Ambon, Siwalima - Kondisi keamanan di Propinsi Maluku Utara (Malut), sejak
diberlakukan darurat sipil tertanggal 27 Juni semakin membaik sehingga 224
personil Brimob dari Resimen I dan III kembali ke Ambon, kata Kapolda Maluku
Brigjen Pol Firman Gani. Ketika dikonfirmasi di Ambon, Selasa (7/11), ia
mengatakan, 224 personil Brimob itu tiba di Ambon, 5 November 2000,
menyusul penugasan pengamanan di Malut sejak, 14 Juni 2000. Ya, "Saya
sudah menarik brimob yang selama ini bertugas di Ternate dan Tidore untuk
mendukung pengamanan di Pulau Ambon," aku Kapolda Firman Gani.
Menurutnya aparat brimob tersebut akan segera ditugaskan mengisi pos-pos
pengamanan, terutama di Kodya dan Pulau Ambon yang rawan pertikaian
seperti di perbatasan Desa Suli dan Tial, Kecamatan Salahutu, Kabupaten
Maluku Tengah.
Di perbatasan kedua desa itu, ditempatkan lima peleton yakni dua di Tial dan
tiga lainnya di Suli. "Penempatan lima peleton Brimob dari Resimen I dan III
itu pun mendukung pengamanan rekan mereka dari Jabar dan Bali, sekaligus
menggantikan Brimob Polda Maluku yang sudah jenuh," tutur Kapolda.
Ia pun mengharapkan penempatan dua peleton personil Brimob di desa Tial,
bisa ditindaklanjuti dengan keluarnya laskar jihad dari sana.
"Saya harapkan masyarakat Tial maupun Suli memberikan kesempatan bagi
Penguasa Darurat Sipil Daerah Maluku untuk menyelesaikan masalah
keamanan, konflik hingga perdamaian. Dengan demikian, orang luar Maluku
hendaknya memahami kebijakan tersebut sehingga tragedi kemanusiaan,
sejak 19 Januari 1999 bisa dihentikan karena kenyataannya mengakibatkan
penderitaan berkepanjangan bagi masyarakat," tandas Kapolda Maluku.
Kasus Suli-Tial Janggal
Pada kesempatan yang sama, Kapolda mengaku bahwa kasus penembakan di
perbatasan Desa Suli dan Tial yang telah terjadi berulang kali selama ini
terdapat kejanggalan. "Khusus kasus Suli dan Tial, saya melihat ada suatu
kejanggalan. Perbatasan itu, jaraknya kira-kira 2 km, dan kita yang lama di
kepolisian maupun di militer tahu bahwa tembakan itu tidak mungkin
melampaui 2 km dan menghantam rumah-rumah penduduk. Dia musti
mendekat paling-paling 2 sampai 3 ratus meter, sehingga saya melihat ada
kemungkinan ini dilakukan oleh orang-orang yang ingin meneruskan konflik
ini," ujar Kapolda Firman Gani.
Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan Kapolda di Desa Suli dan Tial
terkuak dari masyarakat bahwa terkadang muncul orang-orang misterius
mengenakan baju loreng memegang senjata dan melepaskan tembakan.
Namun demikian, lanjut Kapolda, tidak selamanya yang mengenakan loreng
adalah tentara. "Dan ini sudah ada buktinya ketika kita mendapatkan seorang
korban yang kena tembakan berpakaian loreng, namun ternyata setelah
diselidiki bukan tentara," tambahnya. (eda) |