Ambon, Siwalima - Momentum dialog yang semakin ditemukan titik persesuaian
persepsi kedua kubu sekarang ini, sangat mungkin masih berjalan tersendat-sendat.
Karena di kubu Muslim masih kuat terjadi konflik internal yang cukup serius dan sangat
mungkin akan menghambat proses dialog yang sedang dimediasi oleh pemerintah
daerah. Itu dikemukakan Staf Pengajar pada Fakultas Hukum UKIM, Robert
Tutuhatunewa, SH, Msi, dalam perbincangan dengan Siwalima di suatu kesempatan
belum lama ini di Ambon.
"Saya perlu tegaskan disini, bahwa saya tidak subyektif dan tidak apriori melihat
perkembangan paradigma politik dalam masyarakat Indonesia saat ini. Tidak jelasnya
penyelesaian konflik daerah ini, saya harus katakan, bahwa lebih banyak bersumber dari
saudarasaudara kita yang Muslim". Karena itu, "Maklum, itu bisa terjadi karena di tubuh
Muslim Indonesia termasuk Maluku, ada kelompok-kelompok yang terus ingin ada
konflik. Kenapa antara NU dan Muhammadyah sulit mencapai satu visi bagaimana
membangun bangsa ini ke depan, des kenapa bisa lahir kelompok baru bernama laskar
jihad dan bebas berekspansi ke kawasan Maluku? Ini tidak mudah menjawabnya," kata
Robert. Selain faktor paradigma itu, jelas Robert, bahwa kelahiran kelompok baru
tersebut dan sudah semakin tersosialisasi dalam masyarakat Indonesia dalam kaitan
konflik Maluku, akibat penyebaran informasi yang tidak benar oleh sejumlah tokoh
Muslim baik nasional maupun lokal.
Mereka hadir karena penyebaran informasi yang tidak benar. Banyak media massa yang
ada di Jakarta telah memainkan peranan penting dengan mengangkat isuisu yang sangat
tidak berimbang. Misalnya, disebutkan bahwa yang paling banyak mengalami
penderitaan hebat di Maluku hanya umat Muslim. Umat Kristen dianggap sebagai pihak
yang terusmenerus membantai umat Muslim. Isu ini dimainkan habishabisan oleh media
massa di Jakarta maupun kelompok- kelompok elite politik di masyarakat Islam. (aus/fik) |