Ambon, Siwalima - Menyusul munculnya manusia berloreng akhir-akhir ini dikawasan
Pulau Ambon dan Maluku Tengah (PP Lease), yang muncul setiap kali habis
membombardir kantong-kantong Kristen, ditanggapi serius oleh Ketua Crisis Centre
Diosis Amboina Pastor Agus Ulahayanan.
Menurutnya, hal itu terjadi karena belum ada ketentuan hukum yang mengatur tentang
itu. Untuk itu pemerintah Indonesia perlu segera membuat suatu peraturan
perundang-undangan yang melarang penggunaan identitas militer dan Polri secara
sembarangan oleh warga sipil, katanya, Jumat.
"Tiap kali terjadi pertikaian selalu ada saja orangorang berbaju loreng dan bersenjata
organik seperti diungkap oleh Kapolda Firman Gani dalam kasus Suli dan Tial. Setelah
diadakan penyelidikan lebih lanjut, ternyata bukan anggota TNI. Demikian juga soal
istilah oknum-oknum TNI dan Polri, secara logika kan sulit kita mengerti? "Bagaimana
bisa dikatakan oknum sementara yang bersangkutan
setelah diteliti lebih lanjut ternyata masih dinas aktif dan syah menyandang atribut kedua
instrumen itu. Secara hukum kita sulit membuktikan, dan dalam kategori apa ia disebut
oknum tapi ketika dihadirkan dalam persidangan bukan oknumnya yang disebut tapi
satuannya. kata Pastor Agus.
Oleh sebab itu, lanjutnya, sudah saatnya pemerintah nasional harus membuat satu
perundang-undangan khusus untuk menjelaskan ketidakjelasan tersebut. Karena sampai
sejauh ini pemerintah maupun institusi TNI dan Polri belum pernah melakukan penertiban
terhadap orang-orang yang bebas menggunakan atribut miliknya. Apalagi atribut itu
digunakan di daerah-daerah konflik terpanas
seperti Aceh, Irian Jaya dan Maluku. Mengenai indikasi manusia berloreng pada
peristiwa Suli-Tial, Maluku Tengah, yang beberapa waktu lalu ditemukan sebuah sosok
mayat yang memakai pakaian loreng, setelah diteliti ternyata yang bersangkutan bukan
anggota TNI. "Justru disitulah masalahnya. Ini merupakan satu masalah serius bagi
pemerintah untuk menertibkan oknum aparat yang terlibat dalam kerusuhan selama ini.
Kita terbuka saja, bahwa keadaan seperti ini bisa saja direkayasa oleh pihak-pihak luar,
bisa juga ada kemungkinan ada orang di dalam aparat keamanan yang secara individu
atau sejumlah oknum aparat yang terlibat, katakan saja mereka itu dengan istilah
"aparat nakal?kata Pastor Agus dalam nada tegas.
Tetapi, lanjutnya, tidak bisa diingkari kalau ada orang-orang non aparat yang
merekayasa keadaan dengan maksud untuk menjelek-jelekan citra TNI dan Polri di mata
masyarakat. Untuk itu, "Saya minta aparat TNI/Polri yang bertugas di Maluku agar
mencermati orang-orang yang hanya ingin merusak nama baik institusinya, mereka
harus lebih tegas melihat persoalan ini? Tapi sayangnya pemerintah maupun DPR/MPR
belum pernah membuatkan itu dalam bentuk peraturan perundang-undangan tentang hal
itu. Yang diperhatikan pemerintah hanya soal senjata yang tidak boleh dimiliki warga
sipil. "Kalau ini mereka omongnya selalu keras-keras tapi soal pakaian loreng yang
bebas dikenakan warga sipil tidak pernah disinggung. Bisa saja mereka itu milisi, yaitu
orang-orang yang dipersenjatai, kita bisa membuat analogi demikian,?ujarnya.(fik) |