IMAM YANG DUA BELAS
Jumlah
Khalifah Setelah Rasulullah saw.
Kaum muslimin,
di dalam kitab shahih mereka, telah sepakat (ijma’) bahwa Rasulullah saw. telah
menyebutkan bahwa jumlah khalifah sesudahnya sebanyak 12 orang, sebagaimana disebutkan
di dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Bukhari di dalam shahihnya, pada awal Kitab
Kitab Al – Ahkam, bab Al – Umara min Quraysi (para Pemimpin dari Quraysi), juz
IV, halaman 144; dan di akhir Kitab Al-Ahkam, halaman 153, sedangkan dalan
shahih muslim disebutkan di awal Kitab Al-Imarah, juz II, halaman 79. Hal itu
juga disepakati oleh Ashhab Al-shahhah dan Ashhab Al-sunan, bahwasannya
diriwayatkan dari Rasulullah saw :
Agama
masih tetap akan tegak sampai datangnya hari kiamat dan mereka dipimpin oleh 12
khalifah, semuanya dari Quraysi.
Diriwayatkan
dari jabir bin Samrah, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda :
‘Setelahku akan datang 12 Amir.’ Lalu Rasulullah mengatakan sesuatu yang tidak
pernah aku dengar. Beliau bersabda : ‘Ayahku semuanya dari Quraysi’.”
Ringkasnya,
seluruh umat Islam sepakat bahwa Rasulullah saw. membatasi jumlah para Imam
setelah beliau sebanyak 12 Imam; jumlah mereka sama dengan jumlah Nuqaba bani
Israil; jumlah mereka juga sama dengan jumlah Hawari Isa a.s.
Dalam Al –
Qur’an ada jumlah yang mendukung jumlah 12 di atas. Kata Imam dan berbagai
bentuk turunannya disebutkan sebanyak 12 kali, sama dengan jumlah Imam kaum
muslimin yang dibatasi Rasulullah saw. Kata tersebut terdapat pada ayat-ayat
berikut:
1. Allah berfirman
: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu sebagai Imam bagi seluruh manusia.”
Ibrahim berkata: “Dan saya memohon juga dari keturunanku.” Allah berfirman :
“Janji-Ku (ini) tidak lagi mereka yang zalim.” (Al-Baqarah: 124)
2. … Dan diikuti
pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum Al-Qur’an itu telah
ada Kitab Musa yang menjadi pedoman (imama) dan rahmat … (Hud: 17)
3. ... Dan
jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Furqan: 74)
4. Dan sebelum Al-
Qur’an itu telah ada Kitab Musa sebagai pedoman (imam) dan rahmat … (al-Ahqaf:
12)
5. … Maka kami
binasakan mereka. Dan sesungguhnya kedua kota benar-benar terletak di jalan umu
(bi imam) yang terang. (Al-Hijr: 79)
6. … Dan segala
sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab induk (Imam) yang nyata. (Yasin: 12)
7. (Ingatlah)
suatu hari yang (di Hari itu) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya
(imammihim). (Al-Isra : 17)
8. … Maka
perangilah pemimpin-pemimpin (aimmah) kaum kafir, karena sesungguhnya mereka
itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar mereka
berhenti. (At-Taubah: 12)
9. Kami telah
menjadikan mereka sabagai pemimpin-pemimpin (aimmah) yang memberi petunjuk
dengan perintah Kami … (Al-Anbia: 73)
10. … Dan Kami
hendak menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin (aimmah) dan menjadikan
mereka sebagai para pewaris (bumi). (Al-Qashash: 5)
11. Dan Kami
jadikan mereka pemimpin-pemimpin (aimmah) yang menyeru (manusia) ke neraka, dan
pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong. (Al-Qashash: 41)
12. Dan kami
jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimipin (aimmah) yang memberi petunjuk
dengan perintah Kami … (Al-Sajdah: 24)
Saya
berpendapat bahwa dalam jumlah para Imam itu sama dengan jumlah para Nuqaba
Bani Israil, yaitu sebanyak 12 orang baqib. Di antara yang menarik perhatian
ialah ketika Nuqoba itu berjumlah 12, ia pun disebutkan pada ayat keduabelas
dari surat Al-Maidah, yaitu ketika Allah berfirman:
Dan
sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami
angkat di antara mereka 12 orang pemimpin (naqib) … (Al-Maidah: 12)
Duabelas Khalifah Rasul saw.
Kata
khalifah dan turunan kata isim-nya, yang digunakan untuk memuji, diesbutkan
sebanyak 12 kali. Di dalamnya dijelaskan mengenai Khilafah dari Allah SWT,
yaitu pada ayat-ayat berikut ini:
1. Dan ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan khalifah di muka bumi …” (Al-Baqarah: 30)
2. Hai Daud,
sesunguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah
keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
.. . (Shad: 26)
3. Dan Dialah yang
menjadikan kamu penguasa-penguasa (Khalaif) di bumi … (Al-An’am: 165)
4. Kemudian Kami
jadikan kamu pengganti-pengganti mereka (khalaif) sesudah mereka, supaya Kami
memperhatikan bagaimana kamu berbuat … (Yunus: 73)
5. … Dan Kami
jadikan mereka pemegang kekuasaan (khalaif) dan Kami tenggelamkan orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat kami … (Yunus: 73)
6. Dialah yang
menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir maka
(akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri … (Fathir: 39)
7. Dan ingatlah
oleh kami sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti
(khulafa) yang berkuasa setelah lenyapnya Nuh … (Al-a’raf: 69)
8. Dan ingatlah
olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (khulafa)
setelah lenyapnya ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi … (Al-A’raf: 74)
9. Atau siapakah
yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa
kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia)
sebagai khalifah-khalifah (khulafa) di muka bumi …” (Al-Nur: 55)
10. Dan Allah telah
berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang mengerjakan
amal-amal yang saleh bahwa Dia sesungguhnya akan menjadikan mereka berkuasa
(layastahklifannahum) di muka bumi … (Al-Nur: 55)
11. … Sebagaimana
Dia telah menjadikan berkuasa (istakhlafa) orang-orang sebelum mereka …
(Al-Nur: 55)
12. … Musa
menjawab: “Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu
khalifah di bumi …” (Al-A’raf: 129)
Termasuk
yang ditegaskan oleh jumlah ini (12) ialah wasiat Rasulullah saw. bahwasannya
Imam sesudah itu berjumlah 12 Imam, sama dengan jumlah wasiat Allah kepada
makhluk, yaitu sebanyak kata wasiat dan bentuk turunanya dari Allah kepada
makhluknya sebagaimana terdapat pada ayat-ayat berikut :
1. Dia telah
mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan
yang telah diwahyukan kepadamu … (Al-Syura: 13)
2. … Apakah kamu
menyaksikan di waktu Allah menetapkan (washsha) ini bagimu … (Al-An’am: 144)
3. … Demikian itu
yang diperintahkan di waktu Allah menetapkan (washshakum) supaya kamu memahami
(nya) … (Al-An’am: 151)
4. … Yang demikian
itu diperintahkan Allah (washshakum) kepadamu suapaya kamu ingat … (Al-An’am:
153)
5. Yang demikian
itu diperintahkan Allah (washshakum) kepadamu agar kamu bertaqwa … (Al-An’am:
153)
6. … Dan
sesungguhnya Kami telah memerintahkan
(washshaina) kepada orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu, dan (juga)
kepadamu: “Bertakwalah kepada Allah.: (Al-Nisa: 131)
7. dan kami
wajibkan (washshaina) manusia untuk (berbuat) kebaikan kepada kedua
ibu-bapaknya … (Al-Ankabut: 8)
8. Dan kami
perintahkan (washshaina) kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah … (Luqman:
14)
9. … Dan apa yang
telah Kami wasiatkan (washshaina) kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu:
“Tegakkanlah agama dan janganlah kamu terpecah belah tentangnya … (Al-Syura:
13)
10. Kami
perintahkan (washshaina) kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua
ibu-bapaknya … (Al-Ahwaf: 15)
11. … Dan Dia
memerintahkan (ausha) kepadaku untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat
selama aku hidup … (Maryam: 31)
12. … Syariat
(washiyyatan) dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang.
(An-Nisa: 12)
Kata kerja
ma’shum (memelihara kesucian) berikut turunan katanya dalam Al-Qur’an disebut
12 kali, dan itu sesuai dengan
banyaknya Khalifah Rasulullah saw. yang terpelihara serta benar-benar disucikan
oleh Allah dari segala noda. Keduabelas kata tersebut terdapat dalam ayat-ayat
berikut :
1. Wahai Rasul
sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kami
kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan
amanat-Nya. Allah memelihara (ya’shimuka) kamu dari (gangguan) manusia …
(Al-Maidah: 67)
Sebab diturunkannya ayat ini pada waktu haji wada’, bahwa
ketika Rasulullah saw. kembali setelah ibadah haji, 18 Dzulhijjah, di Ghadir
Khum, Allah menyuruh beliau untuk menyampaikan pesan kepada manusia bahwa
khalifah pertama sepeninggal beliau adalah Imam Ali bin Abi Thalib a.s. Maka
Rasulullah pun menyampaikannya kepada seluruh umat. Antara lain, beliau
bersabda: “Bukankah aku lebih kamu utamakan ketimbang diri kamu sendiri?”
mereka menjawab: “Tentu, ya Rasulullah!” Beliau bersabda lagi: “Barang siapa
yang memandang aku sebagai pemimpinannya (maula), maka Ali adalah pemimpinnya.
Ya Allah, pimpinlah orang yang menjadikannya pemimpin dan musuhilah yang
memusuhinya; tolonglah orang yang menolongnya dan hinalah orang yang
menghinakannya.” Hadis ini jelas Mutawatir, dan disepakati keshahihannya, di
samping juga ada riwayat (lain) dalan shahih Muslim yang menunjuk kepada fakta
ini. Hanya saja dalam riwayat Muslim, wasiatnya ditujukan kepada Ahli Bait a.s.
Shahih Muslim, Kitab Al-Fadha’il (ketamaan-keutamaan), bab fadha’il Ali bin Abi
Thalib (r.a.), halaman 362, terbitan Muhammad Ali Shahih: Dari Zaid bin Arqam,
dia berkata: “Rasulullah saw. pada suatu hari beridiri dan berkhutbah kepada
kami di tempat air yang disebut Khum, antara Makkah dan Madinah. {Pembacaan
shalawat yang benar ialah [semoga Allah melimpahkan kesejaghteraan kepada Nabi
“beserta keluarganya”, dan semoga memberikan keselamatan], sesuai dengan sunah
Rasul saw. yang melarang mebaca shalawat yang terpotong [al-batra’],
sebagaimana yang tercantum dalam Shahih Bukhari, Kitab tafsir bab firman Allah
SWT. “Sesungguhnya Allah beserta malaikat-Nya membaca Shalawat kepada Nabi …”
(V: 27), Dar al-Fikr, Mathabi’ Al-Sya’b; dan pada kitab Da’wah bab shalawat
kepada Nabi saw. (II:16), Syarikat Al-I’lanat, dan (I:45); Sunan Ibn Majah
(I:292), hadis nomor ke-976 dan 977; Musnad Ahmad bin Hambal (II:47), cetakan
Maimuniah Mesir; Muwatha’ Malik yang
dicetak berikut syarahnya, Tanwir Al-Hawalik (I:179); Tafsir Qurthubi
(XIV:233); Tafsir Ibn Katsir (III:507); Tafsir Al-Razi (XXV:226), cetakan
Al-Bahiah Mesir, dan (VII; 391), Cetakan Dar al-Thaba’ah Mesir; dan banyak
lagi. Semuanya meriwayatkan larangan Rasulullah saw. mengenai pembacaan
shalawat kepada beliau tanpa menyebutkan keluarganya. Berikut ini adalah matan
yang dikemukakan oleh Al-Bukhari setelah menyebutkan maksud ayat mulia tadi,
maka mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, telah kami ketahui bagaimana kami
harus mengucapkan salam kepadamu. Lalu, bagaimana kami harus mengucapkan
shalawat kepadamu?” Rasulullah saw.
menjawab: “Katakanlah, “Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad
dan kepada keluarga Muhammad. Janganlah kalian mengucap shalawat kepadaku
dengan shalawat terpotong.” Ditanyakan: “Apakah shalawat terpotong itu ya,
Rasulullah?” Rasul menjawab: “Janganlah kalian mengatakan: ‘Ya Allah
limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad,’ lalu kalian diam hingga di situ.
Tetapi katakanlah: ‘Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan
kepada keluarga Muhammad’.”
Hadis semacam ini dikemukakan dengan bermacam-macam matan
yang berdekatan arti dan maksudnya, dan seiring dengan adanya matan-matan
mengenainya yang mutawatir. Mengenai hal ini pula, kita sering mendapatkan
kebanyakan kaum muslim, ketika mnuturkan dan mengucapkan shalawat kepada
Rasulullah saw. yang mereka ucapkan adalah shalawat btra’ (buntung). Mereka
mengucapkan kepada Rasulullah saw. tanpa mengikutsertakan shalawat kepada keluarganya.
Sehingga saya tidak tahu, tradisi yang mana yang mereka ikuti? Jelas, seluruh
matan hadis yang mutawatir tadi melarang mengucapkan shalawat kepada Rasulullah
saw., kecuali dengan mengikutsertakan shalawat kepada keluarganya}. Seraya beliau
dan mengagungkan Allah, serta memberi wejangan (dzikr). Lalu beliau bersabda:
“Amma ba’du. Ingatlah wahai manusia, karena sesungguhnya aku hanyalah seorang
manusia. Segera utusan Tuhanku akan datang dan aku akan segera
menjawabnya(wafat). Aku tinggalkan pada kalian tsaqalain: pertama, Kitab Allah
yang berisi petunjuk dan cahaya, maka ambillah dan peganglah erat-erat Kitab
Allah itu, perhatikanlah dan cintailah ia. ‘Selanjutnya, beliau bersabda: ‘Dan,
(kedua), Ahli Biatku. Semoga Allah mengingatkan kamu kepada Ahl-Baitku’.”
Secara maknawi, hadis Ghadir ini diriwayatkan di dalam Sahih Al-Tirmidzi
(V:297-379); Sunan Ibnu Majah (I:94-95); Mustadarak Hakim (III:110); Musnad
Ahmad bin Hambal (I:88); Tarikh Kabir al-Bukhari (I:375); dan lain-lain.
Sebab turunnya ayat tersebut berkenaan dengan Ali bin Abi
Thalib (a.s), sebagaimana banyak dikemukakan oleh para ulama, seperti Al-Wahidi
dalam Asbabun-Nuzul-nya, juga dalam tafsir Fakhrurrazi (XII:298), cetakan
Beirut, terbitan Mesir; dan lain-lain.
2. Katakanlah:
“Siapa yang dapat melindungi kamu (ya’shimukun) dari (takdir) Allah jika Dia
menghendaki bencana atasmu … (Al-Ahzab: 17)
3. Anaknya
menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku
(ya’shimuni) dari air bah” … (Hud: 43)
4. Kecuali
orang-orang yang bertaubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh
(wa’tashimu) kepada (agama) Allah dan tulus ikhlas mengerjakan agama mereka
karena Allah … (An-Nisa: 146)
5. Adapun
orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh (wa’tashimu) kepada
(agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya yang
besar … (An-Nisa: 175)
6. … Barangsiapa
yang berpegang teguh (ya’tashim) kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia
telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Ali Imran: 101)
7. Dan
berpeganglah kamu semua (wa’tashimu) kepada (tali) Allah dan janganlah kamu
bercerai berai … (Ali Imran: 103)
8. …, Maka
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu (wa’tashimu) kepada
tali Allah. Dan adalah pelindungmu … (Al-Hajj: 78)
9. … dan
sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan
tetapi dia menolak (watashim) (Yusuf: 32)
10. … dan mereka
ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab)
Allah (‘ashim) … (Yunus: 27)
11. … berkata:
“Tidak ada yang melindungi (’ashim) pada hari ini dari azab Allah kecuali
diberi rahmat … (Hud: 3)
12. (yaitu) dari
(ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorangpun yang
menyelematkan kamu (‘ashim) dari (azab) Allah … (Ghafir:33).
Duabelas Khalifah Dari Keluarga
Muhammad saw.
Kata
Ali (keluarga) yang disandarkan kepada nama-nama terpuji, seperti keluarga
Ibrahim, keluarga Imran tidaklah disandarkan kepada nama-nama jelek seperti
keluarga Fir’aun. Kata tersebut disebut sebanyak duabelas kali sesuai dengan
jumlah Imam dari keluarga Muhammad saw. yang diawali dengan Imam Ali a.s. dan
diakhiri dengan nama Imam Al-Mahdi a.s. Keduabelas kata tersebut adalah sebagai
berikut :
1. … Di dalamnya
terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga (ali) Musa
… (Al-Baqarah: 248)
2. … Dan keluarga
(ali) Harun; tabut itu dibawa oleh malaikat … (Al-Baqarah: 248)
3. Sesungguhnya
Allah telah memilih Adam, Nuh, dan keluarga (ali) Ibrahim … (Ali Imran: 33).
4. … Dan keluarga
(ali) Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing). (Ali Imran:
33).
5. … Sesungguhnya
Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga (ali) Ibrahim …
(Al-Nisa: 54)
6. … Dan
disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga (ali) ya’qub …
(Yusuf: 6).
7. Kecuali
keluarga (ali) Luth beserta pengikut-pengikutnya. Sesungguhnya Kami akan
menyelematkan mereka semuanya. (Al-Hijr: 59)
8. Maka tatkala
datang para utusan kepada kaum (ali) Luth (Al-Hijr: 61)
9. Yang akan
mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga (ali) Ya’qub; dan jadikanlah ia,
ya! Tuhanku, sebagai orang yang diridhai. (Maryam: 6)
10. … “Usirlah Luth
beserta keluarganya (ali) dari negeri; sesungguhnya mereka itu adalah
orang-orang yang (mendakwakan dirinya) bersih. (Al-Naml: 56)
11. … Bekerjalah
hai keluarga (ali) Daud agar (kamu) bersyukur (kepada Allah) dan sedikit sekali
dari hamba-hamba-Ku yang beriman besih. (Saba’: 13).
12. Sesungguhnya
kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang
menimpa mereka), kecuali keluarga (ali) Luth. Mereka Kami selamatkan waktu
fajar belum menyingsing. (Al-Qamar: 34).
Mengenai hal
ini, terdapat sebuah hadis yang dikemukakan oleh banyak penulis kitab shahih,
yaitu sabda Rasulullah saw.: “Bintang-Bintang
adalah pengaman bagi penduduk bumi dari permusuhan, dan ahli Baitku adalah
pengaman bagi umatku dari keterpecah-belahan; dan apabila satu qabilah Arab
menentangnya, maka mereka akan berpecah-belah dan mereka akan menjadi partai
Iblis.” Hadis ini dikeluarkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, (II:448;
III:457); dalam shawa’iq Al-Muhriqah, Ibn Hajr: 150, 185, 233, 234 terbitan
Muhammadiyah Mesir; dan dalam Kanz al-“Ummal, Musnad Ahmad bin Hambal (V:92).
Ibn Hajr
Al-Syafi’i, mengomentari hadis “ahli Baitku adalah keamanan bagi umatku”,
berpendapat: “Mungkin yang dimaksudkan dengan ‘Ahli Baitku adalah pengaman bagi
umatku’ adalah para ulama mereka, sebab mereka yang memberikan petunjuk kepada
semua bagaikan bintang gemintang, dan jika mereka lenyap, maka penduduk bumi akan
menemui apa (ayat-ayat) yang dijanjikan kepada mereka. Hak itu terjadi ketika
datangnya Al-Mahdi, berdasarkan berbagai hadis bahwa Isa a.s. akan shalat di
belakang (Al-Mahdi) dan akan membunuh Dajjal.”
Dalam
Al-Qur’an, kata naim (bintang) dan nujum disebut sebanyak duabelas kali, yakni
pada ayat-ayat :
1. Dan Dia
ciptakan tanda-tanda (petunjuk alam). Dan dengan bintang-bintang (najmi) itulah
mereka mendapat petunjuk. (An-Nahl: 16)
2. Demi bintang
(wannajmi) ketika terbenam … (An-Najm: 1)
3. … (yaitu)
bintang (najmu) yang cahayanya menembus … (Ath-Thariq: 97)
4. Dan Dia-lah
yang menjadikan bintang-bintang (nujum) bagimu … (Al-An’am: 97).
5. … dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang (nujuum),
masing-masing tunduk kepada perintah-Nya. (Al-A’raf: 54)
6. Dan
bintang-bintang (nujuum) itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya
(An-Nahl: 12)
7. … Kepada Allah
bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang-bintang
(nujuum), gunung, pohon-pohonan … (Al-Hajj: 18).
8. Lalu ia memandang
sekali pandang ke bintang-bintang (nujuum). (As-Shaffaat: 88)
9. Dan
bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa
saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (nujuum) di waktu
fajar. (At-Thur: 49)
10. Maka aku
bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Qur’an (mawaqi’ al-nujum).
(Al-Waqi’ah: 75)
11. Maka apabila
bintang-bintang (nujuum) dihapuskan. (Al-Mursalat: 8)
12. Dan apabila
bintang-bintang (nujuum) berjatuhan. (Al-Takwir: 2)
Kata
najm ini terdapat pula di dalam firman Allah: “Dan tumbuh-tumbuhan (najmi) dan
pohon-pohonan, kedua-duanya dengan najm di sini bukan bintang yang ada di
langit, melainkan najm dalam arti tumbuhan.