KONSEP-KONSEP KOSMOLOGIS
oleh Achmad Baiquni
Telah banyak
kitab yang ditulis
ulama masyhur untuk menafsirkan ayat-ayat suci al-Qur'an
--yang merupakan
garis-garis besar ajaran
Islam itu-- dengan
menggunakan ayat-ayatlain di
dalam kitab suci
tersebut, sebagai bandingan, dan
dengan Sunnah Rasul sebagai penjelasan.
Namun, dalam al-Qur'an sendiri, ciptaan Tuhan di seluruh jagad raya
ini secara jelas disebutkan sebagai "ayat-ayat Allah", misalnya dalam
surah 'Ali Imran
190 disebut, Sesungguhnya dalam ciptaan langit dan bumi, serta
silih bergantinya malam dan siang,
terdapat ayat-ayat Allah
bagi orang-orang yang berakal (dapat menalar). Karenanya, maka sebagai
padanan untuk mendapatkan arti ayat-ayat al-Qur'an yang menyangkut al-Kaun
dapat digunakan juga ayat-ayat Allah yang berada di dalam alam semesta
ini. Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka tidaklah mengherankan
apabila ketetapan dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur'an
yang berisi konsep-konsep Kauniyah
sangat bervariasi, tergantung pada pengetahuan mufassir tentang
alam semesta itu sendiri.Untuk memberikan
contoh yang nyata,
kita dapat menelaah ayat-ayat berikut, Dan
tidakkah orang-orang kafir
itu mengetahui bahwa agama sama,
[1] dan ardh [2] itu dahulu sesuatu yang
padu, kemudian kami
pisahkan keduanya (QS. al-Anbiya': 30. Dan sama' itu kami bangun dengan kekuatan dan sesungguhnya
kamilah yang meluaskannya (QS. al-Dzariyat: 47).
Seseorang yang hidup dalam abad 9 M akan mengatakan bahwa
kata sama' artinya langit;
pengertiannya ialah bahwa langit
itu adalah sebuah bola
super raksasa yang
panjang radiusnya tertentu, yang
berputar mengelilingi sumbunya.
Dan pada dindingnya tampak
menempel bintang-bintang yang gemerlapan
di malam hari. Bola ini dikatakan mewadahi seluruh ruang alam dan segala
sesuatu yang berada di dalamnya. Ia merasa yakin bahwa persepsinya mengenai langit itulah yang sesuai dengan apa
yang dapat diamati setiap hari,
kapan pun juga.
Bintang-bintang tampak
tidak berubah posisinya yang
satu terhadap yang lain, dan seluruh langit itu berputar-putar dalam satu hari
(siang dan malam).
Apa yang kiranya
dapat kita harapkan dari orang ini andaikata ia diminta memberikan penafsiran (bukan sekadar salinan kata-kata) ayat-ayat
tersebut? Tentu saja ia akan memberikan interpretasi yang sesuai
dengan persepsinya tentang
langit, serta ardh yaitu
bumi yang datar
yang dikurung oleh bola langit. Dan mungkin sekali ia akan mengatakan bahwa
ayat 30 surah al-Anbiya' itu melukiskan peristiwa
ketika Tuhan menyebutkan langit
menjadi bola, setelah
ia sekian lama terhampar di permukaan bumi seperti
layaknya sebuah tenda yang belum dipasang. Dapat kita lihat dalam kasus ini
bahwa konsep kosmologis dalam al-Qur'an, mengenai penciptaan alam
semesta, yang dikemukakan orang
itu sangatlah sederhana.
Dan itu tidaklah benar,
karena konsepsinya tidak
mampu mengakomodasikan
gejala yang dinyatakan ayat 4 surah al-Dzariyat.
Sebuah langit yang
berbentuk bola dengan jari-jari tertentu bukanlah langit
yang bertambah luas.
Apalagi kalau ia melingkupi seluruh ruang kosmos beserta
isinya; tidak ada lagi sesuatu yang lebih besar daripadanya. Pada hemat saya,
sesuatu konsepsi mengenai alam
semesta yang benar
harus dapat dipergunakan untuk
menerangkan semua peristiwa yang dilukiskan ayat-ayat dalam kitab suci;
ia harus sesuai
dengan konsep-konsep kosmologis dalam
al-Qur'an. Untuk mendapatkan konsepsi yang
benar itu pada
hakekatnya telah diberikan petunjuk sang pencipta misalnya
dalam ayat 101 surah
Yunus, Katakanlah (wahai
Muhammad), Perhatikanlah dalam intighon apa yang ada di sama' dan di ardh (QS.
Yunus: 101).
Dalam teguran ayat 1
dan 18 dalam surah al-Ghasyiyah, Maka apakah mereka itu tak memperhatikan onta-dalam
intighon, bagaimana ia diciptakan. Dan sama', bagaimana
ia ditinggikan. (QS. al-Ghasyiyah: 1 dan 18).
Serta dalam ayat 190
dan 191 surah Ali Imran, Sesungguhnya dalam
penciptaan sama' dan ardh, serta silih bergantinya siang dan malam,
terdapat ayat-ayat bagi orang-orang yang berakal (dapat
menalar). Yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk, atau dalam keadaan berbaring,
dan pikirkan tentang penciptaan
sama' dan ardh, wahai Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia;
Maha suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa azab neraka. (QS. Ali Imran: 190 dan 191).
Dengan diikutinya perintah dan petunjuk ini, maka muncullah
di lingkungan umat Islam
suatu kegiatan observasional yang disertai dengan pengukuran, sehingga ilmu tidak lagi bersifat kontemplatif belaka,
seperti yang berkembang di lingkungan Yunani, tapi
mempunyai ciri empiris
sehingga tersusunlah
dasar-dasar sains. Penerapan metode ilmiah ini, yang terdiri
atas pengukuran teliti
pada observasi dan
penggunaan pertimbangan
yang rasional, telah mengubah
astrologi menjadi astronomi. Karena telah menjadi kebiasaan para pakar
menulis hasil penelitian orang
lain, maka tersusunlah
himpunan rasionalitas kolektif insani yang kita kenal
sebagai sains. Jelaslah di sini bahwa sains adalah hasil konsensus
di antara para pakar. Kita ingat ayat 3,
4 dan 5 surah al-'Alaq,
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. yang mengajar dengan
qalam. [3] Dia mengajar manusia apa yang
tidak diketahuinya. Penalaran tentang "bagaimana"
dan "mengapa", yang
menyangkut proses-proses alamiah di
langit itu, menyebabkan
timbulnya cabang baru dalam
sains yang dinamakan
astrofisika, yang bersama-sama
astronomi membentuk konsep-konsep kosmologi. Meskipun ilmu
pengetahuan keislaman ini tumbuh sebagai akibat dari pelaksanaan salah satu
perintah agama, kiranya perlu kita pertanyakan
apakah benar konsep
kosmologi yang berkembang
dalam sains itu sejalan dengan
apa yang terdapat
dalam al-Qur'an. Sebab obor
pengembangan ilmu telah mulai berpindah tangan dari umat Islam kepada para
cendekiawan bukan Islam sejak
pertengahan abad ke
13 sampai selesai dalam abad 17, sehingga sejak itu sains tumbuh dalam
kerangka acuan budaya, mental dan spiritual yang
bukan Islam, dan yang memiliki nilai-nilai tak Islami.
Mari kita kaji sambil menelusuri perkembangan ilmu kealaman Sejak akhir abad 19 hingga akhir
abad 20, ketika ia berjalan sangat
cepat, jauh melampaui
kelajuannya dalam abad-abad sebelumnya, sejalan
dengan kecanggihan instrumentasi yang dipergunakan dalam observasi dan matematika sebagai
sarana komputasi. Kita akan menemukan bahwa pada tahap-tahap tertentu ia
tampak tidak sesuai dengan ajaran agama
kita, sedangkan dalam fase-fase
lain menghasilkan kesimpulan yang sehaluan dengannya.
Seseorang yang hidup pada akhir abad 19, yang telah
mengetahui melalui kegiatan sainsnya,
bahwa bintang-bintang di langit jaraknya
dari bumi tidak sama, dan bahkan mampu mengukur jarak itu dan mengatakan berapa massanya, tak lagi
akan mengatakan, langit itu sebuah bola
super raksasa. Ia
akan mengatakan, langit adalah
ruang jagad-raya, yang
di dalamnya terdapat bintang-bintang,
sebagian diikuti satelitnya, dan ada bintang-bintang
kembar dan gerombolan-gerombolan bintang dalam galaksi kita yang disebut
Bimasakti. Karena konsep kosmologi yang berlaku waktu itu berasal
dari Newton, ia akan mengatakan juga bahwa bola super besar yang mewadahi
seluruh ruang kosmos itu tidak ada sebab baginya ruang jagad-raya ini tak
berhingga besarnya dan tidak mempunyai batas.
Sudah tentu konsep kosmologi sains abad yang lalu
ini tidak sesuai dengan konsep
al-Qur'an, karena tak dapat mengakomodasi peristiwa yang: dilukiskan ayat 30
surah al-Anbiya' dan ayat 47
surah al-Dzariyat. Lebih
dari itu bahkan bertentangan dengan ajaran agama
kita; sebab alam semesta yang tak terbatas dan
tak berhingga besarnya,
dianggap tak berawal dan tidak berakhir. Dan kita akan melihat sepanjang
pertumbuhan sains
selanjutnya bahwa ide-ide
semacam ini, yang
mengandung konsepsi tentang alam yang langgeng, ada sejak dulu dan
akan ada seterusnya, selalu
timbul-tenggelam. (Karena itu,
maka saya selalu menganjurkan agar umat Islam yang ingin mengejar
ketinggalan mereka dalam sains dan teknologi akhir-akhir ini
bersiap-siap mengadakan langkah-langkah pengamanan dengan
meng-Islamkan sains, sehingga sains kembali dapat berkembang
dalam kerangka sistem nilai yang Islami).
Dari uraian di atas bahwa konsep kosmologi sains pada
abad ke 19 gagal total dan sama sekali
tak mampu menerangkan apa yang terkandung dalam dua ayat tersebut di
atas. Padahal mereka baru
merupakan sebagian saja
dari ayat-ayat al-Qur'an yang berisi konsep-konsep kosmologi. Kita dapat juga
mengemukakan beberapa ayat lainnya sebagai berikut,
Dalam pada itu
Dia mengarah pada penciptaan sama', dan ia penuh dukhon
[4], lalu Dia berkata kepadanya dan kepada
ardh, Datanglah kalian mematuhi-Ku
dengan suka atau
terpaksa; keduanya menjawab: kami datang dengan taat
(QS. Fushshilat: 11) Maka Dia
menjadikannya tujuh sama' dalam dua hari, dan Dia mewahyukan
kepada tiap sama' peraturannya
masing-masing; dan kami hiasi
langit dunia dengan
pelita-pelita, dan Kami memeliharanya; demikianlah ketentuan
Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui. (QS. Fushshilat: 12)
Allah-lah yang telah
menciptakan tujuh sama' dan ardh seperti itu pula (QS. al-Thalaq: 12)
Allah-lah yang menciptakan sama' dan ardh dan apa yang
ada di antara keduanya dalam enam
hari, dan pada waktu itu pula bersemayam di arsy-Nya
[5] (QS. al-Sajadah:4)
Dan Dialah yang telah menciptakan sama' dan ardh
dalam enam hari, ada pun Arsy-Nya telah tegak pada ma' [6]
untuk menguji siapakah di antara kalian yang lebih baik amalnya (QS. Hud: 7)
Sesungguhnya Allah menahan sama' dan ardh agar jangan lenyap, dan
sungguh jika keduanya akan lenyap dan tak ada siapa pun
yang dapat menahan keduanya itu selain Allah; Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penyantun dan Maha Pengampun (QS. Fathir: 41)
Pada hari Kami
gulung sama' seperti menggulung lembaran tulis; sebagaimana Kami telah mulai
awal penciptaan, begitulah Kami akan
mengembalikannya; itulah janji
yang akan kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya (QS. al-Anbiya': 104) Sekarang mari kira cari pengertian yang terdapat dalam ayat
itu. Kita telah melihat dari contoh-contoh yang diberikan,
bahwa dengan bekal pengetahuan abad
19 saja seseorang tak mungkin memahaminya; meski ia seorang pakar yang
ulung sekali pun. Sebab
konsepsinya tentang alam
semesta memang salah hingga
tidak cocok dengan apa yang ada dalam al-Qur'an.
Apa yang akan dikatakan oleh seorang kosmolog atau
seorang fisikawan abad 20,
jika ia ditanya tentang konsep kosmologi sains yang mutakhir yang dihasilkan
penelitian para pakar? Secara garis besar, jawabnya
kira-kira sebagai berikut: Konsepsi mengenai alam semesta ini
sebenarnya mulai mengalami
perubahan sejak tahun
1929 ketika Hubble melihat dan
yakin bahwa galaksi-galaksi di
sekitar Bimasakti menjauhi
kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jarak dari bumi; yang lebih jauh kecepatannya lebih
besar, sehingga dalam
sains terdapat istilah alam
yang mengembang (expanding universe). Hal ini mengingatkan orang pada
pacuan kuda; kuda yang paling laju akan
berlari paling depan.
Karena kelajuan dan jarak masing-masing galaksi dari bumi diketahui,
tidak sulit untuk menghitung kapan mereka itu mulai berlari.
Pada tahun 1952 Gamow berkesimpulan bahwa
galaksi-galaksi di seluruh jagad-raya yang
cacahnya kira-kira 100
milyar dan masing-masing rata-rata
berisi 100 milyar bintang itu pada mulanya berada
di satu tempat
bersama-sama dengan bumi, sekitar 15 milyar tahun
yang lalu. Materi
yang sekian banyaknya itu
terkumpul sebagai suatu gumpalan yang
terdiri dari neotron; sebab
elektron-elektron yang berasal
dari masing-masing atom telah
menyatu dengan protonnya
dan membentuk neotron sehingga tak ada gaya tolak listrik antara
masing-masing elektron dan
antara masing-masing proton. Gumpalan ini berada dalam ruang
alam dan tanpa diketahui sebab musababnya meledak dengan sangat dahsyat
sehingga terhamburlah materi itu ke
seluruh ruang jagad-raya; peristiwa inilah yang kemudian terkenal sebagai
"dentuman besar" (big bang).
Sudah barang tentu
gumpalan sebesar itu
tak pernah bergelimpangan di ruang kosmos; sebab gaya gravitasi
gumpalan itu akan begitu besar sehingga ia akan teremas menjadi sangat kecil. Lebih kecil dari bintang
pulsar yang jari-jarinya hanya sebesar 2 sampai 3 kilometer dan massanya
kira-kira 2 sampai 3 kali massa sang
surya, dan bahkan lebih kecil dari lobang hitam (black
hole) yang massanya jauh
melebihi pulsar dan jari-jarinya menyusut mendekati ukuran
titik. Gambarkan saja dalam angan-angan, berapa besar kepadatan materi dalam
titik yang volumenya nol itu
jika seluruh massa 100 milyar kali 100 milyar bintang sebesar matahari
dipaksakan masuk di dalamnya!
Inilah yang biasa disebut sebagai
singularitas. Jadi konsep dentuman besar terpaksa dikoreksi yaitu bahwa
keberadaan alam semesta ini diawali oleh ledakan maha dahsyat ketika
tercipta ruang-waktu dan energi yang keluar
dari singularitas dengan suhu yang tak terkirakan
tingginya.Para pakar berpendapat
bahwa alam semesta
tercipta dari ketiadaan sebagai
goncangan vakum yang membuatnya mengandung energi yang sangat tinggi dalam
singularitas yang tekanannya menjadi negatif. Vakum yang mempunyai kandungan
energi yang luarbiasa besarnya
serta tekanan gravitasi yang
negatif ini menimbulkan suatu dorongan eksplosif keluar dari singularitas.
Tatkala alam mendingin, karena ekspansinya, sehingga suhunya merendah melewati
1.000 trilyun-trilyun derajat,
pada umur 10-35 sekon,
terjadilah gejala "lewat
dingin". Pada saat
pengembunan tersentak, keluarlah energi yang memanaskan kosmos kembali menjadi
1.000 trilyun-trilyun derajat, dan selurnh kosmos terdorong
membesar dengan kecepatan luar
biasa selama waktu 10-32
sekon. Ekspansi yang
luar biasa cepataya ini
menimbulkan kesan-kesan alam kita digelembungkan dengan tiupan dahsyat sehingga
ia dikenal sebagai gejala inflasi.
Selama proses inflasi ini, ada kemungkinan bahwa tidak
hanya satu alam saja yang muncul, tetapi
beberapa alam; berapa? duakah? tigakah? atau berapa?
para ilmuwan tidak tahu. Dan masing-masing alam dapat
mempunyai hukum-hukumnya sendiri; tidak perlu aturannya sama dengan apa yang ada di alam kita ini.
Karena materialisasi dari energi
yang tersedia, yang berakibat terhentinya inflasi, tidak terjadi secara serentak, maka di
lokasi-lokasi tertentu terdapat
konsentrasi materi yang merupakan benih galaksi-galaksi yang
tersebar di seluruh kosmos. Jenis materi apa yang muncul pertama-tama di
alam ini tidak seorang
pun tahu; namun
tatkala umur alam mendekati seper-seratus sekon, isinya terdiri
atas radiasi dan
partikel-partikel sub-nuklir. Pada saat itu suhu kosmos adalah sekitar
100 milyar derajat dan campuran partikel
dan radiasi yang sangat
rapat tetapi bersuhu
sangat tinggi itu lebih
menyerupai zat-alir daripada zat padat sehingga para ilmuwan
memberikan nama "sop kosmos"
kepadanya Antara umur satu sekon dan tiga menit terjadi proses yang dinamakan
nukleosintesis; dalam
periode ini atom-atom
ringan terbentuk sebagai hasil reaksi fusi-nuklir. Baru setelah
umur alam mencapai 700.000
tahun elektron-elektron masuk dalam
orbit mereka sekitar inti dan membentuk atom sambil melepaskan radiasi; pada
saat itu seluruh langit
bercahaya terang benderang
dan hingga kini "cahaya" ini masih dapat diobservasi sebagai
radiasi gelombang mikro.
Menurut
perhitungan kami, alam semesta
mempunyai dimensi 10; yaitu 4 buah dimensi
ruang-waktu yang kita
hayati, dan 6 lainnya
yang tidak kita
sadari, karena
"tergulung" dengan jarij-ari 10-32 sentimeter yang bermanifestasi
sebagai muatan listrik dan
muatan nuklir. Dimensi yang kita hayati adalah dimensi
yang, katakan saja, "terbentang" dan mengejawantah sebagai
ruang-waktu. Kalau semua yang telah dirintis secara matematis ini
mendapatkan pembenaran dari
eksprimen atau observasi di
alam luas, maka ada kemungkinan bahwa alam yang kita huni
ini mempunyai kembaran
(shadow world) yang sebenarnya berada di sekeliling
kita, tapi tak dapat kita lihat;
ia hanya dapat kita hubungi lewat medan gaya
gravitasi sedangkan hukum alamnya tidak perlu sama dengan yang berlaku
di dunia ini. Begitulah kira-kira uraian fisikawan itu. Sudah tentu apa
yang dikatakan itu adalah
hasil mutakhir kegiatan penelitian dan saling kaji antara para pakar dan
merupakan konsensus. Selama
perjalanan mencari kebenaran
itu, sebenarnya sains
telah mengalami penyelewengan-penyelewengan yang akhirnya terbongkar
kesalahannya, karena tak
cocok dengan kenyataan,
dan mendapatkan pembetulan. Saya akan mengungkapkan beberapa saja yang relevan, sebagai contoh.
Pertama, ketika persamaan matematis Einstein, yang
dirumuskan untuk melukiskan alam semesta, dinyatakan oleh Friedman bahwa ia
memberi gambaran kosmos yang
mengembang, ia segera diubah oleh si-perumus agar sesuai dengan konsep
kosmologi pada waktu itu; yaitu kosmos
yang statis. Tapi langkah
pembetulan itu mendapat tamparan, karena
Hubble mengobservasi justeru jagad-raya ini
berekspansi. Einstein mengalah dan kembali ke perumusannya yang semula
yang melukiskan alam yang tak statis, tapi berekspansi.
Kedua, ketika gagasan
Gamow tentang dentuman
besar yang menjurus pada konsep
alam semesta yang berawal
dikumandangkan beberapa
kosmolog yang dipelopori Hoyle
mengajukan tandingan yang dikenal sebagai
kosmos yang mantap
(steady state universe) yang
menyatakan bahwa alam semesta ajeg sejak dulu sampai sekarang dan hingga
nanti tanpa awal dan tanpa akhir. Namun terungkapnya keberadaan gelombang mikro yang mendatangi bumi dari
segala penjuru alam secara uniform, oleh Wilson dan Penzias pada 1964,
telah mendorong para pakar mengakuinya sebagai kilatan dalam
alam semesta yang tersisa dari peristiwa dentuman besar. Dengan demikian
maka konsepsi yang berawal lebih dikukuhkan.
Ketiga, ketika dentuman besar tak dapat disangkal, beberapa ilmuwan mencoba
mengembalikan keabadian kosmos
dengan mengatakan, alam semesta
ini berkembang-kempis (oscillating universe). Namun Weinberg
menunjukkan kepalsuannya. Sebab alam yang berkelakuan seperti itu, meledak
dan masuk kembali tak
henti-hentinya tak berawal
dan tak berakhir,
entropinya besarnya tidak terhingga; suatu asumsi yang konsekuensinya
tak didukung kenyataan. Kita
lihat bahwa hasrat
mempertahankan konsepsi alam semesta yang tak berawal (tak diciptakan) selalu
menemui kegagalan, karena
tak sesuai dengan kenyataan yang
terobservasi.
Bagaimana para fisikawan-kosmolog dapat mengatakan semuanya itu tanpa melihat sendiri
kejadiannya? Sebenarnya mereka melihat dua gejala, yaitu ekspansi
alam semesta dan radiasi
gelombang mikro, yang
mereka pergunakan untuk
menelusuri kembali peristiwanya yang
terjadi sekitar 15
milyar tahun lalu, seperti
layaknya tim detektif
yang ingin memecahkan sebuah
misteri dengan menggunakan sekelumit
abu rokok dan pecahan-pecahan gelas
yang berserakan di
sekitar tempat kejadian. Kalau
para detektif itu cukup memakai
penalaran logis saja, maka para
pakar, di samping
menggunakan pertimbanganpertimbangan
rasional, harus melandasinya juga dengan
pengetahuan sunnatullah, segenap peraturan Allah swt yang
mengendalikan tingkah laku alam, yang dalam ayat 23 surah al-Fath dinyatakan
memiliki stabilitas, sebagai
sunnat-u 'l-lah yang berlaku sejak
dulu, sekali-kali kamu
tak akan menemukan perubahan
pada sunnatullah itu. Apakah
para fisikawan-kosmolog mengetahui nasib alam itu pada akhirnya? Ada dua
pandangan yang dianut dalam
sains yaitu, pertama, alam semesta ini
"terbuka,"
sehingga ia akan berekspansi selamanya, dan kedua
jagad raya ini "tertutup,"
sehingga pada suatu saat ekspansinya
akan berhenti dan alam kembali mengecil untuk akhirnya seluruhnya
mencebur kembali dalam singularitas, tempat ia keluar dulu kala.
Kapan? Mereka tak tahu. Sebab
mereka tak mempunyai
informasi berapa
sebenarnya massa yang
terkandung dalam alam ini; sebagian massa itu bercahaya,
sebagian gelap, sedangkan sebagian lagi dibawa zarah-zarah yang disebut
neutrino.
Qaul yang pertama didasarkan pada kenyataan bahwa masa
seluruh alam ini tak cukup besar untuk menarik kembali semua
galaksi yang bertebaran, karena
bintang-bintang yang bercahaya
dan materi antar bintang, yang terobservasi pengaruhnya, hanya
dapat menyajikan sekitar
20 persen saja
dari gaya yang diperlukan, yaitu yang dinamakan gaya
kritis. Sedangkan qaul yang
kedua mendasari pernyataannya dengan adanya neutrino- neutrino yang mereka percayai
membawa sebagian besar
dari massa alam ini sehingga sebagai totalitas kekuatan gaya kritis itu
akan terlampaui.
Sekarang
marilah kita gali
konsep-konsep kosmologi dalam al-Qur'an, tidak dengan pengetahuan
orang abad ke 9 atau ke 19 melainkan dengan pengetahuan seseorang dari abad 20.
Saya akan menafsirkan ayat-ayat yang telah dicantumkan di atas, dan yang saya
pilih di antara sekian banyak
ayat yang mengandung konsep- konsep tersebut, sebagai
berikut,
Dan tidakkah orang yang kafir itu mengetahui bahwa ruang
waktu dan energi-materi itu
dulu sesuatu yang
padu (dalam singularitas), kemudian
kami pisahkan keduanya
itu (QS. al-Anbiya': 30)
Dan ruang waktu itu
Kami bangun dengan
kekuatan (ketika dentuman besar
dan inflasi melandanya sehingga beberapa dari dimensinya menjadi
terbentang) dan sesungguhnya Kamilah yang meluaskannya (sebagai kosmos yang berekspansi) (QS. al-Dzariyat: 47)
Dalam pada itu Dia mengarah pada penciptaan ruang-waktu dan
ia penuh "embunan" (dari
materialisasi energi), lalu Dia berkata kepadanya dan kepada materi:
Datanglah kalian mematuhi (peraturan)-Ku dengan
suka atau terpaksa; keduanya menjawab: Kami datang dengan kepatuhan.
(QS. Fushshilat: 11).
Maka dia menjadikannya tujuh ruang-waktu (alam semesta) dalam dua
hari, dan Dia mewahyukan kepada tiap alam itu
peraturan (hukum alam)-nya masing-masing;
dan kami hiasi
ruang-waktu (alam) dunia dengan
pelita-pelita, dan Kami
memeliharanya; demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui (QS. Fushshilat: 12)
Allah-lah yang
menciptakan tujuh ruang-waktu (alam semesta), dan materinya seperti itu
pula. (QS. al-Thalaq: 12)
Allah-lah yang menciptakan ruang-waktu dan materi dan apa
yang ada di antara keduanya dalam enam hari, dan pada saat itu pula
menegakkan pemerintahan-Nya (yang
seluruh perangkat peraturannya
ditaati oleh segenap mahluk-Nya dengan suka hati) (QS. al-Sajadah: 4)
Dan Dia-lah yang
telah menciptakan ruang-waktu
dan materi dalam enam hari,
sedang pemerintahan-Nya telah tegak pada fase zat alir (yaitu sop kosmos) untuk
menguji siapakah di antara kalian yang lebih baik amalannya (QS.
Hud: 7)
Sesungguhnya
Allah menahan ruang-waktu
(alam semesta) dan materi di
dalamnya agar jangan lenyap (sebagai jagad-raya yang terbuka), dan
sungguh jika keduanya akan
lenyap tiada siapa pun yang dapat menahan keduanya selain Allah; sesungguhnya
Dia adalah Maha Penyantun dan Maha Pengampun (QS. al-Fathir: 41)
Pada hari Kami
gulung ruang-waktu (alam
semesta) laksana menggulung lembaran tulis; sebagaimana Kami telah mulai
awal penciptaan, begitulah Kami akan mengembalikannya; itulah janji
yang akan kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya (QS. al-Anbiya': 104).
Demikian
konsep-konsep kosmologi yang
dapat digali dari al-Qur'an sebagaimana saya melihatnya
selaku orang yang berkecimpung dalam bidang sains.
Mengatakan bahwa apa yang telah saya lakukan ini sebagai usaha menarik-narik al-Qur'an agar
sejalan atau cocok
dengan sains, hasil
karya piker manusia, adalah suatu tuduhan yang tak berdasar.
Apa yang telah saya lakukan di
sini bukanlah pembenaran (justification) sains dengan al-Qur'an; karena ada
beberapa konsepsi sains yang
telah saya tolak, karena tidak
sesuai dengan al-Qur'an. Dan tidak pula
saya menarik al-Qur'an
agar sesuai dengan sains. Patokan saya adalah kebenaran kitab suci umat Islam, dan
apa yang bertentangan dengannya saya tolak.
Dan bukankah justeru Allah
swt sendiri yang mengungkapkan adanya gejala
ekspansi kosmos dan
radiasi gelombang mikro
kepada para ilmuwan, untuk
membimbing mereka dari kesesatan dalam memahami ciptaanNya, hingga para ilmuwan
yang setia kepada tradisi umat Islam,
yang salaf, memeriksa ruang-waktu (alam semesta) serta materi di
dalamnya sesuai dengan
perintah-Nya dalam surah Yunus
101 itu mendapatkan petunjuk ke arah yang benar seperti tercantum dalam
surah Fushshilat 53, Akan
Kami perlihatkan kepada mereka
ayat-ayat Kami di segenap penjuru dan dalam diri mereka sendiri sehingga
jelaslah bagi mereka itu bahwa
ia (al-Qur'an) adalah yang benar.
Dalam awal uraian
saya telah dikatakan
bahwa penggalian konsep-konsep
kosmologi dalam al-Qur'an merupakan
pekerjaan yang tak kunjung
henti. Memang begitulah karena
sains akan terus berkembang dan akan senantiasa menemukan hal-hal yang baru
yang dapat lebih melengkapi pengetahuan manusia hingga
dapat lebih memahami ayat-ayat Allah.
CATATAN Di bawah ini disajikan pertimbangan yang saya
pergunakan untuk memilih kata-kata
dalam penafsiran.
--------------------------------------------
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam SejarahEditor:
Budhy Munawar-RachmanPenerbit Yayasan Paramadina
Jln. Metro Pondok IndahPondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21
Jakarta Selatan
Telp. (021) 7501969, 7501983, 7507173