-Qur'an, karena tak dapat mengakomodasi peristiwa yang: dilukiskan ayat 30 surah al-Anbiya'  dan  ayat 47  surah  al-Dzariyat.  Lebih  dari  itu  bahkan bertentangan dengan ajaran agama kita; sebab alam semesta yang tak terbatas dan  tak  berhingga  besarnya,  dianggap tak berawal dan tidak berakhir. Dan kita akan melihat  sepanjang  pertumbuhan  sains selanjutnya   bahwa   ide-ide  semacam  ini,  yang  mengandung konsepsi tentang alam yang langgeng, ada sejak dulu  dan  akan ada  seterusnya,  selalu  timbul-tenggelam.  (Karena itu, maka saya selalu menganjurkan agar umat Islam yang  ingin  mengejar ketinggalan  mereka  dalam sains dan teknologi akhir-akhir ini bersiap-siap  mengadakan  langkah-langkah  pengamanan   dengan meng-Islamkan  sains,  sehingga sains kembali dapat berkembang dalam kerangka sistem nilai yang Islami).  

Dari uraian di atas bahwa konsep kosmologi sains pada abad  ke 19 gagal total dan sama sekali tak mampu menerangkan apa yang terkandung dalam dua ayat tersebut  di  atas.  Padahal  mereka baru  merupakan  sebagian  saja  dari ayat-ayat al-Qur'an yang berisi konsep-konsep kosmologi. Kita dapat  juga  mengemukakan beberapa ayat lainnya sebagai berikut,  

Dalam  pada  itu  Dia  mengarah  pada penciptaan sama', dan ia penuh dukhon [4], lalu Dia berkata kepadanya dan kepada  ardh, Datanglah   kalian  mematuhi-Ku  dengan  suka  atau  terpaksa; keduanya menjawab: kami datang dengan  taat  (QS.  Fushshilat: 11)   Maka  Dia  menjadikannya  tujuh  sama' dalam dua hari, dan Dia mewahyukan kepada tiap sama' peraturannya  masing-masing;  dan kami   hiasi  langit  dunia  dengan  pelita-pelita,  dan  Kami memeliharanya; demikianlah ketentuan Yang  Maha  Perkasa  lagi Maha Mengetahui. (QS. Fushshilat: 12)  

Allah-lah  yang telah menciptakan tujuh sama' dan ardh seperti itu pula (QS. al-Thalaq: 12)  

Allah-lah yang menciptakan sama' dan ardh dan apa yang ada  di antara  keduanya  dalam  enam  hari,  dan  pada waktu itu pula bersemayam di arsy-Nya [5] (QS. al-Sajadah:4)  

Dan Dialah yang telah menciptakan sama' dan  ardh  dalam  enam hari,  ada pun Arsy-Nya telah tegak pada ma' [6] untuk menguji siapakah di antara kalian yang lebih baik amalnya (QS. Hud: 7)  

Sesungguhnya Allah menahan sama' dan ardh agar jangan  lenyap, dan  sungguh  jika  keduanya akan lenyap dan tak ada siapa pun yang dapat menahan keduanya itu selain Allah; Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun dan Maha Pengampun (QS. Fathir: 41)  

 Pada hari Kami gulung sama' seperti menggulung lembaran tulis; sebagaimana Kami telah mulai awal penciptaan,  begitulah  Kami akan  mengembalikannya;  itulah  janji  yang akan kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan   melaksanakannya    (QS. al-Anbiya': 104)  Sekarang  mari  kira  cari pengertian yang terdapat dalam ayat itu. Kita telah melihat  dari  contoh-contoh  yang  diberikan, bahwa  dengan  bekal  pengetahuan  abad  19 saja seseorang tak mungkin memahaminya; meski ia seorang pakar yang ulung  sekali pun.  Sebab  konsepsinya  tentang  alam  semesta  memang salah hingga tidak cocok dengan apa yang ada dalam al-Qur'an. 

Apa yang akan dikatakan oleh  seorang  kosmolog  atau  seorang fisikawan  abad  20,  jika ia ditanya tentang konsep kosmologi sains yang mutakhir yang  dihasilkan  penelitian  para  pakar? Secara   garis  besar,  jawabnya  kira-kira  sebagai  berikut: Konsepsi mengenai alam semesta ini sebenarnya mulai  mengalami perubahan  sejak  tahun  1929  ketika Hubble melihat dan yakin bahwa  galaksi-galaksi  di  sekitar  Bimasakti  menjauhi  kita dengan kelajuan  yang  sebanding dengan jarak dari bumi;  yang lebih jauh kecepatannya  lebih  besar,  sehingga  dalam  sains terdapat  istilah  alam  yang mengembang (expanding universe). Hal ini mengingatkan orang pada pacuan kuda; kuda yang  paling laju  akan  berlari  paling  depan.  Karena kelajuan dan jarak masing-masing galaksi dari bumi diketahui, tidak  sulit  untuk menghitung kapan mereka itu mulai berlari. 

Pada  tahun  1952 Gamow berkesimpulan bahwa galaksi-galaksi di seluruh jagad-raya yang  cacahnya  kira-kira  100  milyar  dan masing-masing  rata-rata  berisi  100  milyar bintang itu pada mulanya  berada  di  satu  tempat  bersama-sama  dengan  bumi, sekitar   15  milyar  tahun  yang  lalu.  Materi  yang  sekian banyaknya itu terkumpul sebagai suatu  gumpalan  yang  terdiri dari   neotron;  sebab  elektron-elektron  yang  berasal  dari masing-masing  atom  telah  menyatu   dengan   protonnya   dan membentuk  neotron  sehingga tak ada gaya tolak listrik antara masing-masing  elektron  dan  antara   masing-masing   proton. Gumpalan ini berada dalam ruang alam dan tanpa diketahui sebab musababnya meledak dengan sangat dahsyat sehingga terhamburlah materi  itu ke seluruh ruang jagad-raya; peristiwa inilah yang kemudian terkenal sebagai "dentuman besar" (big bang). 

Sudah  barang  tentu   gumpalan   sebesar   itu   tak   pernah bergelimpangan  di ruang kosmos; sebab gaya gravitasi gumpalan itu akan begitu besar sehingga ia akan teremas menjadi  sangat kecil. Lebih kecil dari bintang pulsar yang jari-jarinya hanya sebesar 2 sampai 3 kilometer dan massanya kira-kira 2 sampai 3 kali  massa  sang  surya,  dan  bahkan lebih kecil dari lobang hitam (black hole) yang  massanya  jauh  melebihi  pulsar  dan jari-jarinya  menyusut  mendekati ukuran titik. Gambarkan saja dalam angan-angan, berapa besar kepadatan materi  dalam  titik yang  volumenya nol itu jika seluruh massa 100 milyar kali 100 milyar bintang sebesar matahari dipaksakan masuk di  dalamnya! Inilah  yang  biasa  disebut sebagai singularitas. Jadi konsep dentuman besar terpaksa dikoreksi yaitu bahwa keberadaan  alam semesta  ini diawali oleh ledakan maha dahsyat ketika tercipta ruang-waktu dan energi yang keluar  dari  singularitas  dengan suhu yang tak terkirakan tingginya.Para  pakar  berpendapat  bahwa  alam  semesta  tercipta  dari ketiadaan sebagai goncangan vakum yang  membuatnya  mengandung energi  yang  sangat tinggi dalam singularitas yang tekanannya menjadi negatif. Vakum yang mempunyai  kandungan  energi  yang luarbiasa  besarnya  serta  tekanan gravitasi yang negatif ini menimbulkan suatu dorongan eksplosif keluar dari singularitas. Tatkala  alam  mendingin, karena ekspansinya, sehingga suhunya merendah melewati 1.000  trilyun-trilyun  derajat,  pada  umur 10-35  sekon,  terjadilah  gejala  "lewat  dingin".  Pada saat pengembunan tersentak, keluarlah energi yang memanaskan kosmos kembali  menjadi  1.000  trilyun-trilyun  derajat, dan selurnh kosmos terdorong membesar dengan kecepatan luar  biasa  selama waktu  10-32  sekon.  Ekspansi  yang  luar  biasa cepataya ini menimbulkan kesan-kesan alam kita digelembungkan dengan tiupan dahsyat sehingga ia dikenal sebagai gejala inflasi. 

Selama  proses  inflasi ini, ada kemungkinan bahwa tidak hanya satu alam saja yang  muncul,  tetapi  beberapa  alam;  berapa? duakah?  tigakah?  atau  berapa?  para ilmuwan tidak tahu. Dan masing-masing alam  dapat  mempunyai  hukum-hukumnya  sendiri; tidak  perlu  aturannya  sama dengan apa yang ada di alam kita ini. Karena materialisasi  dari  energi  yang  tersedia,  yang berakibat  terhentinya inflasi, tidak terjadi secara serentak, maka di lokasi-lokasi  tertentu  terdapat  konsentrasi  materi yang  merupakan benih galaksi-galaksi yang tersebar di seluruh kosmos. Jenis materi apa yang muncul pertama-tama di alam  ini tidak  seorang  pun  tahu;  namun  tatkala umur alam mendekati seper-seratus  sekon,  isinya   terdiri   atas   radiasi   dan  partikel-partikel sub-nuklir. Pada saat itu suhu kosmos adalah sekitar 100 milyar derajat dan campuran partikel  dan  radiasi yang  sangat  rapat  tetapi  bersuhu  sangat  tinggi itu lebih menyerupai zat-alir daripada zat padat sehingga  para  ilmuwan memberikan  nama "sop kosmos" kepadanya Antara umur satu sekon dan tiga menit terjadi proses yang  dinamakan  nukleosintesis; dalam  periode  ini  atom-atom  ringan terbentuk sebagai hasil reaksi fusi-nuklir. Baru setelah umur  alam  mencapai  700.000 tahun  elektron-elektron masuk dalam orbit mereka sekitar inti dan membentuk atom sambil melepaskan radiasi;  pada  saat  itu seluruh  langit  bercahaya  terang  benderang  dan hingga kini "cahaya" ini masih dapat diobservasi sebagai radiasi gelombang mikro.  

Menurut  perhitungan  kami, alam semesta mempunyai dimensi 10; yaitu 4 buah dimensi  ruang-waktu  yang  kita  hayati,  dan  6 lainnya  yang  tidak  kita  sadari,  karena "tergulung" dengan jarij-ari 10-32 sentimeter yang bermanifestasi sebagai  muatan listrik  dan  muatan  nuklir.  Dimensi yang kita hayati adalah dimensi yang, katakan  saja,  "terbentang"  dan  mengejawantah  sebagai  ruang-waktu.  Kalau  semua yang telah dirintis secara matematis  ini  mendapatkan  pembenaran  dari  eksprimen  atau observasi  di  alam luas, maka ada kemungkinan bahwa alam yang kita  huni  ini  mempunyai  kembaran   (shadow   world)   yang sebenarnya  berada  di  sekeliling  kita,  tapi tak dapat kita lihat; ia hanya dapat kita hubungi lewat medan gaya  gravitasi sedangkan  hukum  alamnya tidak perlu sama dengan yang berlaku di dunia ini. Begitulah kira-kira uraian fisikawan itu. Sudah tentu apa yang dikatakan  itu  adalah  hasil mutakhir kegiatan penelitian dan saling kaji antara para pakar dan merupakan konsensus.  Selama perjalanan  mencari  kebenaran  itu,  sebenarnya  sains  telah mengalami penyelewengan-penyelewengan yang akhirnya terbongkar kesalahannya,   karena   tak   cocok   dengan  kenyataan,  dan mendapatkan pembetulan. Saya akan mengungkapkan beberapa  saja yang relevan, sebagai contoh. 

 Pertama,  ketika persamaan matematis Einstein, yang dirumuskan untuk melukiskan alam semesta, dinyatakan oleh Friedman  bahwa ia  memberi  gambaran kosmos yang mengembang, ia segera diubah oleh si-perumus agar sesuai dengan konsep kosmologi pada waktu itu;  yaitu  kosmos  yang  statis. Tapi langkah pembetulan itu mendapat  tamparan,  karena   Hubble   mengobservasi   justeru jagad-raya  ini  berekspansi. Einstein mengalah dan kembali ke perumusannya yang semula yang melukiskan alam yang tak statis, tapi berekspansi.  

Kedua,  ketika  gagasan  Gamow  tentang  dentuman  besar  yang menjurus pada konsep alam semesta yang berawal  dikumandangkan beberapa  kosmolog  yang dipelopori Hoyle mengajukan tandingan yang  dikenal  sebagai  kosmos  yang  mantap   (steady   state universe)  yang  menyatakan bahwa alam semesta ajeg sejak dulu sampai sekarang dan hingga nanti tanpa awal dan  tanpa  akhir. Namun  terungkapnya keberadaan gelombang mikro yang mendatangi bumi dari segala penjuru alam secara uniform, oleh Wilson  dan Penzias  pada  1964,  telah  mendorong  para pakar mengakuinya sebagai kilatan dalam alam semesta yang tersisa dari peristiwa dentuman  besar.  Dengan  demikian  maka konsepsi yang berawal lebih dikukuhkan.  

Ketiga, ketika dentuman besar tak  dapat  disangkal,  beberapa ilmuwan   mencoba   mengembalikan   keabadian   kosmos  dengan mengatakan, alam semesta  ini  berkembang-kempis  (oscillating universe). Namun Weinberg menunjukkan kepalsuannya. Sebab alam yang berkelakuan seperti itu, meledak dan  masuk  kembali  tak henti-hentinya   tak  berawal  dan  tak  berakhir,  entropinya besarnya tidak terhingga; suatu asumsi yang konsekuensinya tak didukung  kenyataan.  Kita  lihat  bahwa hasrat mempertahankan konsepsi alam semesta yang tak berawal (tak diciptakan) selalu menemui  kegagalan,  karena  tak  sesuai dengan kenyataan yang terobservasi.  

Bagaimana para fisikawan-kosmolog  dapat  mengatakan  semuanya itu  tanpa  melihat  sendiri  kejadiannya?  Sebenarnya  mereka melihat dua gejala, yaitu ekspansi alam  semesta  dan  radiasi gelombang  mikro,  yang  mereka  pergunakan  untuk  menelusuri kembali peristiwanya yang  terjadi  sekitar  15  milyar  tahun lalu,  seperti  layaknya  tim  detektif  yang ingin memecahkan  sebuah misteri dengan  menggunakan  sekelumit  abu  rokok  dan pecahan-pecahan   gelas  yang  berserakan  di  sekitar  tempat kejadian. Kalau para  detektif  itu  cukup  memakai  penalaran logis   saja,   maka para   pakar,  di  samping  menggunakan pertimbanganpertimbangan  rasional,  harus  melandasinya  juga dengan  pengetahuan  sunnatullah,  segenap peraturan Allah swt yang mengendalikan tingkah laku alam, yang dalam ayat 23 surah al-Fath   dinyatakan  memiliki  stabilitas,  sebagai  sunnat-u 'l-lah yang berlaku sejak  dulu,  sekali-kali  kamu  tak  akan menemukan perubahan pada sunnatullah itu.   Apakah  para fisikawan-kosmolog mengetahui nasib alam itu pada akhirnya? Ada dua pandangan yang  dianut  dalam  sains  yaitu, pertama,   alam semesta  ini  "terbuka,"  sehingga  ia  akan berekspansi selamanya, dan kedua jagad  raya  ini  "tertutup," sehingga  pada  suatu  saat ekspansinya akan berhenti dan alam kembali mengecil untuk akhirnya  seluruhnya  mencebur  kembali dalam  singularitas, tempat ia keluar dulu kala. Kapan? Mereka tak  tahu.  Sebab  mereka  tak  mempunyai   informasi   berapa sebenarnya  massa  yang  terkandung  dalam  alam ini; sebagian massa itu bercahaya, sebagian gelap, sedangkan  sebagian  lagi dibawa zarah-zarah yang disebut neutrino.  

Qaul yang pertama didasarkan pada kenyataan bahwa masa seluruh alam ini tak cukup besar untuk menarik kembali  semua  galaksi yang  bertebaran,  karena  bintang-bintang  yang bercahaya dan materi antar bintang,  yang  terobservasi  pengaruhnya,  hanya dapat  menyajikan  sekitar  20  persen  saja  dari  gaya  yang diperlukan, yaitu yang dinamakan gaya kritis.  Sedangkan  qaul yang  kedua  mendasari  pernyataannya  dengan adanya neutrino- neutrino yang mereka  percayai  membawa  sebagian  besar  dari massa alam ini sehingga sebagai totalitas kekuatan gaya kritis itu akan terlampaui.  

Sekarang  marilah  kita  gali  konsep-konsep  kosmologi  dalam al-Qur'an, tidak dengan pengetahuan orang abad ke 9 atau ke 19 melainkan dengan pengetahuan seseorang dari abad 20. Saya akan menafsirkan ayat-ayat yang telah dicantumkan di atas, dan yang saya pilih  di  antara  sekian  banyak  ayat  yang  mengandung konsep- konsep tersebut, sebagai berikut,  

Dan tidakkah orang yang kafir itu mengetahui bahwa ruang waktu dan  energi-materi  itu  dulu   sesuatu   yang   padu   (dalam singularitas),   kemudian  kami  pisahkan  keduanya  itu  (QS. al-Anbiya': 30)  

Dan ruang  waktu  itu  Kami  bangun  dengan  kekuatan  (ketika dentuman  besar  dan inflasi melandanya sehingga beberapa dari dimensinya menjadi terbentang) dan sesungguhnya Kamilah yang meluaskannya    (sebagai    kosmos   yang   berekspansi)   (QS. al-Dzariyat: 47) 

Dalam pada itu Dia mengarah pada penciptaan ruang-waktu dan ia penuh  "embunan" (dari materialisasi energi), lalu Dia berkata kepadanya  dan  kepada  materi:  Datanglah   kalian   mematuhi (peraturan)-Ku  dengan  suka atau terpaksa; keduanya menjawab: Kami datang dengan kepatuhan. (QS. Fushshilat: 11).  

Maka dia menjadikannya tujuh ruang-waktu (alam semesta)  dalam dua  hari,  dan  Dia mewahyukan kepada tiap alam itu peraturan (hukum alam)-nya masing-masing;  dan  kami  hiasi  ruang-waktu (alam)  dunia  dengan  pelita-pelita,  dan Kami memeliharanya; demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi  Maha  Mengetahui (QS. Fushshilat: 12)  

 Allah-lah  yang  menciptakan tujuh ruang-waktu (alam semesta), dan materinya seperti itu pula. (QS. al-Thalaq: 12)  

Allah-lah yang menciptakan ruang-waktu dan materi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari, dan pada saat itu pula menegakkan   pemerintahan-Nya    (yang    seluruh    perangkat peraturannya ditaati oleh segenap mahluk-Nya dengan suka hati) (QS. al-Sajadah: 4)  

Dan Dia-lah yang  telah  menciptakan  ruang-waktu  dan  materi dalam enam hari, sedang pemerintahan-Nya telah tegak pada fase zat alir (yaitu sop kosmos) untuk menguji siapakah  di  antara kalian yang lebih baik amalannya (QS. Hud: 7)  

Sesungguhnya  Allah  menahan  ruang-waktu  (alam  semesta) dan materi di dalamnya agar jangan lenyap (sebagai jagad-raya yang terbuka),  dan  sungguh  jika keduanya akan lenyap tiada siapa pun yang dapat menahan keduanya selain Allah; sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun dan Maha Pengampun (QS. al-Fathir: 41)

Pada  hari  Kami  gulung  ruang-waktu  (alam  semesta) laksana menggulung lembaran tulis; sebagaimana Kami telah  mulai  awal penciptaan, begitulah Kami akan mengembalikannya; itulah janji yang  akan  kami  tepati;  sesungguhnya  Kamilah   yang   akan melaksanakannya (QS. al-Anbiya': 104).  

Demikian   konsep-konsep  kosmologi  yang  dapat  digali  dari al-Qur'an  sebagaimana  saya  melihatnya  selaku  orang   yang berkecimpung  dalam  bidang  sains.  Mengatakan bahwa apa yang telah saya lakukan ini sebagai usaha  menarik-narik  al-Qur'an agar  sejalan  atau  cocok  dengan  sains,  hasil  karya piker manusia, adalah suatu tuduhan  yang  tak  berdasar.  Apa  yang telah saya lakukan di sini bukanlah pembenaran (justification) sains dengan al-Qur'an; karena  ada  beberapa  konsepsi  sains yang  telah  saya tolak, karena tidak sesuai dengan al-Qur'an. Dan tidak pula  saya  menarik  al-Qur'an  agar  sesuai  dengan sains.  Patokan  saya  adalah kebenaran kitab suci umat Islam, dan apa yang bertentangan dengannya saya tolak.  Dan  bukankah justeru  Allah  swt  sendiri  yang mengungkapkan adanya gejala ekspansi  kosmos  dan  radiasi  gelombang  mikro  kepada  para ilmuwan, untuk membimbing mereka dari kesesatan dalam memahami ciptaanNya, hingga para ilmuwan yang setia kepada tradisi umat Islam,  yang salaf, memeriksa ruang-waktu (alam semesta) serta materi di dalamnya  sesuai  dengan  perintah-Nya  dalam  surah Yunus  101 itu mendapatkan petunjuk ke arah yang benar seperti tercantum dalam surah Fushshilat  53,  Akan  Kami  perlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di segenap penjuru dan dalam diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka  itu  bahwa    ia (al-Qur'an) adalah yang benar.  

Dalam  awal  uraian  saya  telah  dikatakan  bahwa  penggalian konsep-konsep kosmologi dalam  al-Qur'an  merupakan  pekerjaan yang  tak  kunjung  henti.  Memang begitulah karena sains akan terus berkembang dan akan senantiasa  menemukan  hal-hal  yang baru  yang  dapat  lebih melengkapi pengetahuan manusia hingga dapat lebih memahami ayat-ayat Allah.  

CATATAN Di bawah ini disajikan pertimbangan yang saya pergunakan untuk  memilih kata-kata dalam penafsiran. 

  1. Sama', kini tak lagi diartikan sebagai bola super-raksasa yang dindingnya ditempeli bintang-bintang, melainkan ruang alam yang di dalamnya terdapat bintang-bintang, galaksi-galaksi dan lain-lainnya. Karena secara eksprimental dapat dibuktikan bahwa ruang serta waktu merupakan satu kesatuan, maka saya gunakan istilah ruang-waktu sebagai  ganti "ruang".    
  2. Ardh, bumi atau tanah; karena bumi baru terbentuk sekitar 4,5 milyar tahun lalu di sekitar matahari, dan tanah di bumi kita ini baru terjadi sekitar 3 milyar tahun lalu sebagai kerak di atas magma. Maka saya condong mengartikan kata-kata ardh dengan istilah "materi," yakni bakal-bumi, yang sudah ada sesaat setelah Allah menciptakan jagad-raya. Dan karena telah terbukti bahwa materi dan energi setara dan dapat berubah dari yang satu menjadi yang lain, maka saya akan mencakup keduanya dalam istilah energi-materi.    
  3. Qalam, pena; karena orang dapat menulis sesuatu tak hanya dengan pena, misalnya dengan lidi-aren, dengan pangkal bulu, dengan bolpen, dengan vulpen, dengan kuas, dengan mesin ketik dan lain-lain sebagainya, maka saya condong untuk menggunakan     istilah sarana tulis sebagai ganti "pena". Malahan saya lebih suka mengartikan sebagai "karya tulis".    
  4. Dukhan asap atau uap; pada saat awal penciptaan, atom-atom yang belum berbentuk karena suhu alam masih sangat tinggi dan elektron-elektron belum dapat ditangkap oleh inti-inti atom, bahkan inti atom pun pada saat itu belum terbentuk! Oleh     karenanya, maka saya condong menggunakan istilah embunan, yang  kecuali terkandung dalam asap dan uap juga lebih mengena bila  dipergunakan melukiskan gejala yang ditemukan pada suatu  sistem yang mendingin dari suhu yang sangat tinggi (dalam    kasus ini bertrilyun-trilyun derajat).    
  5. Arsy, singgasana atau tahta; karena melukiskan Tuhan duduk di singgasana adalah syirik, saya condong untuk menafsirkan sebagai pemerintahan lengkap dengan sarana, aparatur dan peraturannya. Sebab jika kita mengatakan: itu keputusan Bina Graha, hal ini tidak berarti bahwa gedung itulah yang mengambil keputusan, melainkan pemerintah Indonesia yang bertindak. Karenanya, maka saya lebih suka mempergunakan     katakata "Pemerintahan" (Allah) untuk mengartikan kata-kata arsy.    
  6. Ma', air atau zat alir; karena dalam fase penciptaan alam itu air yang terdiri dari atom oksigen dan atom-atom hydrogen belum dapat berbentuk, maka saya memilih maknanya sebagai zat alir. Dan karena pada saat itu isi alam semesta yakni radiasi     dan materi pada suhu yang sangat tinggi itu wujudnya lain daripada yang kita dapat temui di dunia sekarang ini, maka penggunaan istilah "sop kosmos" sebagai keterangan melukiskan zat yang sangat rapat tapi dapat mengalir pada suhu yang amat  tinggi, tidaklah terlalu aneh.  

--------------------------------------------

Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam SejarahEditor:

Budhy Munawar-RachmanPenerbit Yayasan Paramadina

Jln. Metro Pondok IndahPondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21

Jakarta Selatan

Telp. (021) 7501969, 7501983, 7507173

Fax. (021) 7507174