Terapi Radiasi Proton

Science

Alternatif Pengobatan Kanker

Oleh Agung Waluyo, Peneliti di Center for Nuclear Studies di The George Washington University

Pertanyaan apakah penelitian dalam bidang fisika partikel memiliki aplikasi langsung untuk kebutuhan manusia mulai terjawab dengan jelas. Fasilitas pemercepat partikel, yang selama ini hanya dipakai untuk menganalisis interaksi antarpartikel elementer, saat ini digunakan untuk media radiasi untuk pengobatan kanker.

Pada tahun 1946, Robert Rathbun Wilson PhD, fisikawan partikel eksperimentalis yang juga terlibat dalam proyek “bom atom” Manhattan, memublikasikan sebuah karya ilmiah yang pertama kali mengusulkan penggunaan berkas proton untuk pengobatan kanker dengan radiasi. Akhirnya, Wilson menjadi direktur pertama fasilitas yang saat ini dikenal dengan nama Fermi National Accelerator Laboratory di kota Batavia, Negara Bagian Illinois, Amerika Serikat (AS).

Terapi kanker dengan radiasi proton memiliki keuntungan yang tidak dimiliki oleh terapi radiasi konvensional. Keunikan terapi proton ini terletak dari sifat proton itu sendiri sebagai partikel yang memiliki massa dan muatan listrik.

Dibandingkan dengan metode-metode pengobatan lain, seperti kemoterapi atau bahkan operasi pengangkatan kanker, terapi proton jauh lebih aman dan memberikan kualitas hidup yang lebih baik bagi si pasien selama terapi radiasi dijalankan.

Superioritas proton

Secara prinsip, radiasi kanker standar maupun radiasi proton adalah sama. Keduanya mengandalkan proses ionisasi yang mengubah sifat atom dalam molekul sel kanker.

Semua bagian tubuh kita terdiri dari molekul-molekul yang terdiri dari atom. Setiap atom memiliki inti atom yang dikelilingi oleh elektron. [color=yellow]Jika proton yang memiliki massa dan energi yang tinggi melewati atom, proton akan menarik elektron keluar dari orbitnya, proses ini dikenal sebagai ionisasi.[/color]

Akibatnya, karakteristik atom tadi akan berubah. Sejalan dengan itu, molekul tempat atom ini berada akan berubah sifatnya. Proses perubahan sifat inilah yang diharapkan terjadi karena mengakibatkan rusaknya susunan DNA dan material-material genetik pada sel-sel kanker.

Selanjutnya, DNA sel yang rusak membuat sel tidak berfungsi, terutama untuk membelah dan menyebar. Karena kemampuan memperbaiki sel kanker rendah meskipun dibantu dengan enzim, proses beruntun ini mengakibatkan sel kanker rusak secara permanen.

Sementara itu, dengan radiasi standar, efek sampingnya adalah sel-sel sehat di sekitar sel kanker akan rusak. Hal ini terjadi karena energi radiasi cahaya tidak bisa difokuskan ke daerah tertentu saja, melainkan disebar ke sekeliling daerah penyakit. Kekurangan radiasi dengan foton ini disebabkan justru oleh sifat alami partikel penyusun cahaya, foton, yang tidak memiliki massa dan muatan ini. Energi yang dibawa oleh foton akan mudah diserap oleh medium di sekeliling sel kanker itu sendiri.

Hal di atas tidak terjadi pada radiasi proton. Karena proton memiliki massa yang jauh lebih berat daripada massa elektron dan muatan listrik positif, energi yang dibawa oleh proton bisa dipercepat sedemikian rupa sehingga medium di sekeliling kanker tidak bisa menyerap energi yang dibawa oleh berkas proton. Akibatnya, berkas proton dapat diatur untuk bisa menanamkan energinya ke lokasi sel kanker yang dituju.

Radiasi proton akan semakin efektif hasilnya saat ini karena informasi tiga dimensi sel kanker bisa didapat dengan imaging process menggunakan alat-alat seperti CAT scan. Dengan informasi ini, distribusi energi tiga dimensi yang diperlukan untuk deposit energi proton bisa didapatkan. Ini akan lebih memudahkan pengaturan dosis radiasi proton yang lebih komprehensif bagi sebuah sel kanker dengan karakteristik khusus.

Keperluan rumah sakit

Tantangan berikut tentunya adalah bagaimana membuat fasilitas pemercepat proton yang relatif cukup kecil sehingga memiliki ukuran yang sesuai dengan ukuran sebuah rumah sakit.

Ukuran fasilitas ini jauh lebih kecil daripada fasilitas pemercepat partikel di CERN Eropa, yang memiliki lintasan partikel melewati beberapa negara atau di Thomas Jefferson National Accelerator Facilities, Newport News VA, Amerika Serikat, dengan lintasan partikel berukuran lebih kurang dua kali lapangan bola.

Namun, dengan kemajuan teknologi rekayasa, ilmu komputer dan ilmu fisika, saat ini telah banyak dihasilkan “mesin” penghasil proton dan bahkan telah beroperasi penuh, baik untuk penelitian maupun pengobatan.

Proses menghasilkan berkas proton diawali dengan menyuntikkan gas hidrogen ke dalam ruang vakum untuk kemudian melewati proses pemisahan elektron dari inti atom hidrogen, proses yang juga dikenal sebagai ionisasi. Kemudian dengan medan magnet, berkas proton tadi dibelokkan ke tabung hampa udara yang disebut sebagai pemercepat awal (pre-accelerator) untuk melewati potensial listrik yang mendorong proton mencapai energi sekitar dua miliun elektron- volt. Satu elektron-volt sama dengan energi yang digunakan untuk menggerakkan sebuah elektron melewati potensial listrik sebesar 1 volt.

Berkas proton tadi melanjutkan perjalanannya untuk mendapatkan energi yang lebih tinggi di dalam alat yang dikenal dengan nama sinkrotron, yang terdiri dari ruang hampa dengan frekuensi radio. Dalam lintasan melingkar, berkas proton berputar sebanyak 10 juta kali dalam satu detik. Setiap berputar, ruang kosong dengan frekuensi radio di dalam cincin sinklotron ini menambah energi proton, yang akhirnya akan mencapai energi sekitar 70 sampai 250 juta elektron-volt. Energi ini cukup untuk menempatkan proton di kedalaman tubuh pasien.

Setelah keluar dari sinkrotron, berkas proton diteruskan ke dalam sistem transpor yang akan melanjutkannya melewati rangkaian magnet yang mengarahkan dan menambah intensitas berkas tadi. Akhirnya, berkas proton akan dipecah untuk kemudian diarahkan ke beberapa saluran keluar. Biasanya, satu saluran dipakai untuk pengawasan dan pengontrolan energi proton, selebihnya dikeluarkan dengan alat-alat khusus yang disesuaikan dengan keperluan pengobatan kanker.

Terapi proton

Walaupun usia penelitian terapi proton telah berabad-abad, jenis kanker yang bisa diobati dengan terapi proton barulah kanker yang masih dalam stadium dini dan belum menyebar ke bagian tubuh yang lain. Cukup banyak jenis kanker yang telah berhasil diobati dengan terapi ini. Di antaranya adalah kanker prostat dan kanker pada anak-anak.

Kanker prostat adalah kanker yang menyerang kelenjar prostat yang terdapat pada sistem reproduksi pria. Biasanya terjadi pada pria berusia lanjut, tetapi kadang juga pada pria muda. Di AS, jumlah penderita kanker jenis ini relatif tinggi, mencapai angka 220.000 pada tahun 2003. Sementara di Asia angka ini jauh lebih rendah, sekitar 10 persen dari angka di AS.

Salah satu pilihan pengobatan bagi kanker prostat adalah dengan radiasi. Pengobatan ini paling tidak lebih menjadi pilihan daripada operasi pengangkatan kanker. Sayangnya, tidak semua bagian kanker terjangkau dengan radiasi konvensional. Untuk itu, pilihan yang terbaik adalah dengan radiasi proton. Di Rumah Sakit Loma Linda, AS, sendiri lebih dari 900 pasien dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1996 menjalani radiasi ini dengan hasil yang sangat memuaskan.

Sementara itu, pengobatan kanker pada anak-anak dengan radiasi konvensional akan membahayakan sel-sel sehat di sekeliling sel kanker, yang tentunya relatif berusia muda. Pengobatan dengan terapi proton menolong dokter mengobati hanya sel kanker dan tidak menambah risiko rusaknya sel-sel sehat. Kanker anak yang diobati dengan terapi ini termasuk kanker pada otak dan mata.

Karena biaya pembangunan fasilitas terapi proton masih relatif sangat mahal, hanya negara-negara maju yang telah memiliki fasilitas ini. Di seluruh dunia saat ini hanya terdapat 20 fasilitas. Di beberapa negara Eropa dan AS, selain membangun fasilitas terapi proton yang sama sekali baru, fasilitas pemercepat partikel yang telah habis masa pakainya untuk penelitian fisika partikel dialihkan fungsinya menjadi tempat pengobatan dengan radiasi proton.

Swiss dengan Paul Scherrer Institute dan Kanada dengan TRIUMF mengkhususkan diri dengan pengobatan kanker mata. Jerman memiliki beberapa fasilitas, di antaranya di kota Muenchen, Berlin, dan Heidelberg. Sementara itu, AS memiliki tiga pusat terapi proton, masing-masing di Loma Linda California, Boston Massachusetts, dan di Bloomington Indiana.