Ambon, Siwalima - Usul anggota Komnas HAM yang membidangi Bidang Pemantauan
Pelanggaran HAM di Indonesia, juga anggota KPP HAM dan Mediasi Maluku, Mayjen
Pol (Purn) Koesparmono Irsan, bahwa kepolisian daerah Maluku agar mulai menegakkan
masalah pelanggaran HAM berat maupun kejahatan biasa, mendapat respons yang
cukup positif dari berbagai kalangan di Ambon.
Yanes Leatemia SH, MH, staf pengajar pada Fakultas Hukum Unpatti, mengatakan, usul
itu sungguh mencerminkan harapan masyarakat Maluku baik Islam ataupun Kristen.
Penderitaan yang dialami kedua komunitas sudah diluar batas-batas kemanusiaan.
Pertikaian yang terus berkelanjutan dan berkepanjangan daerah ini, telah memunculkan
pelanggaran hak azasi manusia yang cukup berat. "Ini kenyataan yang sungguh tak
terabaikan,?katanya, Jumat.
Namun, lanjutnya, dalam konteks persoalan Maluku usul tersebut sulit direalisasikan
sekalipun ada rambu-rambu hukum yang mengijinkan polisi melakukan hal yang
dimaksud dalam usulan jenderal senior itu.
Persoalannya, menurut Yanes, yang sedang memainkan konflik Maluku tidak secara
individu-individu tapi secara kolektif. Karena itu tidak heran kalau aparat kepolisian selalu
mengambil sikap hati-hati. Kebijakan ini ditempuh mengingat pelanggaran HAM yang
terjadi, karena orang menjadikan agama sebagai tumbal dan topeng untuk meraih tujuan
politik kelompok tertentu. Terlibatnya person-person TNI dan Polri dalam setiap
pertikaian bisa menjawab tantangan berat itu.
Mereka sedang diperhadapan dengan sebuah gerakan besar yang memiliki kekuatan
besar pula dan jauh melebihi kekuatan Presiden Gus Dur. Maka tidak heran. Jika
mereka memaksakan diri bertindak tegas, dan setiap langkah yang diambil tentu sudah
ada rambu-rambu hukum, demi menegakan HAM, maka yang terjadi nanti, mereka
bukan berhadapan dengan rakyat tapi kekuatan besar itu. Saya masih ingat pernyataan
Pangdam Pattimura Brigjen Made Yasa, yang mengatakan bahwa kekuatan perusuh
melebih aparat keamanan, permainan mereka sangat cantik.
Ini berarti kekuatan yang dimaksud bukan kekuatan sipil tanpa senjata tapi sebuah
kekuatan kelompok bersenjata atau dipersenjatai. Bagaimana bisa, orang sipil
memegang mortir dan mahir menembakannya, kalau bukan mereka yang dilatih khusus
untuk itu.Disamping itu, sampai saat ini belum ada ketentuan yang dapat menjelaskan
batas-batas tindakan aparat kepolisian agar tidak bertentangan dengan masalah HAM.
Mereka tidak tahu sampai dimana batas-batasnya, katanya. (mg1/mg2) |