Submitted by Febdian Rusydi on Tue, 2005-06-14 13:34. Science
Oleh Agung Waluyo, Peneliti di Center for
Nuclear Studies di The George Washington University
Pertanyaan apakah penelitian dalam bidang fisika
partikel memiliki aplikasi langsung untuk kebutuhan manusia mulai terjawab
dengan jelas. Fasilitas pemercepat partikel, yang selama ini hanya dipakai
untuk menganalisis interaksi antarpartikel elementer, saat ini digunakan untuk
media radiasi untuk pengobatan kanker.
Pada tahun 1946, Robert Rathbun Wilson PhD,
fisikawan partikel eksperimentalis yang juga terlibat dalam proyek “bom atom”
Manhattan, memublikasikan sebuah karya ilmiah yang pertama kali mengusulkan
penggunaan berkas proton untuk pengobatan kanker dengan radiasi. Akhirnya,
Wilson menjadi direktur pertama fasilitas yang saat ini dikenal dengan nama
Fermi National Accelerator Laboratory di kota Batavia, Negara Bagian Illinois,
Amerika Serikat (AS).
Terapi kanker dengan radiasi proton memiliki
keuntungan yang tidak dimiliki oleh terapi radiasi konvensional. Keunikan
terapi proton ini terletak dari sifat proton itu sendiri sebagai partikel yang
memiliki massa dan muatan listrik.
Dibandingkan dengan metode-metode pengobatan lain,
seperti kemoterapi atau bahkan operasi pengangkatan kanker, terapi proton jauh
lebih aman dan memberikan kualitas hidup yang lebih baik bagi si pasien selama
terapi radiasi dijalankan.
Secara prinsip, radiasi kanker standar maupun
radiasi proton adalah sama. Keduanya mengandalkan proses ionisasi yang mengubah
sifat atom dalam molekul sel kanker.
Semua bagian tubuh kita terdiri dari
molekul-molekul yang terdiri dari atom. Setiap atom memiliki inti atom yang
dikelilingi oleh elektron. [color=yellow]Jika proton yang memiliki massa dan
energi yang tinggi melewati atom, proton akan menarik elektron keluar dari
orbitnya, proses ini dikenal sebagai ionisasi.[/color]
Akibatnya, karakteristik atom tadi akan berubah.
Sejalan dengan itu, molekul tempat atom ini berada akan berubah sifatnya.
Proses perubahan sifat inilah yang diharapkan terjadi karena mengakibatkan
rusaknya susunan DNA dan material-material genetik pada sel-sel kanker.
Selanjutnya, DNA sel yang rusak membuat sel tidak
berfungsi, terutama untuk membelah dan menyebar. Karena kemampuan memperbaiki
sel kanker rendah meskipun dibantu dengan enzim, proses beruntun ini
mengakibatkan sel kanker rusak secara permanen.
Sementara itu, dengan radiasi standar, efek
sampingnya adalah sel-sel sehat di sekitar sel kanker akan rusak. Hal ini
terjadi karena energi radiasi cahaya tidak bisa difokuskan ke daerah tertentu
saja, melainkan disebar ke sekeliling daerah penyakit. Kekurangan radiasi
dengan foton ini disebabkan justru oleh sifat alami partikel penyusun cahaya,
foton, yang tidak memiliki massa dan muatan ini. Energi yang dibawa oleh foton
akan mudah diserap oleh medium di sekeliling sel kanker itu sendiri.
Hal di atas tidak terjadi pada radiasi proton.
Karena proton memiliki massa yang jauh lebih berat daripada massa elektron dan
muatan listrik positif, energi yang dibawa oleh proton bisa dipercepat
sedemikian rupa sehingga medium di sekeliling kanker tidak bisa menyerap energi
yang dibawa oleh berkas proton. Akibatnya, berkas proton dapat diatur untuk
bisa menanamkan energinya ke lokasi sel kanker yang dituju.
Radiasi proton akan semakin efektif hasilnya saat
ini karena informasi tiga dimensi sel kanker bisa didapat dengan imaging
process menggunakan alat-alat seperti CAT scan. Dengan informasi ini,
distribusi energi tiga dimensi yang diperlukan untuk deposit energi proton bisa
didapatkan. Ini akan lebih memudahkan pengaturan dosis radiasi proton yang
lebih komprehensif bagi sebuah sel kanker dengan karakteristik khusus.
Tantangan berikut tentunya adalah bagaimana
membuat fasilitas pemercepat proton yang relatif cukup kecil sehingga memiliki
ukuran yang sesuai dengan ukuran sebuah rumah sakit.
Ukuran fasilitas ini jauh lebih kecil daripada
fasilitas pemercepat partikel di CERN Eropa, yang memiliki lintasan partikel
melewati beberapa negara atau di Thomas Jefferson National Accelerator
Facilities, Newport News VA, Amerika Serikat, dengan lintasan partikel
berukuran lebih kurang dua kali lapangan bola.
Namun, dengan kemajuan teknologi rekayasa, ilmu
komputer dan ilmu fisika, saat ini telah banyak dihasilkan “mesin” penghasil
proton dan bahkan telah beroperasi penuh, baik untuk penelitian maupun
pengobatan.
Proses menghasilkan berkas proton diawali dengan
menyuntikkan gas hidrogen ke dalam ruang vakum untuk kemudian melewati proses
pemisahan elektron dari inti atom hidrogen, proses yang juga dikenal sebagai
ionisasi. Kemudian dengan medan magnet, berkas proton tadi dibelokkan ke tabung
hampa udara yang disebut sebagai pemercepat awal (pre-accelerator) untuk
melewati potensial listrik yang mendorong proton mencapai energi sekitar dua
miliun elektron- volt. Satu elektron-volt sama dengan energi yang digunakan
untuk menggerakkan sebuah elektron melewati potensial listrik sebesar 1 volt.
Berkas proton tadi melanjutkan perjalanannya untuk
mendapatkan energi yang lebih tinggi di dalam alat yang dikenal dengan nama
sinkrotron, yang terdiri dari ruang hampa dengan frekuensi radio. Dalam
lintasan melingkar, berkas proton berputar sebanyak 10 juta kali dalam satu
detik. Setiap berputar, ruang kosong dengan frekuensi radio di dalam cincin
sinklotron ini menambah energi proton, yang akhirnya akan mencapai energi
sekitar 70 sampai 250 juta elektron-volt. Energi ini cukup untuk menempatkan
proton di kedalaman tubuh pasien.
Setelah keluar dari sinkrotron, berkas proton
diteruskan ke dalam sistem transpor yang akan melanjutkannya melewati rangkaian
magnet yang mengarahkan dan menambah intensitas berkas tadi. Akhirnya, berkas
proton akan dipecah untuk kemudian diarahkan ke beberapa saluran keluar.
Biasanya, satu saluran dipakai untuk pengawasan dan pengontrolan energi proton,
selebihnya dikeluarkan dengan alat-alat khusus yang disesuaikan dengan
keperluan pengobatan kanker.
Walaupun usia penelitian terapi proton telah
berabad-abad, jenis kanker yang bisa diobati dengan terapi proton barulah
kanker yang masih dalam stadium dini dan belum menyebar ke bagian tubuh yang
lain. Cukup banyak jenis kanker yang telah berhasil diobati dengan terapi ini.
Di antaranya adalah kanker prostat dan kanker pada anak-anak.
Kanker prostat adalah kanker yang menyerang
kelenjar prostat yang terdapat pada sistem reproduksi pria. Biasanya terjadi
pada pria berusia lanjut, tetapi kadang juga pada pria muda. Di AS, jumlah
penderita kanker jenis ini relatif tinggi, mencapai angka 220.000 pada tahun
2003. Sementara di Asia angka ini jauh lebih rendah, sekitar 10 persen dari
angka di AS.
Salah satu pilihan pengobatan bagi kanker prostat
adalah dengan radiasi. Pengobatan ini paling tidak lebih menjadi pilihan
daripada operasi pengangkatan kanker. Sayangnya, tidak semua bagian kanker
terjangkau dengan radiasi konvensional. Untuk itu, pilihan yang terbaik adalah
dengan radiasi proton. Di Rumah Sakit Loma Linda, AS, sendiri lebih dari 900
pasien dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1996 menjalani radiasi ini dengan
hasil yang sangat memuaskan.
Sementara itu, pengobatan kanker pada anak-anak
dengan radiasi konvensional akan membahayakan sel-sel sehat di sekeliling sel
kanker, yang tentunya relatif berusia muda. Pengobatan dengan terapi proton
menolong dokter mengobati hanya sel kanker dan tidak menambah risiko rusaknya
sel-sel sehat. Kanker anak yang diobati dengan terapi ini termasuk kanker pada
otak dan mata.
Karena biaya pembangunan fasilitas terapi proton
masih relatif sangat mahal, hanya negara-negara maju yang telah memiliki
fasilitas ini. Di seluruh dunia saat ini hanya terdapat 20 fasilitas. Di
beberapa negara Eropa dan AS, selain membangun fasilitas terapi proton yang
sama sekali baru, fasilitas pemercepat partikel yang telah habis masa pakainya
untuk penelitian fisika partikel dialihkan fungsinya menjadi tempat pengobatan
dengan radiasi proton.
Swiss dengan Paul Scherrer Institute dan Kanada
dengan TRIUMF mengkhususkan diri dengan pengobatan kanker mata. Jerman memiliki
beberapa fasilitas, di antaranya di kota Muenchen, Berlin, dan Heidelberg.
Sementara itu, AS memiliki tiga pusat terapi proton, masing-masing di Loma
Linda California, Boston Massachusetts, dan di Bloomington Indiana.