|
|
Edisi 11 Oktober 2000 Pokok-Pokok Berita
Ambon, Siwalima Tak tanggung-tanggung, gempuran kelompok perusuh ternyata ditunjang peralatan perang canggih berupa senjata otomat, ratusan granat dan mortir berkaliber 5. Alhasil, korban pun berjatuhan. Serangan kelompok perusuh sekitar pukul 06.00 WIT akhirnya menewaskan seorang warga Suli, Wim Matakena (45) dan seorang anggota Brimob, Serda Albert Makaliu. Pula, tiga warga sipil masing-masing Alfons Wattimena (25), Romy Laisina dan seorang lainnya yang belum teridentifikasi menderita luka serius. Sementara, korban dari pihak perusuh sedikitnya 15 orang dinyatakan tewas. Hingga berita ini diturunkan nama-nama korban tewas mapun cedera dari kelompok perusuh belum berhasil diperoleh. Untuk warga Suli, korban tewas, Wim Matakena, dan Serda Albert Makaliu, diketahui akibat diterjang timah panas yang dihamburkan kelompok perusuh, sedangkan Alfons Wattimena, Romy Laisina dan seorang rekannya diketahui menderita luka serius kena serpihan bom pada bagian pantat dan bagian bawah ketiak sebelah kiri. Selain korban tewas dan luka-luka, tiga rumah tinggal milik warga Suli hancur, ludes terbakar akibat hantaman mortir milik perusuh. Informasi yang dihimpun Siwalima dari lokasi kejadian menyebutkan, korban tewas dari kelompok perusuh umumnya diakibatkan oleh kontak senjata dengan pihak aparat keamanan di perbatasan Suli-Tial. Sementara informasi yang dihimpun Siwalima dari Pastori Gereja Suli, Selasa (10/10) siang kemarin menyebutkan, sebagian besar warga Suli dibuat lintang pukang lari menyelamatkan diri ke tempat-tempat yang dianggap aman manakala terdengar gelegar tembakan senjata otomat dan dentuman granat, mortir yang dilepaskan kelompok perusuh. Apalagi, serangan yang telah dipersiapkan secara matang itu berhasil mengelabui warga Suli, lantaran kelompok perusuh melancarkan serangan dari arah perbatasan Suli Atas. Pasalnya, dugaan kuat bahwa kelompok perusuh berusaha menghindar dari hadangan aparat Brimob. Ujungujungnya kelompok perusuh memilih serangan dilancarkan dari arah perbatasan Suli Atas yang dijaga oleh aparat TNIAD dari Batalyon 403 dan 527. Salah seorang anggota Majelis Jemaat GPM Suli, D. Pattisina, kepada Siwalima, (10/10) melalui saluran telepon mengakui, pola serangan yang dilancarkan kelompok perusuh itu, besar kemungkinan telah dipersiapkan secara matang sejak malam hari di sekitar daerah perbatasan Suli-Tial. "Kami tidak tahu alasan apa mereka (perusuh) menyerang Desa Suli. Ini untuk ketiga kalinya kita diserang secara besar-besaran. Serangan ini datangnya sangat tiba-tiba," tutur Pattisina, dari balik gagang telepon. Dia menuturkan, akibat serangan yang dilancarkan oleh kelompok perusuh itu, sebagian besar warga Desa Suli, lari kocar-kacir menyelamatkan diri. "Mereka (wargaRed) semuanya kocar-kacir karena serangannya sangat tiba-tiba apalagi dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06.00 WIT," akunya kesal. Maklum saja, ketika itu sebagian besar warga belum beraktifitas penuh dan masih berada dalam rumah tinggalnya masing-masing. Menurut Pattisina, kendati awal serangan yang dilancarkan oleh kelompok perusuh, dilancarkan dari arah perbatasan Suli Atas, namun canggihnya peralatan perang yang dimiliki mengakibatkan lontaran bom dan mortir berhasil menjangkau pemukiman warga Suli Bawah. Bahkan, 2 buah mortir dari ratusan mortir yang ditembakan kelompok perusuh sempat jatuh di tanggul milik SecataB Suli. Pula, akibat tembakan mortir kelompok perusuh itu, diketahui tiga rumah tinggal milik warga hancur ludes terbakar. Pattisina juga mengakui ketika terjadi kontak senjata antara aparat Brimob dengan kelompok perusuh, seorang anggota Brimob, Serda Albert Makaliu tewas tertembus timah panas. Begitupun yang dialami korban Wim Matakena akibat diterjang timah panas pada bagian dada kiri. Wim Matakena tewas seketika di daerah perbatasan. Pattiasina menuturkan, frekwensi serangan baru menurun ketika berhasil dipukul mundur oleh aparat TNI maupun Brimob ke luar perbatasan Suli-Tial pada sekitar pukul 09.00 WIT. Hanya saja kata Pattisina, bunyi tembakan, ledakan granat dan mortir dari arah kawasan Suli Bawah sesekali masih terdengar. Bahkan, sekitar pukul 15.00 WIT kemarin, masih terdengar bunyi tembakan, ledakan granat dan mortir. Kondisi yang sama, masih terjadi pada pukul 19.30 WIT. "Kami di sini (Suli-Red) sangat menyesal dengan tindakan aparat TNIAD yang tidak bisa menyita peralatan perang perusuh. Kalau menyatakan akan dilakukan tindakan represif, ya tunjukan tindakan represif itu. Jangan biarkan masyarakat menderita terus," ujarnya geram. Sementara itu, Kadispen Polda Maluku, Asisten Superintendent (Mayor Polisi) Jekriel PH yang ditemui Siwalima di ruang kerjanya, Selasa kemarin, membenarkan tewasnya, Serda Albert Makaliu, dalam aksi serangan kelompok. Ya, "Dia tewas, ketika menghadang massa di perbatasan Suli Bawah-Tial tadi pagi (kemarin-Red). Dia tewas karena dada kanannya ditembusi peluru," jelas Jekriel sembari menambahkan, di Suli Bawah selain 1 kompi Brimob ada pula aparat TNIAL yang berupaya menghadang massa. Aparat Dihadang Sedangkan Drs John Tomasoa, Staf Ahli Bidang Penerangan Darurat Sipil yang dikonfirmasi Siwalima siang kemarin juga membenarkan aksi penyerangan yang dilakukan oleh kelompok perusuh. Menurutnya, guna membantu mengamankan sekaligus menghadang massa perusuh yang mencoba merangsek masuk ke Desa Suli, maka telah dikirim sebanyak 3 kompi aparat TNIAD yang diangkut menggunakan 3 truk. "Dalam perjalanannya, ketika tiba di Batumerah, ketiga truk yang membawa aparat TNIAD itu, dihadang massa Islam di Batumerah. Akibatnya, mereka harus turun dari truk dan berjalan kaki menyisir kawasan gunung (bukit) hingga tiba di Galala," tutur Tomasoa. Kota Ambon Lengang Bersamaan dengan penyerangan kelompok perusuh di Desa Suli, sejumlah instansi milik pemerintah di Kota Ambon sepi. Apalagi, muncul selentingan bahwa Selasa kemarin di Ambon, akan ada penyerangan besar-besaran. Lantaran itu, tampak suasana di jalan-jalan dalam Kota Ambon agak lengang, tidak seperti hari-hari sebelumnya. Masyarakat lebih banyak memilih tinggal di rumah dan berjaga-jaga bila terjadi penyerangan. Di kantor gubernur, sejak pagi kemarin suasana sepi begitu kentara. Ruang-ruang kerja di berbagai biro kantor gubernur terlihat hanya satu, dua orang pegawai yang masuk. Begitupun sejumlah warga Muslim yang sehari-harinya selalu membanjiri kantor gubernur untuk berbagai urusan, terpaksa mengurungkan niatnya untuk keluar rumah. Pula, di kantor gubernur tampak sebelum jam kantor selesai, para pegawai telah kembali ke rumahnya masing-masing. (eda/tin)
Ambon, Siwalima Sekretaris Klasis Saparua, Pendeta Piet Manopo, STh yang dikonfirmasi Siwalima Selasa siang melalui saluran telepon, mengemukakan, penyerangan ulang yang dilancarkan para perusuh Sirisori Islam dan sekutu-sektunya serta di backeup 20 personil Kostrad 403 yang bertugas di Sirisori Amalatu, Sabtu pekan lalu, sangat kejam dan tidak manusiawi. Awalnya, pasukan gabungan melakukan penyisiran di desa Sirisori Kristen dengan melepaskan tembakan beruntun ke sasaran pemukiman penduduk. Karena tidak bisa bertahan, warga Sirisori Amalatu akhirnya lari bersembunyi di pinggiran-pinggiran kampung lalu menatap aksi penyisiran brutal pasukan gabungan itu dari kejauhan. "Pasukan gabungan benar-benar melakukan tindakan kekerasan. Semestinya mereka harus bertindak persuasif di Sirisori Amalatu yang adalah desa korban, dan bukan melepaskan tembakan beruntun ke pemukiman penduduk Sirisori Kristen," ujar Pdt Manopo. Usai penyisiran, disusul dengan penyerangan para perusuh dari Sirisori Islam dan sekutu-sekutunya Menurut Manopo, waktu itu warga Sirisori Amalatu telah bersedia menjaga rumah gereja mereka, tapi aparat 403 Konstrad yang bertugas di desa itu memberi jaminan kepada warga bahwa mereka sanggup untuk melindungi gereja dari serangan perusuh. Tapi apa yang terjadi? Aparat yang bertugas di pos terdepan yang terletak di ujung negeri Sirisori Amalatu, meloloskan perusuh masuk dan membakar sisa-sisa rumah penduduk, SD dan gedung Gereja. Dikatakannya, sebelum gereja dibakar, meja, kursi dan perlengkapan Perjamuan Kudus yang sudah ditata rapih untuk persiapan jamuan kudus jemaat Sirisori Kristen, Hari Minggu pagi 8 Oktober, diobrak-abrik, kemudian disusun lalu dibakar bersama gereja. Ironisnya, setelah berhasil membakar sisa-sisa rumah penduduk, satu gedung SD dan gedung gereja, perusuh bersalam-salaman dengan aparat 403 Kostrad yang bertugas di negeri Sirisori Kristen itu. "Ada warga yang menyaksikan dari kejauhan salam-salaman antara perusuh dengan aparat keamanan itu," ungkap Manopo. Masih kata Manopo, hingga dengan hari Minggu kemarin, 20 personil 403 Kostrad yang bertugas di Sirisori Kristen sudah bergabung dengan para perusuh dari Sirisori Islam, lalu menyerang Sirisori Kristen. Kini, di Sirisori Kristen telah ditempatkan pasukan Brimob sebanyak 40 personil. Mereka kata Manopo, sedang melakukan pengamanan secara persuasif dengan harapan warga Sirisori Kristen bisa perlahan-lahan kembali ke kampung halamannya. Ditanya apakah warga Sirisori secara keseluruhan telah diungsikan, Manopo menjelaskan, pada penyerangan pertama beberapa pekan lalu, warga Sirisori tidak semuanya diungsikan, kecuali sebagian wanita dan anak-anak. Mereka yang rumahnya masih ada tetap tinggal, sementara yang rumahnya sudah terbakar memilih tinggal di pingggir-pinggir kampung. Meski itu hanya dibawa tenda-tenda darurat. Tapi dengan penyerangan yang berlangsung sabtu lalu, akhirnya penduduk yang tadinya masih bertahan terpaksa diungsikan ke beberapa desa tetangga. Ditanya tentang situasi terakhir di wilayah Saparua sudah tenang, namun warga masih tetap waspada, jangan-jangan ada lagi serangan ulang. Menurut Pendeta Piet Manopo, semua kejadian ini akhirnya dilaporkan kepada Komandan pelaton 403 Kostrat, Mayor Arifin, lewat salah satu rohaniawannya. Beberapa hal yang dilaporkan itu antara lain, aparat yang bertugas tidak menghalau para perusuh, namun sebaliknya membiarkan mereka lolos dan membakar rumah-rumah penduduk. Pasukan gabungan melakukan tindakan kekerasan dengan melepaskan tembakan beruntun ke arah pemukiman penduduk Sirisori Kristen yang seharusnya aparat gabungan harus melakukan tindakan persuasif, karena Sirisori Kristen adalah desa korban penyerangan. Aparat 403 yang bertugas di pos terdepan di ujung perkampungan Sirisori Kristen membiarkan perusuh Sirisori Islam melewati pos tersebut dan masuk ke Sirisori Amalatu lalu membakar rumah-rumah penduduk, gereja dan satu buah SD. Aparat tidak menembak perusuh tapi sebaliknya menembak pihak yang diserang. Sementara itu, hasil pantauan Siwalima hingga berita ini diturunkan, situasi kota Ambon masih mencekam, menyusul penyerangan yang dilakukan para perusuh Muslim ke desa Suli Kecamatan Salahutu Selasa pagi kemarin. Dalam penyerangan itu, tercatat korban meninggal 15 orang, dua diantaranya dari pihak Kristen. Sejalan dengan itu isu berkembang cukup kuat di Ambon. Diantaranya, akan ada gempuran besar-besaran dalam kota. (ate)
Ambon, Siwalima Demikian penuturan polos seorang warga desa tetangga Liang yang minta namanya tidak dikorankan di Ambon kemarin. "Katong orang Kristen sekitarnya su bisa masu kaluar Liang Islam, bagitu pun Liang Islam su bisa masu kaluar kampong Kristen. Orang Liang Islam bilang, sebenarnya dong seng mau bikin kacau dengan kampung-kampung Kristen, tapi orang-orang Islam dari luar yang datang paksa dong musti bikin kacau," ungkap sumber itu polos. Menurut sumber itu sebagaimana dikatakan warga Liang, akibat ulah warga Muslim dari luar, kehidupan ekonomi mereka semakin terpuruk, karena mereka dikelilingi perkampungan Kristen. "Jangankan pergi berbelanja di Masohi. Pergi ke hutan untuk membuat kebun saja, sudah tidak bisa. Akhirnya, mereka sepakat berdamai dengan warga Kristen sekitarnya," ujar sumber itu. Sumber itu menjelaskan, sebelumnya tidak ada niat sedikit pun dari desa-desa Kristen di sekitarnya untuk menyerang desa Liang Islam, karena mereka tahu, kehidupan mereka selama ini cukup baik. Misalnya, kalau ada hari raya Lebaran, umat Kristen di sekitarnya datang menyampaikan ucapan selamat dan ikut berdendang ria bersama warga Liang Kristen. Begitupun sebaliknya, bila Natal dan Tahun baru umat Islam Liang pergi bersalaman ke desadesa tetangga yang Kristen. Begitu seterus dari tahun ke tahun, kata sumber itu. Dia menuturkan, kehidupan warga Liang Islam dan Kristen di daerah itu kini semakin membaik. Bahkan mereka telah bertekad, biarpun dipengaruhi oleh orang-orang Muslim dari luar untuk membuat rusuh terhadap desa-desa Kristen, mereka akan menolak, dan bila perlu akan bergabung dengan saudara-saudaranya dari desa-desa Kristen untuk melawan mereka. Masih kata sumber itu, warga Liang saat ini telah menjadikan semua pekarangannya untuk ditanami kasbi (singkong) dan sayur, karena beberapa bulan lalu, mereka takut pergi ke hutan untuk membuat kebun. Sumber itu juga mengatakan, kondisi keamanan di daerah sekitar teluk Elpaputih kini semakin mambaik. Hanya yang paling rawan takut dilalui warga adalah desa Hualoi. " Waduh, desa Hulaoi memang paling rawan kalau dibanding dengan desa Latu tetangganya. Menurut dia, warga desa Latu selama kerusuhan mereka tidak pernah melakukan penyerangan ke desa-desa Kristen. Bahkan mereka pernah diajak warga Hualoi untuk menyerang desa Seriholo, namun warga Latu ketika itu menolak. (mg3/ate)
Received via e-mail from : Peter by way of PJS
|