Siwalima Report 68 - Provided By Masariku Network & Harian Siwalima
Edisi 03 November 2000
Ambon, Siwalima - Polda Maluku harus menunjukan integritasnya, sebagai
satu-satunya lembaga penyelidik dan penyidik, dalam kaitan proses hukum
terhadap 12 orang laskar jihat yang ditangkap aparat keamanan gabungan
TNI tanggal 25 Oktober 2000 di kawasan Air Salobar, bukan harus menunggu
petunjuk dari Mabes Polri, baru melakukan proses hukum.
Hal itu ditegaskan Praktisi Hukum, Herman Hattu, SH kepada Siwalima, Kamis
( 2/11) kemarin di Ambon. Menurut Herman, Polda Maluku harus punya
keberanian dan kesungguhan memproses 12 orang laskar jihad tersebut,
sebab lembaga tesebut mempunyai wewenang untuk itu dan polsek sekalipun
juga punya wewenang yang sama.
Pada hal dari segi substansi hukum ini termasuk perkara kecil dan bisa,
walaupun diketahui bahwa punya muatan politik yang sangat besar. Sebagai
bukti awal dalam proses penyelidikan, itu sudah tebukti mereka sudah
melakukan pelanggaran yang sangat besar, dengan berbagai macam alat
bukti yang disita, yang diduga dapat membahayakan orang lain, mereka juga
melanggar wilayah hukum darurat sipil Maluku, yang dituangkan dalam surat
perintah pengusasa darurat sipil, yang menyatakan, orang luar Maluku tidak
boleh datang ke Ambon, kalau tidak ada tujuan yang jelas.
Apalagi 12 orang laskar jihat ini betul-betul sudah membuat pelanggaran
yang sangat besar, dan dalam proses penyelidikan dan penyidikan, Polda
tidak menemui kesulitan, kerena mereka tertangkap tangan oleh aparat
keamanan dan dilengkapi dengan sejumlah barang bukti yang mereka miliki.
Saya mau bilang, terbukti atau tidaknya seseorang melakukan tindak pidana
itu harus melalui proses penyelidikan dan penyidikan, tetapi ada
pengkhususan, bahwa " orang yang tertangkap tangan itu merupakan bukti
awal orang melakukan tindak pidana, dan menurut KUHP itu dibenarkan. Itu
berarti tidak ada alasan bagi Polda untuk tidak melakukan proses penyidikan
terhadap 12 orang laskar jihad itu. Menurut Hattu, kalau saja petunjuk yang
diberikan oleh Kapolri, bahwa kasus ini di Peti-eskan apa yang terjadi
terhadap hukum itu, jadi ini namanya pembusukkan hukum, tetapi
mudah-mudah tidak terjadi.
Ditegaskan oleh Hattu, bahwa kasus ini bukan delik aduan, sehingga
prosesnya harus menunggu keterangan seluruh pihak yang berpotensi dalam
perkara, tetapi ini delik biasa apalagi para pelakunya tertangkap tangan.
Dikatakan, pertanyaan yang paling substansial dari masyarakat saat ini
adalah apa status hukum 12 orang laskar jihat yang sudah ditangkap itu.
Karena kalau saat bersamaan mereka tertangkap kemudian aparat gabungan
menyerahkan ke Polda, kemudian Polda melakukan penyelidikan dan
penyidikan maka mereka sudah diberikan status tersangka dan punya
wewenang untuk melakukan penahanan, tetapi kalau status mereka kabur
maka Polda tidak punya wewenang untuk menahan mereka, tetapi bisanya
dalam 1X24 jam interogasi harus jalan, itu yang disebut penyelidikan.
Dengan tertangkapnya 12 orang laskar jihat, dan dilengkapi barang bukti, itu
berarti semakin terbuka peluang pihak Polda, untuk mengungkapkan minimal
dari mana asal mortir dan persenjataan berat, siapa yang memberikan mereka
alat-alat tersebut.
Dengan demikian sudah 50% ditemukan yang namanya aktor intelektual,
apakah ada institusi yang memberikan atau apakah dalam institusi itu juga
yang memberikan peluang untuk mengambil alat-alat tersebut. (fik)
Received via email from: Peter by way of PJS
|